Langit. Luas. Awan bergeser perlahan, mengikuti arus angin. Dirinya ikhlas kemanapun angin membawanya. Mentari. Kata lain dari matahari. Kata orang-orang agar lebih puitis. Dirinya selalu hadir di sebelah timur, mengitari hingga tenggelam di ufuk barat. Tak pernah bosan, juga tak pernah lelah. Mau dikatakan sedih, bahagia, marah, atau kecewa, Mentari tak pernah menunjukkan pada langit, tetap bersinar dengan cahaya cantiknya. Jingga menyeruak membentang sejauh mata memamdang. Warnanya Indah membelai kulit. Menentramkan hati. Merekahkan senyum di bibir. Sore hari yang Indah untuk bermain.
"Satu... Dua... " Anak perempuan berumur lima tahun menutup kedua matanya. Rambut panjangnya dikepang dua. Anak-anak rambut membelai kulit wajahnya yang halus.
"Tiga... Empat... " Ibu Cantika bilang, ia terlihat manis jika memakai kaos dengan rok selutut. Makanya selalu ia pakai saat bermain dengan pangerannya.
"Lima... Enam... " Sepatu merah muda pemberian Om Darwin selalu ia pakai di hari spesialnya.
"Tujuh... Delapan... " Kulitnya seputih susu, selembut sutra. Membuat angin dengan senang hati mengusap lembut kulitnya.
"Sembilan... Sepuluh... Udah belum? " Tak ada jawaban. Senyumnya merekah. Dilepaslah kedua tangannya dari mata. Kakinya melangkah perlahan menelusuri halaman depan yang bertuliskan 'Rumah Pelangi'.
"Ejaaa... Ejaaa... Kamu dimana?" Teriakannya semakin kencang saat yang dicari tak kunjung ditemukan. Senyumnya mulai memudar. Kakinya dihentak-hentakkan diatas rumput yang sudah mengering dari hujan tadi malam.
Kakinya melangkah ke belakang rumah. Dari kejauhan terlihat bayangan seorang lelaki berumur dua belas tahun didepan tong kosong. Senyumnya mengembang lagi. Kakinya semakin cepat melangkah. Tangannya meraih kayu persegi panjang yang tak jauh darinya. "Pangeran, sebentar lagi aku akan menemukanmu" bisiknya. Langkah kakinya tinggal bersisa lima langkah lagi menuju bayangan lelaki itu. Suara bising kendaraan terdengar dari kejauhan.
"lima empat tiga," langkahnya dihitung perlahan dalam hati.
"Dua satu!" Tangan dengan tongkatnya terangkat keatas, dengan cepat kilat langsung dilukulnya dengan keras.
"Aaaaaaaa... " Lelaki itu berteriak, membuat penghuni rumah berhamburan keluar menuju sumber suara.