Read More >>"> My Sweety Girl (Kamu di mana?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Sweety Girl
MENU
About Us  

Aku sedang terluka dan kamu malah menghilang tanpa disangka.

***

Maisha melewati koridor yang ramai karena waktu istirahat tiba. Matanya celingukan mencari sosok sahabatnya yang ijin ke toilet namun tak kembali padahal ia menunggu dengan sabar. Kali ini ia yakin ada yang disembunyikan cowok itu. Mendapati Dean tengah bermain gitar dengan temannya yang lain, Maisha mempercepat langkah dan berhenti di dekat kerumunan siswa yang bernyanyi tak jelas.

Melihat kedatangannya sontak mereka menghentikan aktivitasnya. Ia mendengus mendapati tatapan beragam, terlebih dari cowok berambut kribo yang saat ini senyum-senyum aneh. Jangan tanya bagaimana Dean yang kini berdecak. "Kenapa dek?"

Langsung saja deheman terdengar dari sekitarnya. Maisha mendesis kesal, ia sudah mengatakan pada kedua mahluk itu jangan memanggilnya 'dek' lagi tapi cowok di depannya tetap saja ngotot. Masalahnya di sana tidak hanya teman seangkatan saja tapi juga adik kelasnya. Pergaulan Dean memang lebih luas dibanding sahabatnya yang lain, pun kelakuan cowok itu yang kadang mengkhawatirkan. Tak ingin semakin lama tertahan di sana, Maisha langsung mengatakan tujuannya, "Lo liat Kenar gak? Dia bilang mau ke toilet tapi di tungguin gak balik lagi. Padahal gue nunggu sendirian di kantin tadi."

Terdengar helaan nafas dari Dean sebelum menggelengkan kepala.

"Kalau Rega lo liat gak? Mungkin aja mereka barengan."

Cowok itu hendak mengatakan bahwa kemungkinan Rega berada di ruangan OSIS namun kembali mengatupkan mulut, takut dugaannya benar kalau Ken juga ada di sana sedang melakukan aksi pedekate nya, "Gak liat juga."

Raut muka Maisha berubah kecewa, "Ya udah deh, kalau gitu gue ke kelas aja."

"Lah kenapa gak di sini aja, Cha?" semuanya langsung memusatkan perhatian pada cowok yang sedari tadi memperhatikannya dalam diam. Dean tertawa sedang Maisha mendelik sebal. Adik kelasnya itu memang tak sopan sekali memanggilnya seperti itu. Dasar Aryo!

"Apaan sih, males banget deket-deket sama lo," jutek nya langsung mendapat sorakan. Aryo sendiri kini menampakan raut patah hati nya. Namun, ia tak peduli terpenting sekarang adalah segera menuju kelasnya. Mungkin saja yang dicari sudah ada di sana.

Maisha berlalu berbarengan dengan para cowok di belakangnya kembali melanjutkan aktivitasnya bernyanyi tak jelas, meramaikan suasana koridor sambil sesekali menggoda kaum hawa yang lewat. Huh, mimpi apa Maisha memiliki sahabat macam Dean.

Di kelasnya cowok itu belum terlihat, hanya ada Rana yang sedang menekuni hobinya seperti biasa, game. Maisha berjalan lesu menuju bangkunya. Beberapa pesan sudah ia kirimkan pada Ken juga Rega yang mungkin mengetahui keberadaannya namun hasilnya nihil karena mereka tak membalas sama sekali.

"Ran," panggilnya pelan. Maisha menidurkan wajahnya menyamping, menghadap sahabat perempuannya. Yang hanya dibalas deheman. Maisha menarik handphone di genggaman cewek itu membuat si empunya mendesis kesal. "Apaan sih?"

"Kok gue ngerasa Ken berubah ya?" Ia kini menyangga wajah dengan lengannya, "dia itu sering ngilang tiba-tiba. Ran, apa gue salah kalau ngerasa takut kehilangan?"

Rana menatapnya intens lalu menggeleng, "Lo gak salah kok. Wajar aja sih apalagi kalian sahabatan udah dari kecil." ucap Rana kemudian menyentuh lengannya, tatapannya terlihat ragu, "lo ... em sorry sebelumnya apa lo ngerasain sesuatu sama Ken lebih dari yang lo rasain ke Rega sama Dean?"

Cewek itu tertawa, "Ya jelaslah Ran. Gue sama Ken kan udah bareng lama banget."

Rana menggeleng, "Bukan itu, maksud gue ... apa lo punya perasaan lebih dari sekedar sahabat sama dia? Semacam jatuh cinta."

Tawa Maisha terhenti. Ia menatap cewek di depannya dengan penuh kebingungan, sepertinya kata itu tak pernah terlintas di benaknya sama sekali, "C-cinta?"

Hening sejenak sebelum Maisha kembali bersuara, "Gue gak tau, Ran. Gue cuma gak siap aja kalau sewaktu kehilangan dia."

Rana mengerti kebingungan itu. Kebersamaan mereka selama lebih dari sepuluh tahun membuat sahabatnya tak bisa membedakan keduanya. Maisha sudah terlalu bergantung pada Ken, terlebih cewek itu yang sulit percaya pada seseorang. Ia juga masih ingat bagaimana susahnya untuk menjadi bagian dari hidup cewek itu.

"Ken, dari mana aja sih?" teriakan Maisha membuat lamunan Rana buyar. Di depannya wajah Ken terlihat tegang bahkan menyikut lengan Rega yang berdiri di sebelahnya. Namun, sepertinya sahabatnya tak melihat itu.

"Ah em iya maaf ya? T-tadi aku bantuin Rega ngetik laporan, iya kan Ga?" Ken melemparkan sebuah isyarat hingga cowok itu mengangguk kaku.

"Aku tadi nungguin kamu di kantin."

Mendengar itu, Ken menepuk dahinya. Ia terlanjur bahagia saat tahu bahwa Wulan berada di ruang OSIS sampai melupakan sahabat tersayangnya, "Aku bener-bener lupa gak ngabarin kamu. Maaf sekali lagi," Ken menyentuh lengannya, tak lupa tatapan teduh yang biasa ia berikan, "kamu jangan marah kayak kemarin-kemarin ya?"

Lagi-lagi Maisha hanya mengangguk, seolah apa yang keluar dari mulut Ken adalah sebuah ultimatin dalam bentuk halus yang tak boleh dibantah. Rana sebagai sahabatnya hanya menatap jengah dan kembali membuka aplikasi game yang tengah trand saat ini.

***

Semakin hari perubahan Ken terlihat jelas. Cowok itu yang rutin menelepon hampir tiap malam kini mulai jarang. Alasannya sering ketiduran karena capek sehabis latihan untuk turnamen futsalnya. Selain itu Ken juga selalu dan sibuk dengan benda canggih yang tak pernah lepas dari genggamannya. Tak lupa senyuman yang tak pernah luntur dari bibirnya, layaknya orang yang sedang dimabuk asmara.

Maisha mengeratkan genggaman pada tali ranselnya. Melangkah menuju kelas dengan  pikiran yang berkelana jauh. Perkataan Rana minggu lalu tentang ‘apakah dirinya mencintai Ken’ terus terngiang di benaknya. Setelah berpikir keras, ia tak bisa menemukan jawabannya. Namun, membayangakan Ken yang jatuh hati pada cewek lain membuatnya tak sanggup.

"Ngelamun aja sih?" Maisha melirik tangan yang sembarangan merangkulnya. Cukup tahu suara serak basah itu milik siapa.

"Yang pasti bukan ngelamunin lo, jadi gak masalah." Cowok itu terkekeh dan melepas rangkulannya. Kemudian memegang tangannya membuat Maisha menaikan sebelah alisnya dengan apa yang akan dilakukan cowok di sampingnya, "Mau ngapain sih lo?"

Yang ditanya malah melepas tasnya lalu menyimpan di tangan Maisha, Menepuk-nepuk kepalanya, "Titip tas gue ya dek."

Maisha membuka mulutnya tak percaya, terlebih saat cowok itu berlari kecil menjauhinya, "Dean, mau ke mana?" Dean membalikkan badan, tersenyum lebar. Maisha bisa menebak arti senyuman itu, "Dean gue laporin sama tante Ajeng ya, kalau lo bolos."

"Laporin aja kalau berani. Gak bakal gue bantuin lagi kalau digodain sama Aryo."  Maisha cemberut mendengar ancaman balik sahabatnya. Dean tertawa kemenangan dan melanjutkan langkahnya. Maisha menghembuskan nafasnya, melanjutkan langkah menuju kelas.

"Dean ke mana? Kok kamu yang bawa tasnya?" tanya Ken saat dirinya menyimpan tas cowok itu. Mereka memang berangkat bareng, tapi Maisha berbelok dulu ke toilet. "Biasa,"

"Tuh anak yah, gak kapok apa udah sering kena hukum?" gerutu Rega. Masalahnya Dean tak pernah jera sudah ketahuan bolos dan nongkrong di belakang sekolah atau warung seberang. Maisha sendiri kadang masih bingung kenapa bisa bersahabat dengan tiga cowok berbeda kepribadian itu. Kenar yang seperti murid kebanyakan, mengikuti ekskul futsal dan pramuka tapi sudah turun jabatan beberapa bulan lalu. Wajahnya terbilang cukup manis, termasuk cowok penyayang dan penuh perhatian meski kadang sikap jailnya muncul kalau sedang bersama Dean.

Setelah itu ada Rega sang ketua OSIS dengan sepak terjangnya di berbagai organisasi lain yang menakjubkan. Tubuh tegap meski wajahnya yang terbilang standar namun selalu berhasil membuat orang-orang segan karena wibawa dan sikapnya yang bijak.

Nah, lain lagi dengan Dean malah kebalikan dari keduanya. Cowok itu hobinya selain bolos adalah olah raga. Mau futsal, badminton, basket, semua diikuti. Wajahnya paling tampan dibanding kedua sahabatnya. Jujur saja pas awal-awal masuk SMA, Maisha pernah sempat naksir apalagi melihat kedua lesung pipi yang menggoda minta di tusuk itu. Namun ketertarikan nya buyar mengetahui sikap badung cowok itu. Bahkan pernah ketahuan merokok dan di jemur di tengah lapangan.  Rega sebagai ketua OSIS sampai frustasi memikirkan tingkah sahabatnya.

"Kamu sama Denis gimana?" Pertanyaan tersebut membuat perasaannya tak nayman seketika. Maisha mengambil buku dari tasnya, "Gak gimana-gimana."

"Kamu gak ada rasa gitu? Dia kan ganteng, pinter lagi." pujian cowok itu membuatnya bertambah bingung. "Ken, kamu kenapa sih bahas Denis terus?"

Ken tergagap, "Ya enggak papa sih. Aku rasa dia serius sama kamu."

"Dan kamu setuju kalau aku deket sama Denis?"

"Kenapa enggak? Dia keliatan bener-bener suka sama kamu."

Perasaan Maisha meluruh seketika. Ia ingin mengatakan ketidak setujuan atas ucapan cowok itu. Harusnya Ken tak mengijinkannya di dekati cowok lain seperti sebelum-sebelumnya, tapi sekarang? Bertambah jelas sekali perubahan pada diri sahabatnya.

***

Maisha turun dari bis yang mengantarkannya pulang. Ken hari ini katanya ada keperluan penting, pun sahabatnya yang lain jadi ia terpaksa pulang sendiri. Dan rasanya tidak enak. Tanpa memperhatikan sebuah mobil yang terparkir di halaman rumah yang di tinggalinya, ia mendorong pintu. Mendengar seseorang tengah bercakap-cakap di ruang keluarga, Maisha memelankan langkah. Mungkin sedang ada tamu, pikirnya.

"Tuh, Chacha udah dateng."

Ia mendongkak melayangkan tatapan bingung pada Sonya. Beberapa detik kemudian matanya membola mendapati sosok yang berdiri di samping tantenya. Maisha mengepalkan tangannya, tanpa menyapa ia hendak beranjak menuju kamarnya. Namun, tangannya terlebih dahulu di tahan. Ia menunduk memandang genggaman pada lengannya. Hangat tapi tak sampai terasa ke dalam hatinya, kecuali rasa sakit yang kembali mendera.

"Kamu mau ke mana sayang?"

Sayang? Panggilan itu membuatnya ingin tertawa.

"Kamu gak kangen sama mama?"

Maisha melepas tangan itu dari pergelangannya kemudian menatap datar wanita paruh baya di depannya, "Enggak, biasa aja."

"Cha," Maisha melirik Sonya yang memberikan tatapan tajam lalu kembali mengarahkan pandangan pada wanita dengan pakaian berkelas di depannya, "Mau ngapain sih mama ke sini?"

"Cha, yang sopan! Tante gak pernah ngajarin kamu kayak gitu." Mengabaikan peringatan sosok yang sudah mengasuhnya beberapa tahun ini, Maisha berbalik.

"Mama kangen sama kamu makanya ke sini. Jangan kayak gini, nak!"

"Bohong!" ketusnya, "kalau mama sayang, gak mungkin nyakitin aku. Kalian pasti mau dengerin apa mau aku!" Maisha mundur ketika sang mama hendak menggapainya membuat wanita itu berkaca-kaca.

"Kamu gak ngerti kondisinya, sayang."

"Bukan aku tapi kalian yang gak pernah mau ngerti. Kalian itu egois tau gak?" bentaknya membuat sang mama kaget. Maishanya dulu tak seperti ini, begitu penurut juga lemah lembut.

Maisha tahu emosinya hanya akan semakin menyakiti sang mama, makanya ia memutuskan pergi. Bukan ke kamarnya seperti tujuan awal melainkan keluar rumah. Mengabaikan panggilan kedua wanita paling berharga di hidupnya. Katakan kalau dirinya durhaka. Namun, lukanya terlanjur dalam. Perasaan rindunya tertutup kabut kekecewaan.

Maisha terus berjalan, air mata yang tak sadar meluruh dibiarkan nya. Di saat seperti ini hanya ada satu orang yang selalu mampu membuat perasaannya membaik. Maisha menekan panggilan untuk seseorang yang jauh di seberang sana. Ia menghela nafas karena setelah beberapa kali tak mendapat jawaban, "Ken, kamu di mana sih? Please, angkat. Aku butuh kamu."

Maisha menatap kendaraan yang berlalu lalang di hadapannya. Ia tidak memiliki tujuan selain cowok yang entah berada di mana sekarang. Maisha memutuskan menelepon Rega, tapi dia mengatakan tak tahu dan langsung memutuskan panggilannya begitu saja. Dean malah tidak aktif, cowok itu memang selalu menjadi yang paling susah dihubungi.

"Rana," lirihnya. Sahabat perempuannya itu biasanya sedang latihan karate, tapi mencoba menghubunginya tidak salahkan? Tepat panggilan pertama langsung diangkat.

"Halo Cha, kenapa?"

"Ran," Maisha kembali terisak, "L-lo di mana?"

"Gue baru abis latihan, mau pulang. Lo kenapa Cha?"

"G-gue ke rumah lo ya? Kenar gak bisa di hubungin." Cewek itu menghapus air mata dengan punggung tangannya.

"Posisi lo sekarang di mana? Biar gue jemput sekalian. Kebetulan gue bawa motor kak Raya."

Cewek itu mengatakan keberadaanya sekarang. Setelah menunggu beberapa menit Rana sampai di depannya dengan motor matic milik kakaknya. Melihat sahabatnya yang kembali hendak menangis melihat kedatangannya Rana langsung mengintrupsi. Menyuruh Maisha naik ke boncengan nya.

Barulah ketika sampai rumahnya ia membiarkan cewek itu menceritakan penyebab wajah sembabnya. Rana hanya bisa mengusap bahunya pelan, bagaimanapun ia bukan Kenar yang hanya dengan kehadirannya saja berhasil membuat Maisha tenang. Karena kelelahan, cewek itu akhirnya tertidur dan baru bangun saat magrib tiba. Beruntung keluarga sahabatnya menerima dengan baik, setelah di ajak makan malam bersama kedua orang tua Rana dan kakaknya yang ramah bukan main, ia kembali ke kamar.

"Gimana perasaan lo?" tanya Rana. IA memaksakaan senyumnya, "Udah mendingan."

"Tadi gue udah hubungin tante Sonya kalau lo mau nginep di sini. Di keliatan khawatir banget."

Cewek itu hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih tanpa suara.

"Mumpung belum terllalu malem, gimana kalau kita jalan-jalan. Mau gak?" tawar Rana karena kebingungan mencari cara untuk menghilangkan kesedihan sahabatnya.

"Ke mana? Males ah."

"Bioskop mau?" tanya Rana, "Biar gue yang bayar deh."

Mata Maisha berbinar seketika, "Mau, ayo! Tapi gue yang pilih film nya."

Melihat tingkah sahabatnya Rana terkekeh, "Tapi gak seru kalau cuma berdua deh. Gue ... coba ajak Dean gimana?"

"Boleh deh biar seru."

Bukan tanpa maksud Rana mengajak cowok itu. Dean adalah cowok paling bisa merubah suasana hati seseorang. Entah menjadi mengasikan atau menjengkelkan. Akhirnya Rana yang menghubungi cowok itu. Tumben sekali panggilannya langsung terhubung. Namun responnya membuat ia mendengus, Dean menyanggupi ajakannya dengan syarat minta di traktir. Cowok kok minta traktiran? Dasar emang Dean itu tidak tahu malu.

Setelah janjian di depan bioskop mereka akhirnya berangkat. Di sana Dean sudah mengobrol santai dengan orang yang dapat Maisha tebak adalah hasil sksd nya. Ia memilih duduk di samping Dean sambil menunggu Rana yang tengah mengantri untuk membeli tiket.

"Gue tadi telepon lo tapi gak aktif." Tahu bahwa dirinya tengah di ajak bicara,  Dean meringis, "Sorry, gue abis main sama anak-anak dan handphone nya ketinggalan.."

Maisha hanya mengangguk, mengalihkan tatapan pada lalu lalang di depannya. Sedang Dean yang tak biasanya melihat Maisha menjadi pendiam mengernyitkan dahi. Melirik cewek itu yang kini memandang kosong sesuatu di depannya.

"Dek, are you okay?" Dean menyentuh lengannya. Maisha terdiam sejenak lalu mengangguk, terlihat sekali ada yang tidak beres. Dean mulai memikirkan ajakan Rana yang tak biasanya, terlebih cewek tomboy itu memohon-mohon. Biasanya dirinya yang dibuat memohon.

"Gue baik, tadi cuma ada masalah keluarga sedikit. Gue butuh Kenar tapi dia gak bisa di hubungin dan Rega malah kayak ke ganggu banget saat gue telepon, padahal gue cuma mau nanya keberadaan sahabatnya," keluh Maisha, "gak salah kan gue ngerasa ke singgung?"

Dean menghela nafasnya. Sudah ia tebak kalau kedua sahabatnya itu berkomplot.

"Mungkin Ken lagi sibuk, Rega juga. Berpikir positif aja ya?"

Maisha mengangguk dengan wajah cemberutnya membuat cowok di sampingnya gemas untuk mencubit wajah itu. Hingga akhirnya terdengar ringisan kecil, "Sakit ih, Yan!"

Cowok itu malah tertawa kemudian menariknya untuk berdiri karena Rana yang berjalan ke arah mereka.

"Yuk, bentar lagi dimulai." Ucap Rana namun langsung tertegun melihat sesuatu yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Dean yang melihat tingkah cewek itu ikut menengokan badan, matanya melebar seketika.

Beruntung Maisha sedang berjongkok membenarkan tali sepatunya yang terlepas. Dengan sigap Dean ikut berjongkok, mengambil alih aktivitas cewek di depannya yang kini mengernyitkan dahi. Aneh saja, sejak kapan Dean bersikap seperti cowok di drama korea yang sering ia tonton?

Dean sengaja memperlambat ikatan pada sepatu cewek itu dengan ujung mata memperhatikan kedua sejoli yang berjalan menjauh. Cowok itu menghela nafas lega kemudian berdiri setelah mendapat senggolan dari Rana sebagai isyarat.

"Yan, kok cowok nyebelin kayak lo bisa sweet juga sih?"

Dean berdecak sebal, Rana sendiri malah menahan tawa dengan pertanyaan polos sahabatnya.

"Ran, ajak temen lo tuh. Gue duluan." kesal Dean memasuki ruang teater yang kebetulan sudah dibuka. Rana malah menertawakan sikap pundungan cowok itu kemudian merangkul bahu Maisha untuk ikut masuk.

***

#twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
injured
1216      655     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
14558      1700     4     
Romance
Mala dan Malto dua anak remaja yang selalu memperdebatkan segala hal, Hingga akhirnya Valdi kekasih Mala mengetahui sesuatu di balik semua cerita Mala tentang Malto. Gadis itu mengerti bahwa yang ia cintai sebenarnya adalah Malto. Namun kahadiran Syifa teman masa kecil malto memperkeruh semuanya. Kapur biru dan langit sore yang indah akan membuat kisah cinta Mala dan Malto semakin berwarna. Namu...
Warna Rasa
10842      1861     0     
Romance
Novel remaja
Ballistical World
8910      1702     5     
Action
Elias Ardiansyah. Dia adalah seorang murid SMA negeri di Jakarta. Dia sangat suka membaca novel dan komik. Suatu hari di bulan Juni, Elias menemukan dirinya berpindah ke dunia yang berbeda setelah bangun tidur. Dia juga bertemu dengan tiga orang mengalami hal seperti dirinya. Mereka pun menjalani kehidupan yang menuntun perubahan pada diri mereka masing-masing.
Pisah Temu
904      487     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Frekuensi Cinta
232      197     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
When I Found You
2659      883     3     
Romance
"Jika ada makhluk yang bertolak belakang dan kontras dengan laki-laki, itulah perempuan. Jika ada makhluk yang sanggup menaklukan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah perempuan." Andra Samudra sudah meyakinkan dirinya tidak akan pernah tertarik dengan Caitlin Zhefania, Perempuan yang sangat menyebalkan bahkan di saat mereka belum saling mengenal. Namun ketidak tertarikan anta...
NI-NA-NO
1331      602     1     
Romance
Semua orang pasti punya cinta pertama yang susah dilupakan. Pun Gunawan Wibisono alias Nano, yang merasakan kerumitan hati pada Nina yang susah dia lupakan di akhir masa sekolah dasar. Akankah cinta pertama itu ikut tumbuh dewasa? Bisakah Nano menghentikan perasaan yang rumit itu?
Purple Ink My Story
5939      1300     1     
Mystery
Berawal dari kado misterius dan diary yang dia temukan, dia berkeinginan untuk mencari tahu siapa pemiliknya dan mengungkap misteri yang terurai dalam buku tersebut. Namun terjadi suatu kecelakaan yang membuat Lusy mengalami koma. Rohnya masih bisa berkeliaran dengan bebas, dia menginginkan hidup kembali dan tidak sengaja berjanji tidak akan bangun dari koma jika belum berhasil menemukan jawaban ...
TAKSA
362      278     3     
Romance
[A] Mempunyai makna lebih dari satu;Kabur atau meragukan ; Ambigu. Kamu mau jadi pacarku? Dia menggeleng, Musuhan aja, Yok! Adelia Deolinda hanya Siswi perempuan gak bisa dikatakan good girl, gak bisa juga dikatakan bad girl. dia hanya tak tertebak, bahkan seorang Adnan Amzari pun tak bisa.