“Ayah, bunda, cepatlah bangun, aku benar-benar kesepian” ucap Gemi, kembalinya menitihkan air mata.
“Berhentilah bermalas-malasan. Seperti ini”
“Bunda pernah bilang ke Gemi, jika tidur terlalu lama akan buruk bagi kesehatan”
“Ayah, Bunda bangun!!” suara tangisan Gemi keluar.
“Ayah dan ibu mu akan terluka, jika mereka melihat kamu seperti ini” ucap Angga, berada di belakang Gemi.
“Ba-bagaimana kakak bisa masuk” Tanya Gemi.
“Pintunya tidak di kunci” jawab Angga. “Gemi, ikut aku. Ada sesuatu yang mau aku tunjukan”
Gemi mengahapus air matanya, dan berjalan mengikuti Angga dari belakang. dan mereka berjalan menuju taman rumah sakit. Angga memberikan satu bunga tulip berwana ungu. Gemi tersenyum senang, sudah lama sekali Gemi tidak mencium aroma bau bunga tulip.
“Banget, suka banget. Kakak tahu aku suka bunga tulip dari mana?” jawab Gemi, penuh semangat, isakan tangisan pun luntur, setelah melihat bunga tulip.
“Tidak, karena aku tidak suka membeli bunga mawar”
“Oh.. terimakasih. Akan aku letakan bunga ini di ruangan ayah dan bunda” ucap Gemi. mencium kembali bunga tulip.
“Apa yang kamu suka, selain bunga?” tanya Angga.
“La Nuit”
“Kakak tahu artinya, ternyata kakak cerdas juga” ucap Gemi, dengan kekehannya.
“Kenapa suka?”
“Waktu umur ku 9 tahun, aku berlibur ke paris. Dan disana aku bertemu dengan lelaki seumuran ku. Dia selalu berada di luar rumah ketika malam hari, dan siang hari dia selalu berada didalam kamarnya.” jawab Gemi.
“Dia pasien Xeroderma Pigmentosum. Penyakit yang tak biasa, dia menceritakan banyak hal dari hidupnya pada malam hari, dan sebab itu, aku juga menyukai malam. Karena malam, mempunyai banyak cerita. Bahkan malam lebih indah dan tentram menurut ku”
“Apa aku termasuk kedalam ceritamu?”
“Itu pasti” jawab Gemi, dengan senyum manis. Membuat Angga mengacak-acak rambutnya.
“Kakak jahil” lanjutnya. Angga hanya tertawa.
Disaat mereka sedang bercanda gurau. Ponsel Gemi bergetar, Gemi meminta waktu untuk menjawab panggilan dari Gissel. Setelah beberapa menit berdiskusi, Gemi mematikan telfonnya. Ketika, Gemi membalikkan badannya, security tepat di belakang Gemi. beruntungnya Gemi tidak memiliki riwayat penyakit jntung.
“Kakak, sedang ngapain disini?” tanya security, sambil melihat sekeliling taman, dengan senternya. Walau terangnya lampu taman sudah memadai.
“Saya lagi, ngobrol sama teman saya” jawab Gemi menunjuk bangku taman. “Kemana kak Angga” lanjut Gemi. ketika melihat Angga, sudah tidak ada.
“Lebih baik kakak masuk, ini sudah malam” ucap security. Gemi mengangguk dan beranjak menuju kamar inap orang tuanya.
Sedangkan security tersebut, masih mencari laki-laki yang dimaksud Gemi barusan.
[Xeroderma Pigmentosum = penyakit kelainan pada kulit. Bila terpapar sinar matahari akan timbul luka bakar, bercak-bercak, dapat melepuh, dan muncul kerusakan pada DNA].
--------------------------------------------
Sabtu puku 08.00 wib. Rumah sakit Ciputra, tepatnya di toilet wanita. Ren, Gissel dan Gemi, sedang bersiap-siap, untuk melakukan misi kedua. So, mereka bolos sekolah. Gemi memakai baju seragam selayaknya ingin melamar kerja, Gissel dan Ren hanya memakai baju biasa. Dan mulailah petualangan cerita mereka.
Masih memakai mobil yang sama, yaitu mobil Gissel. Gissel yang mengendarai mobil, Gemi dibangku depan, dan Ren di belakang. Ren sibuk mencari keberadaan Akila. So, kenapa Ren berada di posisi itu, karena diantara mereka, Ren lah yang paling pintar.
“Ren, dimana lokasi Akila sekarang?” tanya Gissel.
“Gak tau, dari absen di kantor bokap gue. Dia belum datang”
“Kalau begitu, kita langsung ke kantornya aja” ucap Gemi.
“Gem, lu bawa alat pelacakkan?”
“Bawa, bentar” jawab Gemi, mencari alat pelacak didalam tas mininya, yang dia ambil dari ruang kerja ayahnya. “Ada” lanjut Gemi. memberikan alat kecil itu ke Ren.
“Kalau gitu, kita taro dimana, nih alat pelacak?” tanya Ren.
“Mobil” ucap Gemi.
“Tumben pinter lu” celetuk Gissel.
“Gue pintar dari lahir, lah lu pintar kalau dadakan aja” timpal Gemi. mereka berdua tertawa, sedangkan Ren, hanya menapat Gemi dan Ren.
“Begitu mudah mereka tertawa” ucap benak Ren.
Tiba di perusahan ayah kandung Ren yaitu Handoko. Ren turun dari mobil dan memeriksa seluruh mobil di parkiran di samping perusahaan ternama di jakarta. Mobil Honda hitam, berplat A 3456 KL adalah mobil yang selalu dipakai Akila. Ren meletakan alat pelacak itu dibagian bawah mobil belakang dekat ban. Setelah itu kembali menuju mobil Gissel.
“Gimana, Akila udah datang?” tanya Gissel.
“Iya, gue juga udah letakkin tuh alat dimobilnya. Tapi gue gak liat, mobil bokap gue ya?” ucap Ren,
“Mungkin belum datang” jawab Gissel.
“Yaa, kalau gitu gue masuk dulu ya. Ren lu jaga di luar, dan Gissel lu ikut gue masuk kedalam. Jaga-jaga disana” kata Gemi, mempersiapkan dirinya.
“Oke, SEMANGAT” teriak Gissel. Gemi menutup mulut Gissel dan Ren hanya tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya
Rencana dimulai :
Gemi masuk kedalam perusahaan, menemui maneger. Melihat sekeliling ruangan meneger, dan melihat foto Handoko di dinding ruangan tersebut.
Gissel, duduk di lobby, memainkan ponselnya. Berjalan mundar-mandir sesuka langkah kakinya.
Gemi, mengganti pakainya menjadi OB, mulai membersihkan ruangan dimulai dari Loby, dimana Gissel sedang menunggu, Gemi.
Gissel melangkahkan kakinya menuju toilet. Karena panggilan alam yang tak bisa di ganggu gugat. Awalnya toilet masih sepi dan tentram. Kemudian masuk 3 pegawai wanita, hanya merapihkan tata rianya.
“Gue benar-benar pengen keluar dari kantor ini. gue kesel banget, sama Akila yang jadi so penguasa” ucap salah satu pegawai.
“Terus lu mau kerja dimana” jawab temannya.
“Gue juga bingung. Gue itu kasihan sama pak Handoko, udah hidup sendirian, dan sekarang dia masuk rumah sakit” ucap pegawai pertama.
“Iya sih, diliat-liat pak Handoko wajahnya nambah pucat. Apa karma dari mantan istrinya. Gara-gara dia pernah selingkuh sama tuh nenek sihir” kata pegawai yang sedang memakai lipstick.
Gissel keluar dari toilet. Melihat satu persatu wajah pegawai tersebut. Dan berdiri disamping, wanita yang sedang mencuci tangannya di westafel. Gissel merapihkan rambutnya, kemudian 2 pegawai wanita itu, keluar tinggal satu wanita bernamtag Hana, yang masih merapihkan riasannya.
Gissel berdeham, “Mba, saya mau tanya. CEO perusahaan ini siapa ya?” tanya Gissel.
“Ada apa ya?” Ucap Hana, membalikkan pertanyaan Gissel.
“Maaf banget, tadi saya mendengar pembicaraan mba sama teman mba. Dan yang saya tahu juga, ini perusahaan punya pak Handoko, tapi kenapa yang megang perusahaan ini bernama Akila” penjelsan Gissel.
“Oh, CEO emang benar pak Handoko, tapi semenjak beliau sakit, yang ngandel semua ini Akila, bukan pak Wira sebagai maneger.” ucap Hana.
“Oh gitu, apa ada yang aneh semenjak…”
“Sepertinya saya harus kembali. Maaf ya” potong Hana. Bergegas merapihkan alat make-upnya.
Ren memantau dari dalam mobil, kemudian matanya melihat lelaki paruh baya, berjalan sendiri. Membawa map hijau.
“Pak Wira” ucap Gissel. Ketika melihat Wira yang sedang tergesa-gesa.
---------
Satu, dua, sampai ke tiga hari, sudah dilewati, Gissel yang berada di dalam mobil bersama Ren. Menikmati kebab berukuran besar. Menunggu Gemi yang masih didalam kantor. Beberapa menit kemudian, Gemi keluar dari kantor, bersama satu pegawai, wanita paruh baya
Gemi berlari menuju mobil Gissel. Air minum yang sudah di sediakan Ren untuk Gemi, membuat Gemi merasakan suasana seperti dipantai. Keringat Gemi begitu mebanjiri wajahnya.
“Ternyata, nyari uang itu kaya gini rasanya. Gue benar-benar ngerasa tulang gue mau pada copot”ucap Gemi, setelah menghabiskan air minum.
“Ini namanya pelajaran untuk kita semua. Menghabiskan uang seperti menghabis satu permen, dan untuk mencari uang, seperti mencari jarum di dalam jerami” timpal Ren.
Gissel membungkam dan tersenyum kikuk, “Lu sindir gue ya Ren” ucap Gissel.
“Gue gak sindir lu, gue bilangnya kita semua” jawab Ren.
“Udah-udah malah diperpanjang aja, kaya KTP. Keinget sama KTP gue kan yang belum jadi” celetuk Gemi, mencairkan suasana.
“Lucu kali” timpal Gissel, sambil memeletkan lidahnya. Sedangkan Gemi, Cuma memanyunkan mulutnya.
****
Gissel menghantar Gemi sampai rumah sakit, sesampainya di rumah sakit, mata Gemi menatap Angga yang sedang berdiri di taman rumah sakit. Langkah Gemi ingin mejumpai Angga.
“Ka Angga, ngapain disini?” tanya Gemi, tepat di samping Angga, yang sedang menatap langit, bertabur bintang.
“Melihat pelangi’ jawab Angga.
Gemi mengerutkan keningnya, kemudian melihat Angga yang sudah menoleh terlebih dahulu. Mata mereka saling bertatap, kemudian Gemi tertawa.
“Kenapa ketawa?” tanya Angga.
“Kakak, kepintaran kakak itu terlalu melebihi batas banget. Gak ada namanya pelangi di malam hari” ucap Gemi, dengan tawanya.
Angga tetap menatap Gemi “pelangi itu ada di mata kamu” ucap Angga.
Gemi berhenti tertawa, kemudian menoleh Angga seidkit canggung. Angga tetap pada posisinya mata elangnya masih menatap Gemi.
“Sumpah ka, itu receh banget” kata Gemi. mengalihkan pandangannya pada langit.
Angga tertawa, dan mengusap kepala Gemi. “Gemi, kakak mau kamu selalu seperti ini” ucap Angga. “Gapailah cita-citamu, sebagai Detective” lanjutnya.
“Kakak kenapa? Kakak mau pergi?” tanya Gemi.
“Enggak, kakak Cuma kamu ingat perkataan kakak” jawab Angga.
“Kalau begituingat juga perkatan aku. Jangan pergi, karena kakak, kakak terhebat bagiku” ucap Gemi, memegang tangan Angga yang begitu dingin seperti es.
Angga mengangguk, dan memegang kembali tangan Gemi.
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama