Loading...
Logo TinLit
Read Story - 2 Desember Aku Muslim
MENU
About Us  

2 Desember Aku Muslim!

Aku, Jennifer Ciaro. Seorang perempuan Katholik yang selama ini tak pernah sedikitpun membenci orang lain karena perbedaan keyakinan. Mungkin karena hidupku sudah modern-begitu kurasa- dan tak terlalu rutin menyibukkan diri dalam kegiatan gereja. Aku justru lebih banyak mengamati sudut kehidupan muslim sebagai suatu hal yang sangat menarik untuk ku kaji lebih dalam.

Kebetulan studyku masih berkutat dengan hal tersebut, jadi sembari aku mengamati tentu kepentingan penelitianku senantiasa terjalankan. Hipotesis sementaraku adalah, antara muslim dan semua orang disekitarnya ada hubungan yang lebih dari sekedar hanya bersaudara karena persamaan iman –kadang-kadang mereka suka menghormati penganut agama lain dan itu membuatku bangga- Meski sangat banyak yang kulihat juga ada yang melandaskan kebangsaan pada porsi yang lebih luas dari pada agama, tak jarang juga mengukur syariat berdasarkan kebudayaan. Yang satu ini, - hasil wawancaraku- mereka menyebutnya “Islam Nusantara”.

Ada banyak ragam dan jenis muslim ku rasa. Dari yang sangat alim –sebagai mana juga pada agama lain yang punya pastur, paus, dan orang-orang di kuil budha- sampai pada yang melenceng. Muslim sepakat menyatakan mereka sebagai golongan sesat yaitu aliran Ahmadiah dan Syiah. Tapi tak pernah ku dengar, mereka mempermasalahkan golongan lain yang tersembunyi. Sebenarnya juga tidak bisa disebut golongan, ku rasa lebih tepat disebut oknum –yaitu sekelompok orang- yang tidak sepenuhnya mau menerima semua kewajiban agama. Seperti memakai kerudung dan menjalankan sholat dan puasa. Namun ketika ditanya, mereka tetap mengaku muslim! “Ya, kita mah muslim yang biasa-biasa aja. Muslim Indonesialah, kalo lagi rajin ya sholat, kalo malas ya ngga dulu”. Ini menampar! Tapi itulah realitanya.

Mengabaikan itu semua, aku lebih tertarik pada golongan alim yang serius dengan keislaman mereka tetapi tidak juga mengabaikan dunia sebagai sesuatu yang patut untuk diperjuangkan. Sebagaimana cinta, -begitu ku baca pada sebuah tulisan yang berjudul “Kamu Cinta Allah dan Rasulullah” milik salah seorang temanku di Padang- mereka yang jatuh cinta akan melakukan apa saja demi sosok yang dicintainya itu. Dan muslim yang jatuh cinta pada kebesara Tuhan dan Nabi mereka itu sangat luar biasa! Bayangkan melakukan apa saja?

Kadang, tak kusadari. Aku mengagumi mereka. Ketika rasa kagum itu ku utarakan pada Louis tunanganku, aku lebih sering mendapatkan respon yang tidak menyenangkan. Dia lebih sering diam dan tak menggubrisnya sama sekali. Kemudian mengalihkan pembicaraan pada persiapan pernikahan kami yang kebetulan akan diadakan pada hari yang sama, 2 Desember.

Sebagaimana Louis yang tak tertarik mendengarkan hasil penelitianku. Aku juga tak tertarik untuk setiap ajakannya agar aku berhenti mengamati muslim. Menurutnya, kita –sebagai sepasang kekasih katholik- harusnya lebih banyak belajar di gereja.

1 Desember 2016. Pagi ini, tak ada rutinitasku diluar rumah. Aku hanya menonton televisi dan chatting dengan beberapa teman muslimku di seluruh belahan bumi Indonesia. Mereka terlihat besemangat untuk turun aksi 212 nanti. Aku turut menyemangati, karena menurutku itu sesuatu yang penting untuk dilakukan.

Berbeda dengan ku, Louis tidak senang. Karena menurutnya aksi itu hanya akan mengganggu resepsi pernikahan kami. “Aku tidak bisa membayangkan berapa banyak mereka besok bertebaran di jalanan seperti 4 November kemarin. Seseorang harus mencegah hal itu tetjadi, atau aku sendiri yang akan menyingkirkan mereka dari sana.” Louis memang sangat prinsip dengan katholik tapi dia bukan tipe katholik yang alim. Sehingga rasa kemanusiaan dan kasih sayangnya memang sangat tipis.

“Kau tahu Je –Je adalah panggilanku- kabar baiknya pemerintah mencegat kedatangan mereka. Tidak ada bus yang diizinkan untuk mengangkut masa, kabar-kabar buruk dari pasukan keamanan negara, dan juga kecaman keras dari mentri untuk seluruh mahasiswa yang terlibat. Ini luar biasa dan sangat membantu kita bukan?” Louis merangkulku memperlihatkan ekspresi lega.

Tapi tidak denganku. Pasukan keamanan? Bus dicegat? Kecaman mentri? Apa ini? Ini membahayakan mereka. Pikiranku melayang pada teman-temanku yang bersemangat untuk aksi. “Kalau mereka masih nekat turun. Kemungkinan terburuknya adalah, mereka datang ke sini hanya untuk mengantarkan nyawa!” Kalimat Louis semakin menyeramkan.

Aku mencemaskan mereka. Ku raih dengan cepat handphoneku di tangan Louis dan mulai menghubungi mereka. Bila aku tak dapat mengusahakan keselamatan bagi mereka, setidaknya aku sudah mengabarkan peringatan bahaya.

Kemudian satu diantara mereka menjawab. Tak seperti yang ku kira. Jawaban yang benar-benar mengharukanku. “Bila ini memang adalah takdirku, dan 2 Desember besok adalah Jum’at terakhirku maka aku meminta maaf padamu atas semua kesalahanku. Aku bangga padamu karena tidak semua Katholik mencintai Muslim seperti kau mencintai kami. Semoga apa yang telah kuceritakan kepadamu bisa bermanfaat untuk study maupun untuk masa depanmu sendiri. Terimakasih atas peringatanmu, tapi insyaAllah aku akan tetap pergi. Bagaimanapun caranya, aku akan memperjuangkan bukti cinta Allah pada kami, meskipun hanya sepenggal surat dari AlQuran tapi itu adalah sepenggal bahasa cinta Tuhan.”

Aku terpaku pada layar handphone.  Ku ulangi membacanya. Sekali lagi dan kemudian air mataku mengalir. Menyebarkan titik-titik air di layar  dan pada lembar majalah di pangkuanku. Aku berdiri, ku tinggalkan Louis di ruang tengah dan pergi ke kamar.

Aku terharu, juga iba, sekaligus bangga. Aku tak pernah memperjuangkan sesuatu yang sebegitu besarnya seperti yang mereka perjuangkan. Aku bangga! Sisi lain, aku iba pada diriku sendiri! Yang selama ini hanya bisa mengamati dan mencintai, tapi tak pernah berani untuk sesuatu yang lebih besar lagi.   

2 Desember 2016, pukul 4.20 dini hari. Akhirnya, ini hari pernikahan kami dan juga hari aksi damai jilid 3. Aku dalam perjalanan menuju salon untuk makeup pernikahan. Dengan gaun putih dan kedua orang tuaku juga menemani. Diseberang sana, Louis sibuk menelponku memastikan semuanya baik-baik saja. Dia amat mencemaskanku. Sejak menangis di kamar, menurutnya aku tak pernah terlihat beres.

Aku duduk di kursi di belakang kemudi. Ayah yang menyetir kali ini. Katanya, “Pengantin harusnya dilakukan seperti ratu sehari”.  Dari kaca mobil ku pandangi sepanjang jalan. Pandanganku semakin tajam ketika kami melewati masjid. Mereka berpakaian putih dan tampak sangat ceria. Bisa jadi, ini keceriaan terakhir mereka. Hah, aku menghempaskan punggung ke sandaran kursi. Bayang-bayang buruk yang diceritakan Louis kembali menghantui pikiranku. Mereka tidak akan selamat! Tuhan, lindungi mereka? Kepada siapa aku barusan berdoa? Tentu kepada Tuhan mereka, Tuhan yang telah menimbulkan niat tulus di hati mereka. Bahkan untuk hanya mengantarkan nyawa! Andai aku seperti mereka. Merasakan bahagianya memperjuangkan bahasa cinta pencipta.

Pukul 7:30. Makeupku sudah setengah beres. Tinggal riasan wajah dan sedikit pernak-pernik di bagian tangan. Selebihnya seperti bunga, sepatu dan riasan kepalaku sudah selesai. “Kau sangat cantik anakku. Ibu tahu kau akan melalui hari ini dengan sempurna.” Ibu mendekap punggung tanganku dengan telapak tangannya. Senyum ibu begitu bangga. Tapi kebanggaan dari diriku sendiri tidak hadir bahkan ketika semua orang memuji kecantikanku sekalipun. Bagiku, bangga adalah ketika hatiku bisa menang mengalahkan akalku. Cinta akan islam sebenar-benar cinta kepadanya. Mencintai muslim dan akulah bagian dari segala sesuatu yang ku cintai itu. Menjadi seorang mualaf.

Sebenarnya tidak ada hambatan untukku melakukannya. Aku sudah bekerja, dan membiayai studyku sendiri. Tak ada ketergantunganku pada orangtua. Kalaupun mereka tidak setuju, aku tidak akan terganggu. Tak akan ada pengusiran dari rumah, karena aku tinggal di apartemenku sendiri. Louis juga tak pernah bisa menghalangiku, dia tak punya hak untuk itu. Jika memang dia mencintaiku, tentu ia akan menghargai apa yang kulakukan? Tapi mengapa akalku tak pernah sependapat? Akal dan hati yang selalu berperang, dan sampai detik ini aku masih menerima akal sebagai alasan masuk logika yang pantas untuk diterima.

Ibu memasangkan kalung ke leherku. Ku pegang dan ku pandangi liontinnya, salib. Aku tersenyum pada Ibu, mengisyaratkan terimakasih. Namun kemudian hatiku mempermasalahkan itu. Sejuta protes mengudara menembus pori-pori kepalaku. Menyatakan sikap tak setuju atas apa yang sedang ku kenakan. Kemudian akalku kembali membujuk, kau akan menikah di Gereja, dan inilah identitasmu! Biarkan semua muslim diluar sana melihatmu mengenakan itu dan coba lihat, apakah mereka mencintaimu sebagaimana kau mencintai mereka? Berhentilah membual Jennifer! Kau tidak akan pernah diterima. Aku melepaskan genggamanku dari salib itu dan memandangi diriku sendiri pada kaca besar di hadapanku. Tampak wajah dilema terombang-ambing dalam pertengkaran akal dan perasaan. Entah mana yang akan ku iyakan. Aku beralih meinggalkan bayanganku sendiri yang menyedihkan.

Pukul 10:30. Sudah waktunya meninggalkan salon dan berangkat menuju gereja. Kebetulah salon ini berada tepat diseberang gereja. Ibu mengiringiku menuju pintu. “Aku khawatir ada sesuatu yang terjadi padamu.” Louis datang menjemputku, harusnya dia hanya menunggu di gereja. “Mereka tiba-tiba datang kesini dan memenuhi seluruh penjuru kota. Aku tak menyangka ada sebanyak ini. Setelah semua ancaman itu, kedatangan mereka sangat gila. Dimana pasukan keamanan? Ku harap mereka cepat kesini. Mereka menghalangi jalan!” Louis menumpahkan sumpah serapahnya tepat dihadapan muslim yang sedang berjalan tertib. Dia berlebihan, tapi aku sedang tidak berselera untuk membantah kata-katanya. Dengan penampilan seperti ini? Dan salib terkalung dileher? Apa aku harus memarahi Louis dan membela mereka? Ku kira itu bukan ide yang bagus untuk dilakukan saat ini.

Kami masih menunggu, entah kapan akan berakhir. Bahkan Louis mengira mereka tidak akan selesai hingga matahari tenggelam. Agak berlebihan kurasa. Kami terus menuggu. Gaun ini terlalu berat untukku tahan. Aku mulai lemas. Tidakkah mereka mau berlapang hati sedikit? Membuka jalan sebentaar saja agar kami bisa lewat? Dalam otakku, akal semakin pongah memamerkan tuduhannya. Kau kira kau siapa hingga mereka mau memberimu jalan ha? Kau tidak lebih dari musuh bagi mereka. Iish! Aku mulai tidak senang.

Tiba-tiba, tak disangka seorang gadis kecil mengulurkan tangannya kepadaku. “Kakak mau ke gereja? Ayo sini, saya bimbing. InsyaAllah tidak akan kenapa-kenapa. Mereka akan membuka jalan.” Ujarnya sambil tersenyum. Aku terpaku. Malu pada diriku sendiri. Ini bukti nyata, jawaban atas semua kekhawatiranku selama ini.

Kami berjalan beriringan. Si gadis kecil di depan mengisyaratkan barisan untuk membuka jalan. Beberapa temannya yang lain menghampiriku membantu ibu memegangi selayar putihku yang panjang. Aku terharu, titik-titik tangisku berderai meluncur membasahi wajah. Aku semakin yakin, kali ini perasaanku memenangkan segalanya.

Sesampainya diseberang jalan, satu persatu dari mereka berpamitan. Ku cegat ia yang menghampiriku pertama kali. “Dik, bisaa, kaamu antar kakak ke masjid? Kakak amat mencintai muslim dan ingin menjadi seperti kalian.” Dia membelalakkan mata. Kedua telapak tangannya menutup mulut dan kemudian berkata, “Sungguh? MasyaAllah. Boleh.. Tentu saja boleh kak!” Dia bahagia, akupun begitu. Masih tak menyangka akhirnya aku bisa mengungkapkannya. Dan dia adalah orang pertama yang kuberitahu.

Meninggalkan gereja lalu pergi. Louis dan orang tuaku bertanya-tanya. Ada apa? Louis mengejarku dan mencegatku. “Kau tidak bisa pergi seperti ini Je!” Wajahnya masih sama, bingung bersama jutaan kata tanya. “Kau mencintaiku?” Dia mengangguk, “Tentu saja!” Ku lepaskan genggamannya denga halus. “Kalau begitu, terimalah keputusanku saat ini. Aku akan menjadi seorang muslim. Jika memang ingin menikah denganku, setidaknya kau adalah seorang lelaki muslim yang cukup syarat untuk ku jadikan seorang imam.” Ku tinggalkan Louis yang semakin bingung. Dan melangkah bahagia menuju mesjid. Tak ku sangka. 2 Desember disaat mereka sahabat-sahabatku memperjuangkan AlQuran, disini aku juga memperjuangkan keislamanku sendiri. 2 Desember, aku muslim!

Tags: Hijrah

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rencana Allah
363      269     1     
Inspirational
Sebaik baiknya Rencana kita, namun Lebih baik lagi rencana Allah,Allah maha mengetahui Apa yang terbaik untuk Hambanya
Isi Hati
501      356     4     
Short Story
Berawal dari sebuah mimpi, hingga proses berubahnya dua orang yang ingin menjadi lebih baik. Akankah mereka bertemu?
ALIF
1568      741     1     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan
Rewrite
9666      2793     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Berawal dari Hujan (the story of Arumi)
1141      613     1     
Inspirational
Kisah seorang gadis bernama Arumi Paradista, menurutnya hujan itu musibah bukan anugerah. Why? Karena berawal dari hujan dia kehilangan orang yang dia sayang. Namun siapa sangka, jika berawal dari hujan dia akan menemukan pendamping hidup serta kebahagiaan dalam proses memperbaiki diri. Semua ini adalah skenario Allah yang sudah tertulis. Semua sudah diatur, kita hanya perlu mengikuti alur. ...
Sekotor itukah Aku
22572      3869     5     
Romance
Dia adalah Zahra Affianisha. Mereka biasa memanggilnya Zahra. Seorang gadis dengan wajah cantik dan fisik yang sempurna ini baru saja menginjakkan kakinya di dunia SMA. Dengan fisik sempurna dan terlahir dari keluarga berada tak jarang membuat orang orang disekeliling nya merasa kagum dan iri di saat yang bersamaan. Apalagi ia terlahir dalam keluarga penganut islam yang kaffah membuat orang semak...
Intuisi Revolusi Bumi
1140      583     2     
Science Fiction
Kisah petualangan tiga peneliti muda
Ramadan di zaman nabi
2836      1409     1     
Science Fiction
Dahulu kala ziyad adalah umat nabi Muhamad di zaman sekarang ini. Namun, dia mati dan ya begitulah.
Lantunan Ayat Cinta Azra
7681      1454     3     
Romance
Lantunan Ayat Cinta Azra adalah kisah perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mung...
Take It Or Leave It
6382      2041     2     
Romance
"Saya sadar...." Reyhan menarik napasnya sejenak, sungguh ia tidak menginginkan ini terjadi. "Untuk saat ini, saya memang belum bisa membuktikan keseriusan saya, Sya. Tapi, apa boleh saya meminta satu hal?" Reyhan diam, sengaja menggantungkan ucapannya, ia ingin mendengar suara gadis yang saat ini akhirnya bersedia bicara dengannya. Namun tak ada jawaban dari seberang sana, Aisyah sepertinya masi...