Loading...
Logo TinLit
Read Story - Deandra
MENU
About Us  

Jumat, 13 Juli 2012 08:10 AM

 

Lapangan Parkir Sekolah

 

Deandra Wibisono

 

Sambil memarkir sedan putihku, aku melihat tulisan nama itu terpampang megah di bawah balkon sekolah ini. Nama yang aku banggakan, seorang siswi teladan tahun ini, yang namanya akan kuumumkan pada kelompok diskusi guru dan siswa siang ini.

 

Melihat binar bahagia dari siswi teladan ketika mendengar namanya kubacakan adalah kebahagiaan tersendiri untukku, dan aku selalu bersemangat menyambut hari-hari seperti ini, ya.. seperti hari ini, semangat!

 

Untukku sendiri, hal itu merupakan sebuah prestasi yang membanggakan, sebab memiliki siswi teladan membuktikan bahwa aku berhasil mendidik siswa-siswiku dengan baik, menanamkan etos kerja dan semangat pendidik yang baik kepada bawahanku, memunculkan satu lagi kesempatan promosi untuk membanggakan sekolah ini dan yang paling penting, akan mempertegas promosiku untuk menjadi dewan penasihat sekolah sekaligus wakil ketua yayasan yang akan dilaksanakan minggu depan.

 

“I’m awesome, I make everything awesome,” gumamku dalam hati mengafirmasi diri sambil mempersiapkan diri keluar dari mobilku. Setiap langkah pertamaku keluar dari mobil ini selalu kuperhatikan betul, karena itulah detik pertamaku harus memulai jiwa profesionalku di setiap harinya. Senyum harus menghiasi wajahku, langkah mantap, anggun nan berwibawa harus menghiasi jalanku menuju ke kantor yang terletak di lantai dua gedung ini.

 

Sapaan ramah dari bawahanku dan beberapa siswa yang berpapasan denganku merupakan rutinitas pagi yang selalu kusyukuri. Aku percaya, aku adalah pemimpin yang baik dan mereka sayangi, paling tidak itu yang kurasa, karena aku merasa sangat dekat dengan mereka.

 

Langkahku terhenti ketika melihat seorang siswi berdiri di luar kelas XII B, kelas dimana Deandra sang siswi teladan belajar. Gamitan tanganku pada hand bag yang kubawa mengendur ketika aku menyadari bahwa ternyata siswi tersebut adalah Dea. “Kenapa kamu nak, seharusnya ini hari istimewamu,” batinku sedikit kecewa dalam tanya.

 

“Kamu kenapa di luar Dea?” tegurku sambil menghampirinya. Dea sedikit melirik ke arahku dalam tunduknya. Sedikit kullihat ada semburat kemarahan dari matanya yang sedikit terhalang rambut tipisnya.

 

“Pelajaran siapa ini, Dea?” Aku menyendengkan kepala untuk mencoba melihat raut marahnya yang disembunyikan dalam tunduknya yang semakin mendalam. Mulutnya bergumam menjawab pertanyaanku, terlalu pelan sampai-sampai aku tak bisa mendengarnya.

 

Aku berusaha tenang, pikirku melayang mencoba mengingat dan meyakinkan diri bahwa aku telah mengimbau kepada semua guru untuk tidak melakukan hukuman fisik kepada siswa apapun alasannya, apapun hukumannya. Tapi aku mencoba berpikir positif bahwa siapa pun guru yang mengajar pasti punya alasan kuat untuk menghukum anak ini berdiri di luar kelasnya. Aku yakin, ini hanya salah paham.

 

Kuintip jendela kelas untuk melihat siapa guru yang menjatuhkan hukuman yang kunilai kontroversial ini. Aku melihat Ms. Viola duduk di kursi guru sambil mengurut keningnya. Matanya terpejam, bahunya sedikit bergerak naik turun mencoba menenangkan diri. Aku cukup kaget melihat Ms. Viola-lah guru pengajarnya, mengingat dia adalah salah satu guru kebanggaanku di sekolah ini. “Apakah dia menangis di kelas?” tanyaku dalam hati.

 

Lembut kucoba menghela nafas dan berpikir cepat tentang apa yang bisa kulakukan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Setiap kali ada kejadian seperti ini, aku selalu berpikir cepat dan bertindak tegas namun bijaksana agar semua masalah cepat terselesaikan tanpa ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

 

“Dea, Ms. mau bantu kamu, tapi Ms. mau dengar dulu apa masalahnya, sekarang kamu cuci muka dulu, tenangkan diri, kemudian temui Ms di ruangan kepala sekolah,”pintaku dibalas anggukan lesu olehnya.

 

Dea pun melangkah gontai ke arah toilet melewatiku yang masuk ke ruang kepala sekolah yang terletak di dalam ruang guru.

***

Jumat, 13 Juli 2012 10.50 AM

 

Kantor Kepala Sekolah

 

Mataku melayang melepas lamunanku tentang bagaimana rasanya menjadi wakil ketua yayasan, tak lama setelah perwakilan yayasan meninggalkan kantorku untuk membicarakan perihal tata cara upacara pelantikanku minggu depan. Kusapu pandanganku melintasi rentetan piala-piala dan penghargaan-penghargaan yang berjajar indah di sisi kantorku, sebagian besar didapat sekolah ini pada 10 tahun masa jabatanku di sini. “Anakmu hebat Pak,” gumamku sambil mengembangkan senyum ke arah foto almarhum bapakku yang terpigura rapi di tepi meja kerjaku.

 

Ketukan pintu membuyarkan lamunanku. “Pasti Dea,” pikirku yakin, sebab aku melihat dia urung mengetuk pintu ruanganku saat aku kedatangan tamu tadi. Dia pasti kembali ke kelas dan mengunggu saat yang tepat untuk menghadapku.

 

Wajah cemberut masih membuat wajah belia ini terlihat masam saat kupersilakan dia masuk. “Ada masalah apa Dea?” tanyaku lembut namun tanpa basa-basi, “kok kamu bisa sampai dikeluarkan?”

 

“Saya nggak tahu bu,” jawabnya datar, “Tanya sama Ms. Viola saja.”

 

“Pasti, nanti setelah kita selesai bicara,” jawabku mencoba tetap tenang walaupun sudah bertanya-tanya dalam hati, ada apa dengan anak ini? Kenapa mendadak dia ketus? ”Jadi ada apa?”

 

“Seingat saya, saya ketiduran, Ms. Viola datang, mengomel, dan mau menampar saya, dari pada ditampar, lebih baik saya keluar! Toh, saya juga sudah diusir!” katanya dengan nada yang mulai meninggi.

 

Aku pun terkejut mendengar keterangan darinya, belum pernah kudapati ada laporan buruk tentang Ms. Viola dan Deandra. Aku pun masih yakin ini hanya salah paham. Aku pun mencoba untuk menggali lebih dalam keterangan dari Dea. Tapi tampaknya percobaan yang kulakukan sia-sia. Setelah menyelesaikan kalimat dengan nada meninggi itu, dia hanya memberikan gesture-gesture yang menunjukkan bahwa dia sudah tidak mau berbicara. Kernyitan dahi, kerucutan bibir yang diikuti dengan buangan muka, dan keengganan melakukan kontak mata menjadi jawaban rentetan pertanyaan-pertanyaan investigatifku.

 

Kesabaranku pun mulai habis, sambil mengatur nafas dan berusaha untuk tetap tenang, aku mempersilakannya untuk keluar dan menemui Mr. Zain, guru BP di sekolah ini, dengan harapan dia akan lebih tenang dan bisa menguak lebih banyak informasi dan membantu menyelesaikan masalah ini, karena bagiku masalah adalah kudapan harian yang harus aku tuntaskan secepatnya, apalagi ini hari penting untukku dan juga Deandra.

 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Trip
956      482     1     
Fantasy
Sebuah liburan idealnya dengan bersantai, bersenang-senang. Lalu apa yang sedang aku lakukan sekarang? Berlari dan ketakutan. Apa itu juga bagian dari liburan?
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
4100      1663     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Tembung Lakar
863      527     1     
Mystery
P.S: Edisi buku cetak bisa Pre-Order via Instagram penulis @keefe_rd. Tersedia juga di Google Play Books. Kunjungi blog penulis untuk informasi selengkapnya https://keeferd.wordpress.com/ Sinopsis: Dahulu kala di Kampung Jinem, dipercaya ada kedatangan Sanghyang Asri. Padi layu menjadi subur. Kehidupan rakyat menjadi makmur. Kedatangan sang dewi membawa berkah bagi desa. Terciptalah legenda ...
Comatose
0      0     0     
Fantasy
Bagaimana jika state koma, tidak sesederhana kehilangan kesadaran? Bagaimana jika orang-orang yang mengalaminya, jiwanya terdampar ke sebuah dimensi ruang dan waktu lain. Dimana mereka bersaing untuk bertahan hidup dan kembali sadar?
What a Great Seducer Fist Series : Mengenalmu
17012      3058     6     
Romance
Bella, seorang wanita yang sangat menyukai kegiatan yang menantang adrenalin terjebak di dalam sebuah sekolahan yang bernama Rainwood University dengan profesinya sebagai Guru BK. Bukan pekerjaan yang diharapkan Bella. Namun, berkat pekerjaan itu takdir dapat mempertemukannya dengan Rion. Salah seorang muridnya yang keras kepala dan misterius. Memiliki nama samaran RK, Rion awalnya bekerja sebag...
Tic Tac Toe
516      412     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Dominion
247      195     4     
Action
Zayne Arkana—atau yang kerap dipanggil Babi oleh para penyiksanya—telah lama hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Perundungan, hinaan, dan pukulan adalah makanan sehari-hari, mengikis perlahan sisa harapannya. Ia ingin melawan, tapi dunia seolah menertawakan kelemahannya. Hingga malam itu tiba. Seorang preman menghadangnya di jalan pulang, dan dalam kepanikan, Zay merenggut nyawa untuk p...
The Boy Between the Pages
1884      1057     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Putaran Waktu
1004      627     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
Suara Kala
6976      2254     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...