Pagi yang cerah, kicauan burung yang merdu. Hari minggu, yang dinantikan Gissel selalu ingin bangun dari ranjang tidur setiap jam 8 pagi. Ren Dan Gemi hanya melihat tubuh Gissel yang diselimuti badcover bergambar Minithepooh. Menggeliat, kalau Gissel tidak ingin bangun dari kasurnya sebelum alarm yang Gissel setel berbunyi.
Gemi dan Ren, meninggalkan Gissel dari kamarnya, kemudian beranjak menuju ruang makan. Orang tua Gissel sudah siap dimeja makan bersama Zio. Dan hidangan sarapan pun sudah disiap untuk disantap.
“Gissel tetap tidak mau bangun” tanya Nova, ibu Gissel.
“Iya tante” jawab Gemi.
“Kalau begitu kalian makan bareng kami” lanjut Jhosua, ayah Gissel.
Sarapan pun berakhir, Gemi dan Ren membantu merapihkan piring kotor ketempat pencucian piring. Setelah selesai merapihkan piring, Gemi dan Ren duduk disofa bersama Jhosua, Zio dan Nova. Kemudian, ponsel Nova berdering, raut wajah Nova menjadi datar melihat nama dilayar ponselnya.
Nova beranjak dari ruang tengah dan melangkah kearah halaman depan. Beberapa detik setelah Nova pergi, ponsel Gemi dan Ren bergetar. Mereka membuka ponsel bersamaan. Ada email dari pengirim yang sama beberapa hari lalu.
“Berhati-hatilah. Jaga Irgi dan juga, Mereka sedang mencari kalian.” Isi pesan dari putraa3@yahoo.com
Gemi dan Ren saling mentatap. Kemudian, mereka beranjak untuk ke kamar Gissel. Dibuka pintu Gissel dengan cepat, Gemi dan Ren terkejut melihat Gissel yang sudah bangun, dengan laptop yang di letakkan diatas bantal.
“Guys, udah beberapa hari ini, mobil Akila gak pernah keluar rumah.” ucap Gissel.
Ren dan Gemi melihat alat pelacak yang diletakkan dimobil Akila. Lingkaran hijau itu tetap pada tempatnya.
“Terus bagaimana? Sepertinya kita harus kembali kerumah ayah Gue” ucap Ren. Gissel setuju.
Kemudian Gissel dan Ren cepat merapihkan pakaian dan barang-barangnya, tapi Gemi hanya diam, memikirkan kalau ini adalah Rencana Akila.
“Jangan” ucap Gemi. Gissel dan Ren berhenti beraktivitas, menatap Gemi, yang juga menatap Ren dan Gissel secara bergantian. “Dari pesan email, kita harus menjaga Irgi, ayah gue. Dan mobil Akila, tidak memberi informasi apapun. Berarti, mereka sudah tau kalau kita sudah mensadap mobil mereka” lanjut Gemi.
“Jadi bokap lu—” ucap gantung Gissel.
Gemi membesarkan matanya, kunci mobil yang berada di nakas, segera diambil oleh Gemi, Gissel dan Ren, ikut bergegas, mereka menuruni tangga sedikit berlari. Ketika berada di ruang tengah, Nova, Jhosua dan Zio, menatap mereka dengan aneh.
“Kalian mau kemana?” tanya Jhosua.
“Kita ada urusan Dad” jawab Gissel. Mereka kembali melangkahkan kakinya, tapi dengan sedikit santai.
“Gissel makan dulu” lanjut Nova, memberhentikan jalan mereka.
“Mom, aku bisa makan diluar” rengek Gissel.
“Tidak, kamu harus makan dulu, baru pergi” ucap Nova, sedikit menekan.
“Okey, mom” jawab Gissel.
“Sel, gue otw duluan yaa” ucap Gemi. memberikan kunci mobil itu pada Gissel.
“Gue ikut” timpal Ren.
“Lu nyusul aja bareng Gissel, gue bisa sendiri. Gue duluan” kata Gemi, meninggalkan Gissel dan Ren, dan berlari keluar rumah.
Jhosua dan Zio hanya menautkan alisnya. Kemudian, kembali menonton televisi. Gissel dan Ren, berjalan cepat kedapur, dan diikuti Nova. Gemi berlari kedepan gang perumahan Gissel. Raut wajah Gemi sangat gelisah, dan nomor pak Cau, tak dapat dihubungi, membuat hati Gemi semakin takut.
Beberapa taksi yang lewat sudah Gemi hentikan, tetapi selalu saja sudah ada yang menempati taksi itu. Gemi berlari menuju rumah sakit, jarak antara rumah sakit dan perumahan Gissel lumayan dekat, jika memakai alat transportasi. Tapi, kali ini Gemi harus berjuang, berlari hampir 6 KM menuju rumah sakit.
Ponsel pak Cau tetap tidak aktif, Gemi berlari sambil memainkan ponselnya sampai Gemi tak sadar jika dia sedang menyebrang jalan, dan tak melihat situasi jalan. Pengendara moil ataupun motor, membunyikan klaksonnya. Gemi berteriak, tubuh Gemi tepat ditengah jalan. Kaki Gemi bergetar, ketika ingin menyebrang, mobil atau motor tak ada yang mau mengalah. Warga sekitar pun hanya menjadi penonton.
Disaat Gemi ingin melangkahkan kakinya, ada seseorang yang menarik tangan Gemi dari belakang, sampai tepi jalan. Gemi membulatkan matanya, rasa takut masih menyelimuti tubuhnya. Kemudian tersadar jika, orang yang menyelamati Gemi, sudah menaiki motor sport hitam.
“Tunggu!” teriak Gemi. Orang itu menoleh arah Gemi. “Bisa antar saya ke rumah sakit Ciputra, saya mohon” lanjut Gemi, kepada seorang pria yang sudah menolongnya.
Pria itu membuka kaca helmnya, no full face. Mata tajam menatap mata Gemi, kemudian dianggukan kepalanya, tanpa berkata apapun. Gemi langsung menaiki motor sport itu. Dan pria itu langsung, melajukan motornya.
Sesampai dirumah sakit, Gemi berterimakasih, dan langsung berlari kedalam rumah sakit. Melihat lift sudah penuh dengan para pengunjung, dan Gemi berlari kembali menuju ke tangga darurat, agar ingin cepat sampai kekamar Irgi.
Lantai 8, Gemi membuka pintu tangga darurat, dan kembali berlari menelusuri kaoridor rumah sakit. Kemudian langsung menggeser pintu kamar Irgi. Gemi terkerjut, napasnya sangat tak beraturan. Gissel dan Ren sudah tiba dirumah sakit duluan, dan sedang menjaga Irgi yang belum siuman hampir sebulan.
“Lu kenapa?” tanya Gissel.
Gemi hanya menggelengkan kepalanya, kemudian duduk disofa untuk merenggangkan tubuhnya. Kakinya diluruskan, dan memejamkan matanya. Tangan Gemi dirogohkan kesaku celana Gemi, mengambil ponselnya. Kemudian datanglah pak Cau.
“Ada apa kak. Maaf, tadi hpnya mati” tanya pak Cau.
“Saya mau tanya, apa ada yang datang, selama saya tidak menjaga ayah?”
“Ada kak. Namanya putra” jawab pak Cau.
Gemi menegakkan badannya, terkejut jika yang bernama putra datang menjenguk Irgi. Gissel dan Ren, menatap pak Cau dengan terkejut.
“Orangnya seperti apa pak? Masih muda atau sudah tua?” tanya Gemi.
“2 orang masih muda, dan satunya sepataran ayah Irgi” jawab pak Cau.
“Mereka ada yang menitip barang atau tidak?”
“Ada kak. Bentar saya ambil dulu” jawab pak Cau, berjalan menghampiri nakas kecil di sudut kamar. Amplop putih diberikan ke Gemi, Gissel dan Ren mendekati Gemi. kemudian pak Cau berpamitan, untuk kembali kerumah.
Gemi langsung membuka amplop itu, terisi kertas putih yang dilipat dengan rapi.
“Tidak ada lagi bukti yang akan kamu dapat. Karena dia sudah mengetahui rencana kalian!”
Gemi, Gissel dan Ren, saling menatap. Kenapa yang bernama putra tak mengirim mereka email, dan kenapa harus surat seperti ini. Gemi menyenderkan tubuhnya, di sofa dan diikuti Ren dan Gissel.
“Terus, apa yang harus kita lakukan?” tanya Ren.
Gemi hanya terdiam. Gissel pun sama, tapi beberapa detik kemudian. Gissel menegakkan tubuhnya, tangannya mengambil ponsel bersilikon Doraemon di meja. mengetik nama orang dikontak pencarian, kemudian menelpon orang tersebut.
“Gimana? Lu mau atau tidak?” tanya Gissel, ketika orang itu menerima panggilan.
“…”
Gissel terdiam, dan panggilan itu terputus. Wajah Gissel ketakutan, Gemi dan Ren melihat wajah Gissel berubah, saling menautkan alisnya.
“Gem. Kita harus tolongin Niko” ucap Gissel. Gemi dan Ren menatap “Niko dalam bahaya, hanya dia yang bisa bantu kita Mi!” lanjut Gissel, menggoyangkan tangan Gemi.
“Niko kenapa?” tanya Gemi.
“Dia gak jawab apa-apa, Cuma ada suara rasa nahan sakit. Dan terakhir gue lihat Niko, wajah dia penuh memar, lebih dari lu tonjok” jawab Gissel.
“Oke, Gissel lu ikut gue, kita kerumah Niko. Dan lu Ren jaga ayah gue, gue Cuma takut kita dijebak, kalau kita pergi bersama” ucap Gemi. “Satu lagi, Gissel telpon ka Zio untuk temenin Ren” lanjut Gemi, dengan senyum jailnya. Sedangkan Ren, membulatkan matanya.
Gemi dan Gissel berlari keluar kamar Irgi, Gissel menelpon Zio, untuk menjaga Ren, karena takut terjadi apa-apa. Langkah kaki Gemi dan Gissel dipercepat, menuju halaman parkiran.
Beruntung perjalanan tidak ada hambatan, mobil Gissel dilajukan dengan kecepatan lumayan tinggi. Kemudian tangan Gemi mengambil ponsel Gissel di tas mininya. Menelpon Niko, tapi nomor Niko sudah tidak aktif.
Tiba dirumah sederhana. Gemi dan Gissel, masuk kehalaman rumah Niko. Pintu rumah Niko tidak dikunci, Gemi dan Gissel masuk dengan sedikit ragu. Isi rumah yang begitu berantakan, banyak sampah dan baju kotor yang berserakan dimana-mana.
Gissel melihat Niko yang sedang tertidur diranjang kecilnya. Wajah Niko penuh memar baru, dan darah segar mengalir di sudut bibir Niko.
“Nik, lu kenapa? Siapa yang ngelakuin ini ke lu?” tanya Gissel penuh khawatir.
Niko membuka matanya sangat perlahan, kemudian menahan rasa sakit dibagian perut. “Lu? Kenapa lu kesini?” tanya Niko, suaranya sangat pelan. “Lebih baik lu pergi, A-Akila pasti bakalan balik lagi kesini” lanjut Niko.
“Gak, lu harus kerumah sakit, kondisi lu bisa ngebuat lu mati” ucap Gissel, membangunkan tubuh Niko.
Niko mendorong tubuh Gissel. “Gue bilang GAK!” ucap Niko, membentak. Kemudian rasa sakit diperut, membuat teriakan pada Niko.
“Niko!, gue itu peduli sama lu, gak ada penolakan bagi gue” ucap Gissel, kembali menarik tubuh Niko.
Gemi ikut membantu Gissel, membawa tubuh lemah Niko ke dalam mobil. Kemudian mobil vios hitam milik Akila datang. Akila keluar dari mobil, mata tajamnya terarah pada Niko yang sedang dimasukan kedalam mobil.
“Keluarkan Niko” ucap Akila.
“Untuk apa? mau memperlakukan Niko seperti Anjing lagi?” jawab Gemi.
Akila membesarkan matanya, “Bocah ingusan ini!” ucap Akila, menggeram.
“Lu antar Niko kerumah sakit, gue nanti nyusul” kata Gemi pada Gissel. Gissel, mengangguk, dan cepat masuk kedalam mobil dan melajukan mobilnya, dari rumah Niko.
“Ada tiga pertanyaan yang harus anda jawab” ucap Gemi. Memulai pembicaraan.
“Pertama, kenapa anda melakukan ini kepada ayah saya. Kedua, apa hubungan ayah saya dengan Handoko. Dan, Ketiga, masa lalu apa, yang membuat anda ingin ayah saya menderita?” lanjut Gemi.
Akila tersenyum. “Kenapa saya melakukan ini, karena saya dendam” ucap Akila, melangkah satu langkah.
“Hubungannya dengan Handoko karena mereka bersekongkol” lanjut Akila, kembali melangkahkan kakinya.
“Dan masa lalu, karena mereka—“ ucap Akila menggantung, kemudian tubuh Akila mendekati Gemi, dan membisik “Pembunuh”.
Gemi membulatkan matanya.
“Terkejut? Dan kamu pasti lebih terkejut, karena mereka telah membunuh adik Saya!” ucap Akila, dan menaikkan suaranya ketika Adik saya.
“Ayah saya tidak akan melakukan itu” ucap Gemi. datar.
“Kamu belum lahir, kamu tidak mengetahui apa-apa. Dan berhenti, untuk membuat saya akan masuk penjara”
“Jika ayah saya pembunuh, kenapa anda yang berada di balik sel tahanan itu” tanya Gemi.
Akila sedikit tertawa. “Karena, saya ketahuan warga. Jika saya, ingin membunuh ayah kamu” ucap Akila.
“Gila!” ucap Gemi. benar-benar tak menyangka, apa perkataan Akila yang keluar dari mulutnya.
“Gila? Iya saya Gila, KARENA SAYA INGIN MEMBUNUH KALIAN SEMUA!” teriak Akila. Memegang tubuh Gemi, begitu kuat.
“Kamu akan saya beri waktu hidup untuk mencari jalan keluar. Tapi setelah saya ingin kalian hancur, tak ada jalan tikus kembali” lanjut Akila, melepaskan tangannya dari tubuh Gemi. dan jalan menuju mobilnya.
“Saya tidak akan keluar dari permainan yang saya buat, karena saya tidak suka dengan kekalahan” ucap Gemi, membuat Akila menghentikan jalannya, dan Gemi berjalan, meinggalkan halaman rumah Niko.
Wajah Akila penuh amarah, menatap punggung Gemi, yang sudah berjalan jauh dari tempat Akila. Dan seulas senyuman menjadi akhir menatap Gemi.
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama