Suasana senja, menemani perjalanan Gemi pulang. Headset terpasang di telinga Gemi, memutar lagu Thrift Shop (ft. Wanz)- Macklemore & Ryan Lewis, sebagai pengusir kebosanan. Jarak rumah Gemi dan Ren tidak begitu jauh, karena rumah Ren berdekatan dengan sekolah.
Gemi berhenti berjalan, ketika melewati taman bermain. Teringat laki-laki itu, siapa lagi selain Angga. Langkahnya menuju bangku taman. Gemi memejamkan matanya, menikmati angin sore, dan tenggelamnya sinar senja.
Gemi membuka matanya, terlihat jelas sosok laki-laki yang Gemi sangat kenal tepat di samping kirinya. Menutupi matanya, seperti Gemi lakukan. Gemi melihat, wajahnya semakin pucat dan begitu lesu.
“Hei” panggil Gemi.
Angga membuka matanya, menatap binar mata Gemi yang sedang tersenyum senang.
“Sejak kapan lu disini?” tanya Gemi.
“Sejak kamu menutup mata”
“Lama banget dong. Sejam gue molor disini”. Ucap batin Gemi “Kenapa Kamu gak bangunin aku” tanya Gemi
“Itu cukup sopan, berbicara dengan yang lebih tua”
Gemi membungkam mulutnya, dari awal, Gemi selalu berbicara layaknya mereka sepantaran. Dan mungkin, karena Angga selalu memakai kata aku-kamu, itu mudah membuat Gemi sedikit terlatah dengan kata itu.
“Sudah bisa berteman dengan cewek itu?” tanya Angga.
“Cewek? Maksud kakak. Ren?” jawab Gemi dengan sesopan mungkin.
Angga berdeham dan mengangguk.
“Iya, dan sekarang aku mau bantu dia menemukan bukti-bukti lainnya” Gemi menutup mulutnya, dan menyetil mulutnya sendiri. Dengan polosnya Gemi berbicara seperti itu, pada seseorang yang baru saja Gemi kenal.
“Baguslah, karena penjahat yang sebenarnya belum tertangkap”
Gemi membulatkan matanya “Kakak tau”
“Ren, berubah sikap setelah kakak tirinya meninggal, karena kecelakaan 1 tahun lalu. Dia menolong Ren dan mamahnya ketika mobil itu ingin menabrak mereka berdua” penjelasan Angga.
“Jadi Ren seperti itu, bukan karena pacarnya. Tapi kakaknya. Dasar gossip” kata Gemi mendengus kesal. “Dari mana kakak tau” lanjutnya.
“Saya mengetahuinya, langsung”
“Maksudnya, kakak berada di tkp saat itu”
“Iya”
Gemi mengangguk-angguk kemudian bertanya. “Ka? Kakak sudah makan? Kenapa wajah kakak pucat?”.
“Aku punya penyakit Anemia, aku terihat pucat sekali?”
“Ehm.. kalau begitu, lebih baik kakak, jangan keluar malam, itu gak baik bagi kesehatan”
“Begitu juga kamu”
Gemi hanya tersenyum dengan gigi yang berderet rapi. Rasa nyaman pada Angga terasa di tubuhmya. sampai waktu berputar begitu cepat, Angga menghantarkan Gemi pulang. Sampai di rumahnya, Gemi menawarkan Angga masuk, tapi Angga menolaknya.
“Kakak gak masuk dulu?”
“Terima kasih, lain kali saja”
“Serius?”
Angga menangguk, dan menepuk pucuk kepala Gemi dengan lembut. “Selamat malam”
“Selamat malam” ucap kembali Gemi.
Gemi membuka pintu pagar, dan berjalan kedalam. Ketika Gemi ingin mengucapkan kata hati-hati, Angga sudah tak ada di tempatnya. Gemi mengedarkan matanya, dan mengangkat acuh pundaknya. Dan berjalan kembali kedalam.
Gemi duduk di kursi belajarnya, mengambil buku hariannya dan menulis kata “La Nuit” pada lembaran baru, dan menjalar pada ponsel yang bergetar di dalam tas kecil milik Gemi. Hanya nomor yang berada di layar, Gemi letakkan kembali ponsel itu, membiarkan panggilan yang nomornya tidak Gemi ketahui.
Nomor itu kembali menelfon. Geram sudah berada di wajahnya, meletakkan benda persegi panjang pipih itu di telinga kanannya. Belum saja, Gemi berbicara, suara dari sebrang sana yang mendahului pembicaraan.
“Lama banget angkat telfon, sesibuk apa sih lu” suara dari ponsel.
Gemi tertawa, suaranya benar-benar Gemi kenal, walau Gemi mendengarnya baru hari ini “Ren, sorry. Gue gak tau kalau ini, nomor lu” jawab Gemi dengan kekehannya.
“Terserah lu deh. Oiya gimana rencana besok?”
Gemi berpikir sejenak “Intinya, besok gue jemput lu. Soal rencana bukti, kita bicaranya jangan sekarang, gue tahu, pulsa lu gak akan kuat, kalau gue cerita lewat telfon” kata Gemi, tertawa puas. Sedang Ren memutuskan panggilannya, ketika Gemi sedang asik tertawa.
Bukan pulsa, melainkan Gemi belum punya rencana untuk dituangkan saat itu juga.
©©©
Jakarta, tahun 2016
Dijalan setapak menuju toko bunga. Gadis cantik memakai baju seragam SMP dan lelaki memakai seragam SMA. Mereka berjalan seakan tidak saling mengenal satu sama lain. Gadis cantik bernama Ren berjalan di belakang laki-laki SMA itu.
“Ka Girta, besok mau datang ke wisuda aku kan?” tanya Ren. Sedikit berlari, mendekati Girta.
Girta menghentikan langkahnya. Ren yang berada di belakang Girta, menabrak punggu gagah Girta. Girta membalikkan badannya, melihat Ren yang sedang mengusap keningnya, dan berkeluh sakit..
“Kalau jalan, lihat kedepan” ucap Girta, mengusap pucuk kepala Ren. “Iya, kakak akan datang” lanjutnya.
Ren yang sedang kesakitan. Menatap mata Girta, tersenyum kemudian teriak. Membuat Girta menutup kuping “Kakak janji ya. Janji ya” kata Ren, heboh.
“Iya, janji” ucap Girta, mencubit kedua pipi Ren.
“AAAAAAW” teriak Ren. Girta hanya tertawa, kemudian melarikan diri, agar tak terkena hantaman dari Ren.
**
Keesokan harinya. Kebaya Gold dengan rambut diurai, dan di beri hiasan di rambut Ren. Disekolah, Acara wisuda berlanjut dengan lancar, perpisahan membuat seluruh wisuda menangis terharu. Waktu menunjukan pukul13.00 wib, acara sudah selesai, dan Girta belum saja datang.
Ren duduk di bangku depan gerbang sekolah. Memegang bunga dan boneka yang dia dapati dari juniornya. Begitu banyak yang menyukai Ren, sehingga bunga mawar dan boneka yang didapati Ren begitu banyak, sampai dia harus membawa semua itu dengan kantong plastic besar.
Ting!
Suara rintong pesan berasal dari ponsel Ren. Tertera nama Kaka Terhebat.
“Ren, maaf untuk hari ini, kakak gak bisa datang ke wisuda kamu. Untuk perminta maafan kakak, nanti jam7 malam datang ke cafe biasa kita belajar” isi pesan Girta.
“Kebiasaan” gumam Ren.
**
Tiba dirumah Ren. Suasana ruang tamu begitu berantakan, benda-benda berserakan dimana-mana, mulai dari vas bunga, dengan belingan kacanya berserakan kemana-mana. Bingkai foto tergeletak di lantai, bahkan kacanya pecah.
Brak!!
Ren terkejut, mendengar suara keras, suara tangisan wanita terdengar sangat keras dan terisak. Ren berlari menuju sumber suara, dimana suara itu berasal dikamar orang tua Ren. Pintu kamar tertutup rapat, Ren hanya berdiri tepat di depan pintu dan mendengar obrolan dari dalam
“Kamu jahat, mas. Kamu benar benar jahat, kamu mau ninggalin aku begitu saja demi wanta brengsek itu!” Ucap Weni, duduk tak berdaya dilantai dengan kondisi sangat rapuh.
Handoko mendekati Weni dan menarik rambut panjang Weni dengan sekuat tenaga “Jangan kamu sebut, Akila seperrti itu”.
“Kamu benar-benar mencintai dia” ucap Weni menahan rasa sakit di kepalanya.
Handoko melepaskan tangannya, dan sedikit mendorong Weni. “Iya, jadi jangan halangi aku” ucap Handoko.
Mengambil koper hitam dan berjalan keluar, ketika Handoko membuka pintu kamarnya. Ren berdiri dengan air matanya yang berlinang. Ren menatap handoko sangat benci.
“Urusin ibu mu, ayah harus pergi. Jaga dirimu baik-baik” ucap Handoko, mengusap kepala Ren, tapi usapan itu di elak oleh Ren. Setelah itu, Handoko berjalan, meninggalkan Ren.
Rabu, 2018
“Ren. Ren. Ren cepat bangun, Wey bangun. Kebooo!” teriak Gemi dari balik pintu, dan mengetuk pintu kamar Ren berulang kali.
Ren membuka matanya, kemudian melihat jam menunjukan pukul 05.30 wib. Waktu masih pagi, masih ada waktu 15 menit lagi untuk Ren tidur, karena alarm ayam Ren belum berbunyi.
“Woi, KEBO!” teriak Gemi.
“BENTAR!” teriak kembali Ren.
Gemi terdiam, kemudian pintu kamar itu terbuka dari dalam. Dengan cepat Gemi masuk dan kembali menutup pintu.
“Lama banget sih lu. Gue ngebangunin lu hampir 10 menit. Gue juga berjuang bangun pagi demi lu” omel Gemi, melihat Ren, yang sedang mengambil seragam sekolahnya.
“Terus”
“Waktunya lu di make over”
Ren membulatkan matanya. Kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Ga”
“Ren lu itu harus berbeda. Biar satu sekolahan terpukau. WAAUUWW” jawab Gemi, berbicara waw dengan lebai, disaat mengambil Boneka ikan yang begitu besar.
“Ga”
“Kalau gak mau, gue juga gak mau bantu lu” ancam Gemi. memainkan boneka ikan nemo Ren, yang sangat besar.
Ren mengerutkan keningnya. Dan memajukan mulutnya dengan gemas. Kemudian Masuk kedalam kamar mandi yang berada di dalam kamar.
10 menit berlalu Ren keluar dari kamar mandi, sudah rapih dengan seragam SMA-nya. Gemi yang sedang tidur dikasur Ren, sambil memainkan game di ponselnya. Melihat Ren yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.
“Lu punya, alat make up kan?” tanya Gemi.
“Ga”
Gemi terkejut. Merubah posisinya, awalnya tidur menjadi duduk. “Seriouly?” ucap Gemi tak percaya. Jawaban Ren hanya mengangguk.
“Astaga! Ren”
Gemi menarik tangan Ren, dan duduk di kasur queen sizenya. Gemi mangambil ranselnya, dan mengambil tas bergambar panda berukuran sedang. “Merem”.
“Lu mau ngapain” tanya Ren.
“Gue mau ngerubah lu”
Ren mengelak, menutupi mukanya dengan boneka besar. Kemudian berlari, sana-sini. Gemi mengejar, berusaha untuk menangkap Ren. hampir 10 menit mereka melakukan adegan india. Kemudian Gemi duduk, menatap tajam Ren, dan begitu pula Ren berdiri juga memeluk boneka besar itu, menatap tajam Gemi.
“Ren, kalau lu gak mau ngelakuin ini, gue juga gak bakalan bantu lu!” ucap Gemi, nada mengancam.
“Kenapa harus begini!”
“Ren, gue itu gak suka liat lu berpenampilan beda jauh sama kehidupan asli lu. Dan juga ya, kalau kita mencari bukti, lu gak mungkin berpenampilan kaya gini kan” ucap Gemi, sedikit kesal.
Ren menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dan duduk di samping Gemi. Ren terdiam, matanya melirik wajah Gemi dan alat make up berulang kali. Mata Ren di pejam kemudian berkata.
“Oke gue mau”
Gemi menoleh tepat Ren yang masih memejamkan matanya. Gemi tersenyum dan kembali mengambil tas make upnya. Senyum Gemi mengembang, dan mulai untuk menata rias Ren.
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama