Read More >>"> Salendrina (Chapter two) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Salendrina
MENU
About Us  


Empat sahabat itu, mengantar Renata pulang menggunakan mobil sport. Di sepanjang perjalanan Dera dan Arga memberitahu Renata tentang Ruang Guru Tua di sekolah mereka. 
"Bahkan ketika Gisella meninggal, Salendrina berada di samping Gisella," Dera menceritakan dengan semangat. 
kemudian, Arga terlihat sedikit sedih ketika mengingat cerita kematian Gisella. Arga menatap Renata dengan mata berkaca-kaca, "Dan lo Perlu tahu, Renat. Kalau Gisella itu sebenarnya sepupu gue." 
Arya mengerem mendadak. 
Ketiga sahabat itu berteriak karena tindakan Arya.
"Lo kalau nyetir yang bener Ya," Dera berkata dengan santai. Memperingati Arya.
"Liat ke depan makanya. Di depan tadi lewat kucing. Lo gak mau-kan kalau gue tabrak tuh kucing," jelas Arya.
Dera akhirnya diam. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan. Renata yang mendengar cerita kematian Gisella dari sahabatnya langsung terdiam. Apalagi Arga yang menceritakan bahwa Boneka Salendrina adalah boneka milik Gisella yang tak pernah lepas dari tangan Gisella. Beberapa menit berlalu begitu saja, mereka berhenti di depan rumah Renata, lalu Renata kelaut dari mobil dan mengucapkan terima kasih kepada tiga sahabatnya. Mobil sport itu kemudian melesat di jalan raya.
Renata masuk ke dalam rumah, lalu menaiki tangga menuju ke kamarnya. Dia pelan-pelan membuka pintu kamarnya.
"Argh!" Teriak Renata dengan histeris. Bagaimana tidak? Boneka Salendrina berada di atas meja belajarnya. Jantung Renata berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Perempuan itu gemetaran dan berjalan mundur menjauhi kamarnya. Tangan Renata meraba saku bajunya mengambil handphone untuk menelepon Arya. Lima detik berlalu, Arya mengangkat telepon dari Renata. 
"Hallo?" Arya baru sampai di rumahnya. 
"Lo ke rumah gue secepatnya," Nada bicara Renata bergetar. Hampir menangis.
"Lo kenapa?"
"Lo datang aja!" Renata membentak. Arya kemudian mematikan handphone dan segera menuju ke rumah Renata. Sedangkan Renata duduk di kursi dengan raut wajah ketakutan. Tiba-tiba suara langkah kaki dari belakang sofa terdengar. Semakin lama semakin dekat. Suara langkah itu terasa tajam di telinga. jantung Renata berdetak cepat. Renata kemudian melirik ke belakangnya dengan pelan-pelan, "Arghhh!" Renata berteriak histeris.
"Non, kenapa?" tanya pengurus rumah sambil membawa jus jeruk. 
"Bi Sartin. Aduh...," Renata menarik napas. Mengatur pernafasan.
"Non, tidak apa-apa-kan," yakin Bi Sartin.
"Iya Bi," Renata kemudian mengusap keringat di dahinya.
Bi Sartin kemudian pergi dari tempat Renata. Sekitar sepuluh menit Renata menunggu, Arya akhirnya sampai di rumah Renata. 
"Sebenarnya ada apa sih?" Arya to the point. 
"Gue takut, Ya. Boneka itu ada di kamar gue," Renata tak habis pikir, bagaimana boneka Salendrina berpindah tempat.
"Lo gak usah main-main, Renat. Itu boneka udah kita kembaliin tadi," pekik Arya.
"Gue juga tahu, tapi ini benar-benar gak masuk akal, Ya!"
"Sekarang juga kita masuk kamar kamu." 
Arya berjalan lebih dulu, sedangkan Renata mengekorinya. Saat membuka pintu kamar Renata, Arya melihat langsung Boneka Salendrina terletak di atas meja belajar Renata. 
"Kok, bisa?" Arya kebingungan dan menatap Renata. Handphone Renata tiba-tiba berdering, sontak membuat keduanya terkejut.
Arga calling. Renata menggeser tombol hijau dan menjawab telepon tersebut.
"Halo?" ucap Arga dengan napas terengah-engah.
"Iya. Kenapa Ga?"
"Lo jangan kemana-mana, gue mau ke rumah lo sekarang juga," 
"Emangnya kenapa sih?" Renata penasaran.
"Nanti gue ceritain," Akhir Arga mengakhiri percakapannya.


***

 

Arya, Arga, dan Renata sudah berkumpul di ruang tamu. Suasana menjadi sepi dan sunyi. Arya membuka percakapan, "Sekarang cerita sama kita, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Bo-boneka Selendrina itu, ada di kamar gue." Kata Renata dengan terbata-bata.
"Lo gak usah main-main, Ra." Arga tak percaya dengan ucapan Renata.
"Kalau lo gak percaya, lo liat aja sendiri di kamar gue. Buat apa gue coba gue main-main!" Renata tidak suka di katakan seperti itu. Apa untungnya jika ia main-main dalam hal ini.
"Dan Lo Arga?" tanya Arya dengan cepat.
"Gue liat penampakan cewek di rumah," jawab Arga.
"Kita lagi dalam bahaya." 
Arya menatap kedua sahabatnya penuh kegelisahan. Beberapa detik, handphone Arya berdering. Arya kemudian mengangkat telepon tersebut.
"Halo Der?" 
"Arya, Arya lo datang ke rumah gue sekarang juga, please! Gue takut banget. Arya...," Suara Dera terisak-isak.
"Lo kenapa Der?" 
"Cepet ke rumah gue!" Suara Dera tak tahan.
Ketiga sahabat itu berlari ke rumah Dera dengan kekhawatiran yang amat mengangkang. Setelah dia belas menit perjalanan, mereka sampai di rumah Dera. Arya berlari ke kamar Dera. Sedangkan Renata dan Arga mengikuti di belakang. Ketika Arya membuka pintu kamar Dera, terlihat Dera sedang menangis di sudut ruangan. Arya langsung memeluk Dera yang ketakutan. 
Arga dan Renata saling lihat, bukan waktunya bertanya sekarang. Dera benar-benar pucat.
"I-ini darah apa?" Arga melihat darah di meja kamar Dera. Renata terkejut melihat darah yang berkececeran. Kemungkinan, Dera menangis karena melihat darah yang amat banyak. Dera memang takut dengan daerah sejak kecil. Entah apa alasan pastinya.
Mereka duduk di Ruang Keluarga, dengan kegelisahan dan kebingungan yang amat membosankan. Detik berlalu dengan cepat. Sekitar satu jam berlalu, semuanya mulai membaik.
"Kita benar-benar sudah dalam bahaya. Sekarang pikirkan bagaimana kita keluar dari masalah ini." Arya menatap mereka dengan mantap.
"Besok kita akan coba lagi kembaliin Boneka Salendrina itu." Saran Arga.
Mereka kemudian mengangguk untuk ungkapan setujunya. Hari ini mereka dipenuhi oleh hal-hal yang aneh. Apa iya, yang mengganggu mereka adalah Gisella? Bisa saja faktor lain.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (5)
Similar Tags