"Cinta tak pernah jadi sederhana.
Untuk dapat memahaminya membutuhkan waktu yang lama
Setelahnya adalah mengungkapkan
Jadi kau tak perlu lagi pemahaman
Sebab kau hanya perlu keberanian"
—Humma
***
Alya menduduki salah satu kursi di teras Asrama siang itu. Ada Tya di sampingnya, sedang memperhatikan Alya berbicara.
"Jadi tadi malem tu aku baca ceritanya Teh Un, sumpah bikin gregettttt!" gadis berjilbab putih sebagai seragam sekolah itu meremas tangannya, menunjukkan betapa ia terkesan membaca cerita semalam.
Tya yang pada dasarnya memang suka mendengar cerita ketimbang membaca cerita langsung bertanya, "Tentang apaan?"
Alya cengengesan, "Itu lhooo kisah dua ikhwan (laki-laki), yang satu sholeh yang satu ogeb!" gadis itu lantas tertawa, berbarengan juga dengan Tya, "Trus satu hari, yang ogeb ini iseng minjem hp sahabatnya dia yang sholeh, buat nge hack IGnya, trus si ogeb ini nge-upload foto mereka berdua, trus captionnya itu kalo ngga salah 'I love you!' gitu!" Alya mulai ngakak ngga jelas, sementara Tya justru mengernyit heran.
"Lah? Homo?" ucapnya, dalam hati khawatir jika ia menyenangi cerita LGBT semacam ini.
"Bukanlah! Ish!" bantah Alya, menepuk bahu Tya yang masih keheranan, "Nah, si ogeb cekikikan gitu ngeliat komen-komen yang masuk kan, ada yang ilfeel ada yang ngakak, trus si sholeh ngeliat temennya cekikikan gitu juga heranlah, takutnya sahabatnya ini mulai gila kan bahaya!" Alya masih aja ketawa, "Terus, si sholeh sadar deh, kalo si ogeb itu jail ke dia dengan nge hack IG plus upload foto pake caption so sweet segala. Dan tau ngga responnya si sholeh apaan?"
Tya menggeleng, sebagai jawaban 'ngga tahu'.
"Si sholeh bilang ke si ogeb, 'Gimana kalo gue bilang, gue beneran sayang dan cinta sama lo?'"
Tya merinding seketika, merasa bahwa dugaannya benar, ini cerita Gay?
Tapi... Kok Alya semangat banget nyeritainnya ke dia?
"Si Ogeb langsung merinding tuh! Masalahnya dia ada trauma di tembak sama cowok Homo. Lucunya tu waktu dia maki maki dalem hati, trus ngatain si shalih ini kesambet jin! Ngakak sumpah aku bacanya! Tapi ya, si shalih tetep aja tegasin juga jelasin ke sahabatnya kalo dia serius dan cintanya dia itu karena Allah, bukan karna syahwat (nafsu)."
Tya bergeming, cinta karena Allah, dia sering dengar itu, tapi bila diungkapkan pada sesama jenis seperti itu... Entah kenapa rasanya jadi janggal.
"Si ogeb masih mingkem aja, sampe akhirnya dia paham maksud sahabatnya itu. Jadi, waktu si shalih beranjak, si ogeb teriak 'Gue juga cinta sama lo! Karna Allah ya nyet!" Alya tertawa, tapi dalam hatinya cerita itu begitu hangat dan membekas. Amat berkesan.
Tya ikut terkekeh, meski ia masih merasa agak aneh, dan tidak nyaman. Sejatinya ia paham maksud cerita Alya tadi, tapi hatinya masih belum menerima dengan sempurna. Masih aneh terasa.
"Katanya, cinta yang karna Allah itu harus diungkapkan, biar hubungan bisa tetap erat sampe ke Jannah (surga)." tambah Alya, kini tawanya tak lebar, ia hanya tersenyum.
Sedangkan Tya menunduk, tiba-tiba takut, jangan-jangan Alya ingin mempraktekan cerita tadi? Oh no! Dia belum siap!
"Eh, udah zhuhur, kamu ngga sholat'kan?"
Tya menggeleng kikuk, rupanya dugannya salah.
"Aku sholat dulu kalo gitu, Assalamu'alaikum!" Alya beranjak pergi.
Lantas salamnya dijawab oleh Tya, yang masih berfikir, kenapa ia begitu mudah menerima cinta lelaki yang jelas mencintainya karena nafsu, ketimbang menerima perasaan sahabatnya, yang mencintainya karna Allah? Hah... Begitulah hati, kadang tak sinkron dengan pikiran.
Sementara Alya yang tengah berjalan menuju mushola dekat sekolah mengusap-ngusap wajahnya. Tadi nyaris saja dia menyatakan cinta karna Allah yang ia rasakan selama ini pada Tya. Entah apa jadinya bila itu benar terjadi tadi, sebab bagaimanapun, bila sahabatnya itu belum siap, yang ada sahabatnya itu akan menjauh dan membuat jarak, membuatnya merasa tak nyaman, bahkan tak lagi menganggapnya sahabat. Itu terlalu buruk untuk terjadi. Lagi.
***