"pukul 20.00 wib terjadi kecelakaan antara mobil vios dan motor. Pengendara motor tewas ditempat dan pengemudi mobil melarikan diri. Polisi berusaha untuk mencari pelaku,tersebut" kalimat dari sebuah selembaran Koran lama yang sudah kusam, dan masih di simpan oleh Gemi.
GemGemi memasukan Koran kedalam laci yang sudah 1 tahun dia simpan, menjadi hal misterius baginya. Karena selama 1 tahun pelaku itu tidak juga di temukan. Ayah Gemi adalah polisi rahasia atau sering disebut Detective yang sekarang masih mencari informasi tentang kecelakaan tersebut.
Pekerjaan ayah Gemi mampu membuat keluarga mereka pindah kota, dan juga Gemi harus pindah sekolah. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Gemi melihat foto keluarga, yakni ayah, ibu dan Gemi. Tersenyum melihat wajah kecilnya pada usia 8 tahun di bingkai foto. Kemudian suara panggilan nama Gemi terdengar di balik pintu kamar Gemi.
"Gemi, cepat nanti kamu telat di hari pertama" suara lembut penuh cinta, yaitu ibu Gemi, bernama Resti. Gemi menjawab 'iya'
Gemi Meletakkan kembali bingkai foto dan mengambil ponsel di atas nakas dimana bingkai foto itu di letakkan.
Gemi keluar penuh senyuman dan juga kesenangan. Hidupnya penuh kebahagiaan, karena Gemi membenci kata Sedih. Orang yang sedih tidak pernah bersyukur apa yang telah Tuhan berikan, bahkan mereka akan semakin larut dalam kesedihan itu.
Mereka berpikir, ini akan terus dialami oleh mereka, melainkan itu tidak semestinya, jika mereka ingin bahagia, carilah dimana mereka mendapatkan kesedihan itu, dan jika bertemu pakailah kesedihan itu sebagai penompang menuju kebahagiaan.
Gemi duduk di kursi makan, melihat ayahnya yang sedang membaca koran dan segelas cangkir teh hangat di hadapannya. Sedangkan, ibunya sedang menyiapkan sarapan pagi.
"Hari pertama sekolah, mau ayah antar atau naik bis?" tanya Irgi ayah Gemi. Meletakkan koran, kemudian mengambil teh hangat sambil meminum sedikit demi sedikit.
"Hari ini ayah antar Gemi, kalau dia sudah tau jalan, baru dia naik bis" timpal Resti, meletakkan masakannya yang sudah siap.
"Iya, yah. Kalau soal pulangnya Gemi bisa naik bis, atau taksi, bisa jadi jalan kaki" jawab Gemi. Memulai makan sarapannya.
Perjalanan menuju sekolah. Lalu lintas yang di jalani Irgi dan Gemi adalah jalan tercepat menuju sekolah baru Gemi dan juga akan melewati tempat les yang akan Gemi masuki. Jalanan yang sangat sepi, tidak begitu banyak yang melewati jalan ini. Padahal disisi kanan jalan menuju sekolah Gemi, ada taman bermain yang masih terlihat terawat. Mungkin masih terlalu pagi, jadi tidak ada yang bermain pada jam sekarang.
Gemi memperhatikan taman itu, ada satu laki-laki yang sedang berdiri membelakangi jalan dengan pakaian jaket hitam dan topi hitam. Setelah itu, Gemi kembali menatap jalan depan.
Di depan gerbang SMA Negeri Mahardika. Irgi memberhentikan mobilnya tepat pada pintu gerbang. Gemi melihat siswa-siswi yang lalu lelang berjalan memasuki area sekolah. Gemi berpamitan pada Irgi, dengan cara mencium punggung tangan Irgi.
Gemi keluar dari mobil. Mengambil napas panjang setelah itu dihembuskan, pertama kalinya dia pindah sekolah, dan akan memulai beradaptasi dengan kota baru, sekolah baru, dan juga teman baru. Gemi melangkahkan kakinya memasuki lingkungan sekolah, yang pertama Gemi tuju adalah ruang guru.
Menelusuri Koridor yang sudah dipadati siswa-siswi Mahardika. Mereka menatap Gemi penuh tanda tanya. Wajah bingung dan datar menatap Gemi terlihat jelas pada wajah mereka. Tapi tidak dengan Gemi yang sangat tidak peduli dengan sikap mereka. Toh, Gemi anak baru, mungkin seperti ini wajah mereka ketika melihat anak baru.
Hanya sekali bertanya pada salah satu murid, Gemi sudah menemukan dimana ruang guru. Kemudian, membuka knop pintu setelah itu masuk ke dalam ruang guru. Salah satu guru berjalan mendekati Gemi dengan senyum anarkis, yang sudah di tebak kalau guru tersebut adalah guru BP disekolah ini.
"Kamu anak baru?" tanya guru itu dengan papan nama Gerbong Pantai S.pd.
"Iya, pak. Nama saya Gemilang Feronnika"
"Kalau begitu, tunggu"
Gemi mengangguk, setelah sedikit menunggu, suara bel berbunyi nyaring, karena pak Gerbong mengambil buku pelajaran dan juga buku absen.
Gemi mengikuti pak Gerno dari belakang. Senyuman Gemi tidak lepas pada wajahnya, bahagia kalau dia akan mendapatkan teman baru. Tiba didepan kelas 11-2 Ipa. Gemi memasuki ruangan itu, murid yang berada di kelas, seketika berbaur, duduk pada tempat mereka masing-masing.
"Hari ini, kalian mendapatkan teman baru, dan perkenalan jika bel istirahat tiba. Dan kamu silahkan duduk di tempat kosong" kata pak Gerno, menjelaskan kepada murid dan menunjukkan tempat duduk Gemi pada posisi paling belakang.
"Buka buku kalian, dan segera kumpulkan pr yang kemarin bapak berikan!" lanjut pak Gerno, membuat beberapa murid yang sepertinya belum selesai mencontek, dan juga ada yang menulis secara cepat.
Gemi duduk memperhatikan setiap wajah teman barunya. Kata menyenangkan terlintas di pikirannya, kemudian matanya terhenti pada gadis yang duduk di pojok dekat dengan jendela, dengan barisan bangku yang sama dengan Gemi. Switer yang dipakai gadis itu masih menempel pada tubuhnya, dan yang Gemi ketahui kalau sudah masuk jam pelajaran, murid dilarang memakai topi, bahkan jaket saja dilarang. Anehnya, guru tidak melarangnya.
Gemi tetap menatap gadis itu, yang sedang melihat arah luar sekolah dari jendela. Kemudian menoleh pada Gemi yang sedari tadi melihat gadis itu. Gemi tersenyum tapi tidak di balas melainkan gadis itu, kembali melihat awan dari balik jendela.
La Nuit
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama