Aku menatap ke sampingku. Nampak ada seorang gadis yang sedang tertidur dengan lelapnya. Entah apa yang membuatnya hingga tertidur di sekolah. Tak tega aku membangunkannya, tapi aku jauh tidak tega jika dia harus di jemur di tengah lapangan dengan cuaca yang terik juga di saksikan setiap siswa di sini.
“Ayu,” Bisikku sambil memegang pundaknya. Tak mungkin jika aku memanggilnya saat pelajaran sedang berlangsung. Apalagi yang mengajar adalah guru yang paling ditakuti.
“Ayu bangun,” Masih dengan berbisik, aku menggoyangkan pelan pundaknya. “Heh!”
Inilah sulitnya membangunkan Ayu. Ia terlalu asik dengan dunia mimpi dan sering kali lupa untuk kembali ke dunia nyatanya. Aku menghembuskan napasku. Memilih menyerah dari pada membuat keributan yang membuat guru itu sadar jika Ayu sedang terlelap.
Aku kembali menatap ke depan dimana salah satu temanku sedang mengerjakan soal yang di tulis oleh pak Bambang. Bukan soal yang sulit, hanya memerlukan logika dan pengetahuan umum untuk menjawabnya.
“Coba lihat pada buku paket halaman lima puluh enam, di sana ada tugas kelompok, dan tolong kerjakan dengan teman sebangku kalian. Nanti bapak akan pilih secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi kalian di depan. Silahkan kerjakan!”
Aku melirik Ayu. Dia masih tidur. Lagipula jika dia dalam kondisi terjaga juga tetap aku yang akan mengerjakannya hingga tuntas. Aku menghela napas pelan. Meraih buku catatanku dan catatannya untuk menulis jawaban.
“Pada kondisi perekonomian yang terus memburuk, bahkan terjadi krisis ekonomi, kebijakan apa yang paling cocok diambil pemerintah?”
Aku mengerutkan keningku sejenak. Membuka lembar sebelumnya, membaca-baca sekilas materi yang ada di sana. Aku melirik Ayu, dia masih setia memejamkan mata. Rambut sebahunya menutupi sebagian wajahnya. Perlahan aku tersenyum memandang wajahnya sudah menumbuhkan sebuah jerawat di pipi tembamnya. Tak terasa kami sudah besar. Namun, wajah polos Ayu selalu menipuku. Orang-orang bilang jika Ayu memiliki wajah seperti bayi.
~
Aku mengambil robot-robotanku. Memainkannya seolah ia sedang terbang. Sambil bermain, aku berjalan menuju balkon. Memainkannya ke sana kemari. Sesekali kutekan tombol yang berada di belakang tubuhnya yang menghasilkan laser berwarna merah. Kuarahkan pada kupu-kupu yang sedang hinggap di pagar balkon.
“Mati kau monster kupu-kupu!”
“Dor-dor!” Teriakku sambil mengganti laser tadi dengan senjata pistol. Kupu-kupu itu terbang menjauh dariku yang masih terus mencoba menembakinya.
“Jangan lari kau monster!” Teriakku lagi sambil melempar mainanku ke lantai balkon dan berlari ke dalam untuk mengambil ketapel tak lupa dengan batu kerikil yang tadi sempat aku kumpulkan. Aku keluar dan langsung mencari keberadaan sang monster. Kupu-kupu itu ada di dekat pohon yang berada di depan rumahku. Kubidik kupu-kupu itu, dan mulai menarik karet ketapel dan juga pelurunya.
“Satu,” Hitungku.
“Dua…”
“Tiga!!”
Aku melepas tarikanku pada karet katapel dan peluru itu melesat. Tapi kupu-kupu itu sudah terbang lebih dulu. Dan sialnya peluru yang aku lempar malah mengenai kaca rumah yang berada di depan rumahku. Tapi masih dikatakan beruntung karena kacanya tidak pecah.
Aku menghela napasku dan mengusap dadaku. Kalau kaca itu sampai pecah mungkin aku akan dimarahi. Aku menatap kembali pada kaca rumah itu. Bulu kudukku berdiri saat menatap sosok menyeramkan menatapku dari kaca tadi.
“Aaa!!.. BUNDA ADA HANTU!!!!” Aku lansung berlari dari balkon.
~
Aku menghela napasku lega. Tugas kelompok dari pak Bambang sudah selesai dan menghabiskan hampir satu halaman. Aku meregangkan tanganku.
Aku menghadapkan tubuhku sepenuhnya pada Ayu yang masih tertidur.
“Ayu,” Panggilku lagi. Mumpung pak Bambang belum kembali. “Ayu, bangun.”
Aku mengguncangkan pundaknya lebih kencang. “Hem?”
Aku berdecak melihatnya malah membalikkan wajahnya. Kuambil botol minumnya. Membuka tutupnya dan mendekatkannya pada wajah Ayu.
“Bangun Tuan Putri,” Aku meneteskan air yang berada di dalam botol itu. Tak mungkin aku langsung menyiramkan semua air itu pada wajah Ayu.
“Yu, bangun nanti kalo pak Bambang tahu lo tidur di kelas lo bisa di jemur,” Aku masih meneteskan air minum itu pada wajahnya.
“Its!” Ia menepis botol itu dan segera mengelap wajahnya.
Aku menarik kembali tanganku. Menutup kembali botol itu dan meletakkannya kembali. Ayu berbalik menghadap padaku. Namun, gerakan tangannya terhenti. Aku mengerutkan kening dan mengikuti arah matanya.
“Bapak,” Ucapku tanpa suara.
~
Aku berusaha menahan tawa setiap kali melihat wajahnya masam. Aku hanya memandanginya dari bibir pintu kelas yang langsung menghadap padanya yang sedang hormat pada bendera. Entah sudah berapa kali ia dihukum seperti ini, yang jelas dia tidak pernah kapok.
Hukumannya akan berakhir saat jam istirahat telah berakhir. Aku dapat melihat dengan jelas bibir mungilnya itu sedang menggerutu tidak jelas. Rasanya aku kasihan melihatnya yang menjadi bahan tontonan murid-murid di sini. Menghormat pada bendera di jam istirahat tentu saja mengundang mata banyak orang.
Sebuah ide terlintas di kepalaku. Aku menegapkan tubuhku menghadap padanya. Ia memandang bingung pada diriku. Dengan tegas aku hormat padanya. Ia mengatupkan mulutnya rapat dan melotot ke arahku. Aku tersenyum sembari menurunkan tanganku dan membalik badanku masuk ke dalam kelas. Kujamin setelah ini ia akan marah-marah tidak jelas kepadaku.
~
Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, saat aku melihat seorang gadis di jendela rumah itu, aku tahu jika di sana ada seorang anak perempuan yang tinggal. Aku pikir itu hantu. Walaupun begitu aku tidak berani keluar rumah sendirian sekalipun itu hanya di balkon atau halaman rumah.
Hari ini aku membantu ayah membersihkan mobil, karena nanti sore ayah mengajak aku berjalan-jalan keliling kota. Sebenarnya aku tidak terlalu membantu ayah, aku lebih sering memainkan busa-busa yang ada di ember sedangkan ayah sibuk dengan mobilnya.
Aku meniup busa-busa itu ke udara dan aku menangkapnya kembali. Sampai aku tidak sadar sudah ada di depan gerbang rumah. Aku berhenti meniup busa-busa di tanganku saat mataku menatap sosok gadis kecil dengan pakaian hitam dan boneka beruang yang sudah usang dipelukannya menatap ke arahku dari balik gerbang rumahnya. Tatapannya sungguh membuatku ngeri sampai-sampai bulu kudukku berdiri.
Aku diam untuk beberapa saat, menatap gadis itu yang tidak mengalihkan pandangannya dariku. Aku meneliti penampilannya. Wajahnya pucat, rambut panjang kecoklatannya sedikit berantakan, dan yang paling mengerikan sekitar matanya sedikit menghitam. Benar-benar cocok menjadi hantu.
“Sayang, kenapa kamu berdiri di sini?” Tanya ayah sembari menepuk pundakku pelan. Aku tidak menjawab, masih memperhatikan gadis itu.
"Siapa dia?" Melayani ayah dan melihat ke arah gadis itu. Aku menggelengkan kepala pelan.
“Kenapa kamu tidak mengajaknya bermain?” Aku diam tidak menjawab. "Hai, nak kemarilah!"
Aku melihat gadis itu mengalihkan tatapannya pada ayah. Mereka menggulir gerbang itu dengan pelan. Terdengar suara decitan dari gerbang itu. Aku sudah gemetar di tempat. Apa ayah tidak takut pada gadis kecil itu. Dengan gerakan lepas gadis kecil itu mulai melangkah keluar dari gerbang.
"Aaaa !!!" Aku berlari masuk rumah saat aku melihat isi boneka beruangnya keluar. Dia pasti sudah membunuh boneka itu.
~
TBC
OLEH LUTHFITA