Part 13
Dalam perjalanan sekolah, Gemi menaiki bis untuk sampai sana. Raut wajah, yang terlihat dendam, dan amarah seperti sudah membeku dihati.
“Gue bisa menyelesaikan masalah ini. sendirian” ucap benak Gemi
Sesampai disekolah, semua tatapan mata dan bisikan pada Gemi. Banyak berpatisipasi dengan keadan Gemi, mulai mereka mengucapkan belasungkawa, berduka cita, dan bersabarlah. Dan itu hampir sekolah Mahardika, mengatakan hal yang sama. Gemi hanya tersenyum sedu, dan mengatakan iya, untuk pengakhirkan pembicaraan.
Kring!!!
Bel masuk berbunyi. Gemi duduk manis di bangkunya, ditemani Ren, yang asik membaca novel. Pak Gerno masuk, dan langsung memulai pelajaran Fisikanya. Gemi menyenderkan kepalanya di meja, dibentengi dengan buku paket fisika. Beberapa menit kemudian, pak Gerno mengetahui kalau Gemi tertidur disaat jam pelajaran.
“Gemilang!” panggilan pak Gerno, dengan suara 4 oktafnya.
Gemi membuka mata dengan cepat.”Waduh” ucap Gemi, Gemi tetap pada posisinya.
Kemudian pak Gerno datang dengan langkah kaki yang begitu cepat, dan langsung menjewer telinga kanan Gemi. Rintih kesakitan, mengisi ruangan Ipa 2. “Kenapa kamu tidur disaat jam pelajaran” tanya pak Gerno.
“Pak, Gemi tertidur karena, dia harus menjaga ayahnya” timpal Gissel.
Pak Gerno melepaskan jeweran itu. “Alasan” ucap pak Gerno meninggalkan meja Gemi.
Jam menunjukan pukul 10.15 wib. Waktu istirahat tiba, Gemi langsung meninggalkan kelas, tanpa berpamitan dengan Ren dan Gissel. Tujuan Gemi adalah kelas Ips, mencari seseorang yang udah membuat ibu Gemi meninggal.
XI IPS 3, Gemi berdiri di depan pintu kelas. Matanya sudah menemukan Niko yang sedang duduk memainkan ponselnya. Gemi mendekati Niko dan langsung menendang meja Niko, suara bising, dikelas seketika menjadi hening. Niko berdiri, menaruh ponselnya disaku celana, kemudian menatap tajam mata Gemi.
“Tamu tak diundang” ucap Niko.
“Lu juga”
Bugh!!!
Gemi memberi bogeman pada Niko tepat di pipinya, membuat Niko terjatuh, tak bisa menyesuaikan keseimbangan. Gemi membuang napasnya dengan kasar, dan murid di kelas hanya bisa diam.
“Lu pasti tau maksud gue apa” ucap Gemi.
Niko berdiri, merapihkan seragamnnya, dan mengusap pipinya yang begitu sakit. “Berhenti, kalau tidak mau mati” kata Niko.
Gemi terdiam, suara dan kalimat yang sama. Membuat emosi Gemi memuncak.
Bugh!
Bogeman meluncur tepat di wajah Niko kembali. Kali ini tidak ada yang bisa menghentikan Gemi, karena murid-murid dikelas itu, hanya bisa diam dan memvideo aksi Gemi. sampai akhirnya Gissel dan Ren datang, pak Gerno pun juga.
“Berhenti!!” teriak pak Gerno.
Gemi sedang mencekram kerah seragam Niko, tak peduli teriakan pak Gerno, Gemi melanjutkan aksi itu, dan tetap mebogem Niko. Gissel dan Ren menahan Gemi, dan pak Gerno menahan Niko yang ingin membalas perbuatan Gemi.
Gemi terdiam ketika pak Gerno tepat ditengah-tengah mereka. “Kalian berdua, keruangan saya, CEPAT!” ucap pak Gerno.
Niko berjalan terlebih dahulu, kemudian Gemi yang diikuti Gissel dan Ren. Pak Gerno pun keluar dari kelas IPS 3. Dan semua siswa dan siswi yang menonton, bubar seketika, dengan sorakan tak kesukaan.
Diruang pak Gerno. Gemi melihat Niko yang sedang duduk santai dari ekor matanya. Rasa ingin mencakar masih terasa gatal ditangan Gemi. Sedangkan pak Gerno menatap tajam Niko dan Gemi.
“Siapa yang memulai duluan” tanya pak Gerno
“Dia” jawab Niko.
Gemi membesarkan matanya. “Saya tidak akan memulai duluan, kalau dia tidak berbuat salah pak”
“Jadi apa permasalahannya” tanya pak Gerno.
Gemi terdiam, dan Gemi tidak mungkin mengatakan kalau bundanya meninggal gara-gara Niko yang membuat alat medis di tubuh Resti lepas. “Dia seorang pembunuh” ucap Gemi.
Niko membulatkan matanya, menatap tajam Gemi, yang sedang menatapnya juga.
“Pembunuh?” ucap pak Gerno
“Hewan yang saya sayang, dia bunuh pak” lanjut Gemi, mengalihkan pandangannya kearah pak Gerno.
Niko mendelik, tak percaya Gemi bicara yang menyimpang dari kebenaran.
“hanya sebab itu, kamu membuat keributan disekolah” ucap pak Genro.
“Maafkan saya, pak” kata Gemi.
“Kamu dimaafkan. Tapi, kamu mendapatkan hukuman, yaitu lari keliling lapangan basket 20 kali” kata pak Gerno.
“Apa pak!, kenapa Cuma saya, kenapa dia tidak!”
“Niko tidak menyerangmu, bahkan liat wajahnya, penuh memar karena ulahmu” ucap Gerno. Sedangkan Gemi, menyesel jika dia berbohong tentang masalah yang dibuatnya. “Dan Niko, tugas kamu menghitung putaran lari Gemi” lanjut pak Gerno.
“Baik pak” jawab Niko, dengan senyum kemenangannya.
Gemi dan Niko keluar dari ruangan pak Gerno. Langkahnya menuju lapangan dibelakang sekolah. Sinar mentari begitu terik, membuat mata Gemi mengkerut.
“Cepat lari” kata Niko. Sedang duduk menatap Gemi yang berdiri 5 langkah darinya.
“Ini benar-benar gak adil. Lu benar-benar jahat” ucap Gemi, menghadap Niko, kemudian satu langkah mendekati Niko.
“Kenapa lu lakuin itu” lanjut Gemi. dengan satu langkah maju lagi.
“Kenapa dengan kehidupan gue” lanjutnya, Niko berdiri dari duduknya.
“Kenapa lu lakuin itu sama bunda gue” satu langkah tepat didepan Niko. Butiran air keluar dari mata Gemi.
“Apa salah keluarga gue!. Sampai lu lakuin itu!” ucap Gemi meninggi. menutup wajah, dan menjatuhkan tubuhnya ditanah.
Niko terdiam, mengingat kejadian beberapa hari lalu.
19.00 wib. Dirumah megah, cahaya lampu yang tak begitu terang. Niko berhadapan dengan wanita paruh baya yang sedang meminum secangkir kopi.
“Malam ini bunuh wanita itu” ucap Akila.
Niko membesarkan matanya. Tangannya bergetar.
“kamu pasti bisa melakukannya. Ingat, dengan kakakmu”
Niko mengangguk, kemudian Akila memberi satu amplop coklat, dan Niko mengambil amplop itu.
“Ingat, jangan sampai ada keliruan”
“Baik” jawab Niko,meninggalkan tempat itu.
Pukul 22.30 wib. Niko datang kerumah sakit, langkah kakinya menuju toilet pria. Niko menggantikan pakainnya dengan baju perawat pria dan juga sarung tangan, maseker, dan kacamata. Untuk penyamaran. Niko Keluar dari toilet, tangan Niko tak bisa diam karena getaran ketakutan, berada dibenaknya.
Niko masuk kedalam ruagan Vip Irgi. Hanya suara alat detak jantung yang mengisi ruangan itu. Niko melangkah maju dengan ragu, melihat wajah Resti yang pucat, teringat seseorang yang dia sayangi.
“Maafkan saya” ucap Niko. Melepaskan semua alat yang terkait ditubuh Resti. Setelah itu pergi meninggalkan ruangan Irgi. Tubuh Resti kejang-kejang, dan kemudian, suara nyaring, sangat menghiasi ruangan itu.
‘—‘
“Itu—” ucap Niko. Menggantung.
Gemi berhenti menangis, matanya menatap Niko. Gemi berdiri, menarik kerah seragam Niko, kemudian mendorong Niko. “Siapa yang suruh lu?” tanya Gemi.
“Gue gak bisa ngasih tau lu” jawab Niko. Meninggalkan Gemi.
“Akila?” ucap Gemi.
Niko berhenti dan kembali menghadap arah Gemi. “Jangan coba-coba lu lawan dia” kata Niko. Kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Gemi.
Gemi terdiam menatap punggung gagah Niko yang sudah melangkah jauh.
“Arrgghhhhh” teriak Gemi.
©©©©©
Perjalanan pulang menuju rumah Gissel. Tak ada satu pun yang berbicara, Gissel melihat Gemi dari kaca mobilnya, begitu lesu dan sedikit pucat. Gissel mengingat pertengkaran antara Gemi dan Niko dilapangan, ketika Gissel ingin memberi air minum untuk penenang Gemi. Gissel benar-benar tidak menyangka kalau Niko yang melakukan hal itu pada Gemi.
Sampai dirumah Gissel. Mereka keluar dari dalam mobil, Zio keluar dari rumah dengan pakai yang sudah rapi. Kemudian menarik Ren untuk ikut bersama Zio.
“Ren ikut aku yuk” ucap Zio, ketika Ren baru keluar dari mobil.
“Maaf ka, aku gak bisa”
“Please” mohon Zio.
“Aku, ada urusan ka” jawab Ren.
“Ren ikut aja, hari ini kita break dulu. Gue mau istirahat” timpal Gemi, kemudian masuk bersama Gissel yang dari tadi kegelian sendiri melihat kakak kandungnya.
Ren berpikir sejenak, kemudian meng-iyakan ajakan Zio.
“Oke, ayok” ucap Zio.
Gemi duduk diruang tengah. Wajah Gemi semakin memucat, kemudian memejamkan matanya. Gissel yang sudah mengganti pakaiannya, mendekati Gemi yang sudah tertidur.
“Gemi, tidur dikamar sana” ucap Gissel.
Gemi berjalan dengan tergontai, menaiki anak tangga, menuju kamar Gissel, dan langsung tertidur dikasur queen size milik Gissel. Waktu semakin petang, Ren belum juga kembali dan Gemi belum juga bangun dari tidurnya. Gissel mendekati Gemi dan meletakkan tanganya di kening Gemi, karena wajah pucat Gemi semakin terlihat jelas.
“Yaampun panas banget” ucap Gissel.
Gissel segera mengambil air kompresan untuk Gemi, dan beranjak pergi untuk membeli obat. Mobil Gissel dipakai oleh Zio, karena mobil zip milik Zio sedang berada di bengkel. Gissel berjalan kaki menuju apotik.
Setelah membeli obat untuk Gemi, Gissel segera ingin sampai rumah, karena kondisi Gemi, yang takut semakin memburuk. Ketika dipertengahan jalan, ada seorang pria yang merintih kesakitan, Gissel mendekati pria itu, dan melihat seragam sekolah yang sama dengan seragam sekolah Gissel.
“Niko” ucap Gissel. “Niko lu kenapa?” tanya Gissel.
“S-sa-sakit” ucap Niko terbata.
Gissel membantu Niko berdiri dan membawa Niko kedepan cafe Ramen yang tidak jauh dari tempat Niko. Gissel memesan makanan untuk Niko selama Gissel membeli obat untuk Niko. Gissel, kembali makanan yang Gissel pesan tak di sentuh sedikit pun oleh Niko.
“Kenapa gak lu makan” tanya Gissel, mengambil obat didalam plastic.
Niko hanya diam.
Gissel mulai mengobati luka diwajah Niko, tidak hanya diwajah, melainkan ditangan Niko pun ada, bahkan baju Niko pun, terlihat sudah tak pantas untuk dipakai.
“Lu kenapa” tanya Gissel.
Niko tetap diam. kemudian dengan sengaja, Gissel menekan luka Niko, dan membuat jeritan keluar dari mulut Niko. Gissel tersenyum, dan kembali menanyakan pertanyaan sebelumnya.
“Masalah antara anak dan ibu” jawab Niko datar.
“Eh, buset. Ibu lu ngelakuin ini sama anaknya sendiri” ucap Gissel, sedikit terkejut.
“Bukan ibu kandung”
Gissel mengantupkan mulutnya. Dan kembali membersihkan luka di wajah Niko dengan alcohol. “Niko” panggil Gissel.
Niko menatap Gissel yang serius mengobati wajahnya. “Lebih baik, kalian berhenti untuk mencari bukti tentang Akila” ucap Niko.
Gissel menunduk, Niko menjawab sebelum Gissel berbicara. Kemudian Gissel kembali mengobati luka Niko yang belum selesai.
“Lu bisa bantu kita?” tanya Gissel.
Niko memundurkan wajahnya. Dan tangan Gissel, sedikit menurun, kemudian membuang kapasnya kedalam plastic. “Gue gak bisa” jawab Niko.
“Kenapa? Apa yang membuat lu tunduk sama dia”
“Dia, akan membebaskan kakak gue dari fitnah yang udah dia buat”
“Fitnah?”
“Dia, perjarakan kakak gue, untuk menutupi kesalahan 1 tahun yang lalu”
Gissel terdiam sejenak. “Kita bisa bantu lu untuk membebaskan kakak lu. Dengan cara, lu ikut bantu kita, menangkap Akila. Dan kakak lu akan bebas” ucap Gissel memegang kedua tangan Niko.
“Gue gak bisa” jawab Niko, melepaskan genggaman Gissel.
“Lu bisa. Hanya, lu takut dengan Akila”
Niko menatap Gissel. Kemudian mengalihkan pandangan.
“Niko, gue percaya kalau lu gak mau ngelakuin hal itu pada ibu Gemi, dan gue juga percaya, kalau lu benar-benar tidak suka berkerja dengan Akila” lanjut Gissel.
Niko terdiam.
“Baiklah, mungkin lu butuh waktu untuk memikirkan hal itu, dan gue butuh jawaban dari lu secepatnya. Satu lagi, gue percaya kalau lu gak bersalah apa-apa” ucap Gissel, meninggalkan Niko, di cafe Ramen.
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama