'kresek kresek'
'kresek kresek'
'kresek kresek'
Remaja berusia 16 tahun itu berdecak sebal seraya menutup kedua belah telinganya yang caplang. Kembali meringkuk ditempat tidur empuknya. Menutup sekujur badannya dengan selimut tebal nya. Ditemani Lovi kesayangannya. Berulang-berulang suara itu terus menggema, bersahut- sahutan di sekujur tubuhnya. 2 kali, 3 kali, 4 kali. Ia terus mengabaikannya. Sampai kembali terdengar.
'wake up darl'
Sekelebat suara lirih terdengar di panca pendengarannya. Begitu halus, begitu dalam dan begitu tipis. Seketika bulu kuduk nya berdiri, merinding. Dieratkan pelukannya pada boneka kesayangannya itu - Lovi. Lalu mulai memberanikam diri membuka lipatan selimut yang menutupi kepalanya dengan perlahan. Hingga selimutnya sudah terbuka sampai batas perutnya. Ia membuka mata dengan perlahan.
Ditatapnya hening, menelusuri pemandangan disekelilingnya. Hampa, sunyi, bersih, dan suci (?) Semua itu nampak nyata. Tinggi menjulang, seperti pancang-pancang hijau tak bertepi. Nun mata jauh memandang, tak lain dan tak bukan hanyalah pohon dan pohon. Pohon yang belum pernah aku temui di buku paket IPA sekolah.
"Astagfirullah hal azim. Apa aku sudah mati? Kalau begitu apa ini surga?" Ia bangkit dari tempat tidur putih nya yang satu- satunya berada di hutan itu dengan masih berbalut piyama tidur. Ia mengernyit bingung, tak ada pintu kamarnya, tak ada meja belajarnya, apalagi lemari baju nya. Ia berulang- ulang kali bertanya dalam hatinya.
'Dimana aku berada?'
Karena sadar ada yang aneh, gadis itu perlahan menyusuri hutan gelap itu dengan beralaskan hampa. Tanpa arah, tanpa peta, tanpa kawan. Tanah yang dipijak nya terasa kering di kaki, sehingga tanah- tanah itu tidak menempel dikakinya. Dan lebih terasa seperti pasir. Ia tidak dapat melihat nya dengan jelas, karena sangat minim cahaya disana. Cahaya terbesar disana hanyalah bulan.
Ia kembali mencoba menafsirkan dimana ia berada sekarang, apakah ini suprise yang diberikan oleh ayah nya sebagai hadiah sweet seventeen nya? Dengan membawanya saat masih tertidur ke dalam hutan? Tapi mana ada seorang ayah yang tega membiarkan putrinya seorang diri didalam kegelapan yang haqiqi ini. Tidak mungkin ayahnya bertindak sejauh itu.
"Ayah... Ibu... Jika ini surprise dari kalian... Keluarlah sekarang juga... Aku tahu ini hadiah dari kalian... Aku sangat menyukai ini tapi tolong segera keluarlah..." Gadis itu berteriak dengan lantang tanpa bersifat membentak. Teriakannya menggema disegala sisi hutan. Tapi tak ada satupun suara yang menyahuti teriakannya.
Bukan hanya fisik nya yang lelah karena terus berjalan menyisiri area hutan tanpa tujuan. Dahaga nya pun meminta jatahnya. Dilirik sekelilingnya dan berusaha menilik adakah sumber mata air disana. Nihil, tidak ada sumber mata air.
'Cring!' Ia menatap sebuah cahaya bersinar namun berbentuk kecil. Dan terdapat 2 buah cahaya yang saling berdampingan. Penasaran, Ia perlahan mendekati cahaya tersebut dan terkejutlah Ia.
"Hey! Apa yang kau lakukan disitu? Kamu sendirian aja? Hah?" Gadis itu mengelus- ngelus tengkuk nya secara perlahan. Namun sepertinya yang ditanya itu tidak mengerti bahasanya. Gadis itu kagum pada makhluk didepannya itu. Matanya berwarna kuning cerah.
'Drap- drap'
'Drap- drap'
Sebuah suara menginterupsi perhatian 2 makhluk ini. Suaranya seperti langkah kaki. Perlahan namun pasti suara itu semakin jelas terdengar. Dan kucing yang dielusnya itu sudah pergi entah kemana. Ditelan lah ludah gadis itu dan berpikir ada yang tak beres. Ia memutuskan untuk mengumpat dibalik semak- semak sebelum langkah kaki itu menemuinya. Ia tidak tahu daerah ini, jadi bisa saja derap langkah kaki itu berniat jahat.
'Meow... Meow... Meow... Meow...'
Gadis itu mendengar dari kejauhan kucing itu bersuara. Sepertinya kucing itu ketakutan. Dan suara derap langkah kaki seseorang yang tadi pun hilang bersamaan setelah kucing itu bersuara.
'Ckitttt...!' Kembali, suara aneh muncul. Dari tempat yang kedengarannya dekat dari tempat persembunyian gadis itu berada. Namun kali ini, Ia tidak tahu suara apa yang didengar nya barusan. Jika terus berada disana Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya. Tanpa berpikir lama lagi, gadis itu berjalan meninggalkan semak- semak itu.
Berjalan gontai tanpa arah dan tujuan. Tanpa makanan apalagi minuman. Hanya bulan lah kawannya pada malam itu dan dihutan itu.
'Twing... Twing... Twing...'
Suara apa lagi yang didengar oleh gadis pirang berwajah menawan itu. Ia sekarang memberanikan diri untuk mendekati sumber suara yang didengarnya itu. Dengan langkah perlahan, sampai- sampai berjalannya saja tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
"Air???" Ditatapnya lemat- lemat pemandangan sejuk dihadapan matanya. Sampai- sampai bola matanya seperti mata ikan lohan dengan mulut terbuka. Tetesan air terlihat menetes dari sebuah goa. Yang dapat dipastikan, didalam goa itu pasti ada sumber mata air.
Bau anyir langsung menyerbak memenuhi indra penciuman gadis itu. Wajahnya nya langsung mengernyit. Memikirkan bau dominan aneh apa itu. Kaki polosnya pun menginjak tanah gembor goa yang basah. Mengedarkan pandangan menatap seisi dalam goa yang temaram. Dan mendengar gemericik air.
"Hush... Hush... Pergi sana..." Ia mengusir beberapa kelelawar yang sedang meminum air itu setelah memutari goa besar tersebut. Tak ada perasaan aneh dihatinya. Apalagi yang mengganjal. Ia hanyalah wanita polos dengan jiwa pendekar. Tak tahu rasa takut sama sekali. Dan terbanglah kelelawar- kelelawar yang sedang minum itu ke luar goa.
"Ada apa dengan semua ini. Aku ada dimana..." Gadis itu berujar sambil menatap cerminan wajahnya di kubangan air. Menatap wajah chubbinya yang sudah kumel. Lalu, Ia membasuhkan wajahnya dengan air tersebut. Ia pun tak tahu sekarang pukul berapa dan kenapa Ia bisa tersepak ketempat seperti itu.
Namun ada yang janggal, cerminan dari kubangan air itu bukanlah hanya dirinya saja seorang disana. Melainkan ada banyak wajah- wajah lain yang sudah tak terdeteksi lagi. Alias tengkorak- tengkorak berwarna putih yang dijejer rapih membentuk sebuah simbol. Simbol aneh, tak pernah dilihatnya sama sekali. Tapi ada satu benda, yang Ia sangat tahu apa itu. Dan milik siapa barang itu.
"Lovi...?" Bonekanya, Menggantung diatas goa, tepat ditengah- tengah simbol itu bertengger. Matanya mengedip- edip berusaha kalau itu hanyalah ilusi yang akan hilang sebentar lagi. Mulutnya berdecak sebal kepada orang yang berani- beraninya mencuri barangnya.
Gadis itu berjinjit- jinjit berusaha untuk menarik Lovi-nya dari bawah. Namun tangan pendeknya tidak sampai untuk menggapai boneka nya yang jauh diatas sana. Ia mencari berbagai macam cara untuk dapat naik keatas sana. Dan Ia tahu hanya dengan cara itulah dia bisa merebut miliknya kembali.
'Srrrkk... Srkkk...' Tanah dan bebatuan yang dipijaknya berguguran kebawah saat Ia meloncat ke dinding goa. Perasaan gugup jelas ada saat Ia berusaha untuk seimbang di dinding goa itu. Tapi Ia kembali menarik nafas dalam- dalam dan "Satu... Dua... Tiga..." Ia menancap gas dengan meloncat dari dinding goa itu ke tengah- tengah dari simbol itu. "Gotcha!!!" Teriaknya saat sudah lepas landas dan berhasil menarik Lovi- nya, mendarat dengan posisi tertelungkup.
"Eh? Apa ini?" Ia mengernyit bingung saat masih dalam keadaan tertelungkup matanya menatap tangannya yang menyentuh sesuatu yang aneh, berwarna hitam- putih? Mukanya tampak gusar dan bingung karena sesuatu itu sebelum Ia naik ke dinding goa tidak ada sama sekali. Beralih ke tangannya, Ia melihat keganjalan lainnya. Bayangan sesorang nampak jelas ada dihadapannya saat ini.
"Inareb ayn Uak libmagnem nahabmesrep uk." Ia mengedarkan pandangannya ke atas, menuju bayangan itu. Hati dan matanya belum siap untuk jantungan.
"AHHHHHH!!! ASTAGFIRULLAH HAL AZIM!!!! ALLAHU AKBAR!!!" Ia berlari luntang- lantung ke luar goa dengan sangat terkejut tapi untungnya tidak sampai jantungan. Dan tak lupa menggandeng tangan Lovi- nya. Sampai di luar goa pun matahari terik sudah menyapanya. Tapi ada satu kejanggalan. Masalah Hutan.
'Hutan itu belang.'