Untuk kesekian kalinya, malam menjadi suram!
Gemi menulis kata “La Nuit” pada lembaran baru di buku hariannya. Tidak sekali, dua kali Gemi menulis hal yang sama. Mungkin Cuma kata itu yang menjadi pertanda kalau Gemi sedang mengalami sesuatu yang tidak pernah dia lupakan.
Suasana malam di rumah sakit, dingin dan sunyi. Gemi berjalan sedirian di lorong rumah sakit, karena waktu menujukan pertengahan malam. Hanya beberapa suster dan pengunjung yang berlalu lalang.
Air mata Gemi terus mengalir, mata sembab dan wajah pucat sudah terlihat jelas. Jalan Gemi sangat tertatih, pikirannya kosong, tenaga untuk berbicara saja tak sanggup.
Ditaman rumah sakit, Gemi duduk di bangku taman. suasana di taman itu sangat sepi dan sunyi. Security yang menjaga malam hanya melihat dan memberitahu kepada Gemi agar segera masuk kedalam.
Tatapan mata Gemi kosong, suara isakan Gemi sedikit demi sedikit menghilang. Hanya lalulalang mobil dijalan raya, mengisi kesunyian itu. Gemi terhanyut dalam lamunannya, dan terbangun ketika Angga tepat berada di sampingnya, sedang duduk dan diam menatap arah depan.
“Kenapa kakak ada disini?” tanya Gemi.
“Aku mendengar, kalau ayah-ibu mu kecelakaan, dan aku datang kesini untuk menemani mu” jawab Angga.
“Itu terdengar konyol, kenapa berita ini cepat sekali tersebar luas”
“Teknologi, menjadi media penghantarnya”
“Bahkan aku tidak pernah melihat kakak memegang ponsel”
Angga mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Dan Gemi hanya tersenyum malu, melihat hal itu. Sedikit aneh jika, ada lelaki yang tidak mempunyai benda telekomunikasi yang canggih.
“Aku teringat dengan 1 tahun lalu, kecelakaan yang menimpa pemuda dan akhirnya tewas di tempat, itu membuat aku takut kehilangan seseorang yang benar aku sayang” ucap Gemi.
“Malam dimana kecelakaan itu menimpa dia, dan sekarang menimpa kedua orang tua ku. Dengan waktu yang sama dan dihari yang sama” lanjut Gemi.
“Kenapa mereka jahat terhadap ayah dan ibu ku” ucap Gemi dengan tangisannya.
“Jika kamu menangis, itu tidak akan membuat waktu berputar kembali, atau membuat penjahat itu menyesali kesalahannya” kata Angga.
“Iya, kakak benar. Aku harus menangkap Pelaku itu secepatnya” ucap Gemi. rasa dendam terlihat di matanya.
Hari demi hari Gemi lewati, dengan kondisi kedua orang tua Gemi tetap pada masa kritisnya. Sudah 4 hari Gemi tidak masuk sekolah, karena harus menjaga kedua orang tuanya. Hari semakin siang, suasana rumah sakit semakin berisik dengan adanya suara hentakan kaki.
Gemi menatap kedua orang tuanya dengan beberapa selang di tubuhnya, baju hijau terbalut di tubuh ayah-ibu Gemi dan suara alat pendeteksi mengisi ruangan VIP. Gemi menitihkan air matanya untuk kesekian kalinya.
“Tuhan, kenapa engkau membiarkan dia hidup di luar sana sedangkan ayah-ibu ku, menjadi batu di tempat ini” lanjut Gemi.
Gemi berdiri dari kursinya, mencium kening ayah dan ibunya. “Bunda, Ayah. Gemi pergi sebentar, Gemi mau mencari pelaku yang ngebuat ayah dan bunda seperti ini” ucap Gemi. kemudian melangkahkan kakiknya keluar dari ruang inap khusus kedua orang tua Gemi.
Ketika Gemi menampakkan dirinya di luar, Ren dan Gissel tiba. Membawa buah tangan, dan juga masih memakai seragam sekolah, hanya tas yang mereka tinggalkan di dalam mobil.
“Lu mau kemana?” tanya Gissel.
“Gue mau keluar sebentar” jawab Gemi, tanpa melihat Gissel.
“Jangan bohong” timpal Ren, menahan Gemi. “Kita sahabat. Dan lu gak bisa ngebohongin sahabat lu” lanjut Ren. Karena tingkah Gemi terlalu aneh.
“Oke, Gissel lu bawa mobil?” tanya Gemi. Gissel mengangguk “Kita bicarain ini di mobil Gissel” lanjut Gemi, kembali melanjutkan jalannya, dan diikuti Ren.
“Tapi ini buahnya” kata Gissel, menunjukan buahnya. Kemudian ada dua perawat lewat “Mba, tolong letakan buah ini di ruangan ini ya. Saya buru-buru” ucap Gissel kepada kedua perawat itu.
Tiba didalam mobil, Ren yang berada dibangku supir, dan Gemi di sebelahnya, di lanjut Gissel duduk dikuris belakang. Gemi masih terdiam, sedang mengatur napasnya.
“Lu masih ingat Akila” kata Gemi. Ren dan Gissel mengangguk.
“Dikafe, waktu kita mengkuti Akila, disana dia bertemu dengan pria yang sudah membuat orang tua gue kaya gini. Jadi setengah jam sebelumnya, tepat kita di clubbing, orang tua gue kecelakaan. Waktu dan hari sama seperti 1 tahun yang lalu, yang ngebuat kakak tiri Ren meninggal. Sebelumnya juga Tante Weni, mengalami hal yang sama, beruntungnya tidak terjadi apa-apa” penjelasan Gemi.
“Jadi ini semua, pada dalang yang sama?” jawab Gissel
“Iya, dan itu…” Gemi belum selesai bicara dipotong dengan Ren.
“Handoko” timpal Ren.
“Handoko, siapa” tanya Gemi.
“Handoko, ayah kandung gue” jawab Ren, menundukan kepalanya. “Terakhir gue ketemu dia kemarin malam. Dia ngasih map, dan dia bilang simpan dengan baik” lanjut Ren.
“Terus, kenapa ayah lu ngelakuin ini?” tanya Gissel.
“Gue gak tau sih. Nyokap gue gak punya musuh, selain bokap gue yang terus ganggu kehidupan nyokap gue setelah menikah” jawab Ren.
Gemi dan Gissel masih terdiam.
“Gue punya pertanyaan untuk lu. Ketika bokap lu ninggalin lu dan nyokap lu, apa ada yang aneh? Ya semacam selingkuh?” tanya Gemi perlahan
“Iya, dia selingkuh sama Akila, sekretarisnya sendiri Cuma itu yang gue tau” jawab Ren.
“Target kita ada 2. Pertama bokap lu, Handoko, dan Akila” ucap Gemi.
“Oke, diskusi udah selesai, sekaraang kita capsus” timpal Gissel, yang sudah siap menghidupkan mobilnya
Gemi,Ren, dan Gissel. Beranjak dari rumah sakit, dan menuju rumah Gissel yang tidak jauh dari rumah sakit. Masuk kedalam kamarnya dan mulai, membuat misi ke-2. Mereka duduk dengan cara melingkar, ditengah-tengah mereka ada beberapa buku tulis. Memikirkan rencana saja menghabiskan beberapa jam, dan juga sudah banyak kertas berserakan di lantai.
“Wahh… ini kapan selesainya, gue gak mau masuk tempat haram itu lagi” kata Gissel, merebahkan tubuhnya dilantai.
Gemi dan Ren pun ikut, merebahkan badannya. Menetralkan pikiran lebih baik dari pada terus berpikir, jika tidak dapat satu solusi pun.
“Guys, lu mikir gak, kenapa Handoko berbuat kaya gitu ke ayah-ibu Gemi” ucap Gissel.
“hampir ngecelakain, nyokap gue. Tanpa sebab apapun” lanjut Ren.
“Dan ini terlibat dengan 1 tahun yang lalu. Dimana Akila berkata Tidak takut sekalipun dengan polisi” tambah Gemi.
“Gemi, kenapa Akila tau kalau ayah lu polisi, yang gue denger, polisi rahasia atau detective itu sangat ketat dengan menjaga identitasnya” kata Ren.
Mereka bertiga, teridam. Detikan jam pun terdengar karena heningnya kamar itu. Kemudian..
“Wey, gue tau rencananya seperti apa” ucap Gissel, dengan jentikan jarinya. Dan memulai menulis.
Beberapa menit kemudian…
Gissel berhenti menulis, menyerahkan buku tulis kehadapan Gemi dan Ren. Ide yang dituangkan Gissel pada buku ini membuat Gemi dan Ren saling menatap detikkan kemudian Gemi tersenyum dan mengangguk. Ren juga menyetujui pendapat Gissel.
Misi ke-2 =
Mendekati Akila, dilakukan oleh gue, Gissel cantik. Dengan cara, masih cari caranya!!!
Gemi Menjadi OB di perusahaan Handoko. Menjadi tanggung jawab Gemi.
Ren menjaga, mengamati, dan memperhatikan target.
Note : pikir sendiri caranya, udah dapat masing-masing tugas, not ask-ask. Salam manis Gissel cantik.
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama