Loading...
Logo TinLit
Read Story - 40 Hari Terakhir
MENU
About Us  

“Lalu, rencana selanjutnya apa?”

Di dalam tenda kaki lima, Raina sengaja memilih duduk terpisah dengan Leon dan ketiga adiknya, bergabung bersama Dion, Maria serta Milly yang tergabung via panggilan video.

“Karena jujur saya, gue belum tahu Nyokap bakal dirawat sampai kapan. Sedangkan kita diburu waktu, belum lagi tabungnya si Randy baru terisi berapa persen doang.”

“Raina benar!” Milly menyahut. Sama seperti yang lain, dia pun sedang makan malam dengan latar ruang tamu rumahnya sendiri. “Karena jujur, minta maaf itu nggak gampang. Bahkan sampai sekarang saja, bisa dihitung jari berapa yang mau balas pesanku.”

“Itulah kenapa gue dan Kak Dion sempat kepikiran buat langsung bawa Bu Mardian ke Jakarta.”

“Bagus itu, Kak Mar.”

“Justru itu, Rain.” Kali itu giliran Dion yang menyela. “Kami bingung bagaimana cara supaya nyokapnya Randy mau ikut. Belum lagi soal komunikasi, karena satu-satunya orang yang bisa menghubungkan kami dengan Randy itu cuma lo. Kalau lo nggak ikut, gimana caranya kita bisa nyambungin Randy sama nyokapnya?”

“Kalau itu sih gampang, Kak, kan bisa pakai video call.”

Dion dan Maria seketika saling pandang, menyadari betapa bodohnya mereka yang bisa-bisanya melewatkan hal itu. 

“Memang bisa?” Maria bukan bertanya ragu-ragu.

“Kayaknya sih bisa.”

“Yang jelas dong, Rain! Jangan modal kayaknya doang! Masalahnya, ini menyangkut nyawa orang lho,” protes Maria.

Dari tampilan layar ponsel Maria, Milly sempat menyeruput mi kuah yang dia makan sebelum ikut berkomentar, “Randy sekarang hanya berupa arwah, dan setahuku, berdasarkan film serta komik yang aku baca, arwah sangat sulit ditangkap menggunakan kamera.”

“Bagaimana kalau kita coba dulu?”

Usulan Dion langsung disetujui, tetapi mereka bahkan baru menyadari kalau yang dimaksud tidak berada di sana.

“Lo serius dia nggak ada di sini?”

“Iya, Kak Mar.” Raina celingukan ke sekeliling, berharap bisa nememukan sosok yang dimaksud di sekitar sana, akan tetapi nihil. “Padahal tadi dia masih ada lho.”

“Apa jangan-jangan dia ketinggalan di polsek?”

“Nggak mungkin, Kak Dion. Lha wong tadi saja waktu aku turun dari angkot dia masih ada. Malah sempat aku marahin karena nggak berhenti ngomel.”

*_*

“Entah apa yang ada di kepala si Rindu sampai bisa kawin sama laki modelan bokap lo, Rain. Apa mungkin bokap lo pakai guna-guna ya? Makanya mata Rindu ketutup dan nggak bisa melihat kebusukan itu orang.”

Karena tak mau dianggap gila oleh adik-adiknya, Raina hanya mendiamkan ocehan Randy sepanjang angkot berjalan. Barulah, begitu mereka sampai dan adik-adiknya meminta makan dan digiring oleh Leon masuk ke warung lalapan, Raina yang tak tahan memuncak juga.

“Bisa nggak sih omongan lo dijaga? Dari tadi lho gue dengar mulut lo nggak berhenti ngomong. Gue diam bukan berarti nggak marah ya? Gimanapun juga yang lo omongin ini orang tua gue.”

“Jadi, lo nggak terima?”

“Menurut ente?” Raina berjalan menyusul adik-adiknya, meninggalkan Randy yang hanya bisa melihatnya dengan tatapan kesal luar biasa.

Berhubung tak masih kesal, ditambah tak mau jadi penonton kelaparan, dia pun memutuskan jalan-jalan sendirian. Menyeberangi jalan raya, dan berniat menemui Rindu, hendak memastikan bahwa wanita itu sudah baik-baik saja. Tanpa Randy ketahui bahwa keputusannya tersebut justru berakhir –dia tidak tahu apakah ini kabar baik atau malah buruk. Yang jelas, Randy sekarang bersimpuh di atas lantai kamar mandi.

Tubuhnya terlalu lemah untuk bangkit. Pun napasnya terengah-engah, persis seperti orang tercekik. Persis seperti Rindu di hari itu. Randy ingat betul tatapan ketakutan yang ditujukan Rindu muda kepadanya sebelum tragedi terjadi.

“Kamu janji kalau ini nggak akan sakit, kan?”

Dengan penuh percaya diri Randy mengangguk. “Kalau sakit, nggak mungkin Papa dan Tante Asri mau melakukannya berulang-ulang. Malah, setiap kali keluar dari sini mereka selalu kelihatan bahagia.”

*_*

“Ini teman-temannya Raina ya?”

Dion dan Maria tersenyum, kemudian membalas uluran tangan lemah Rindu yang lebih dulu diajukan. “Cepat sembuh ya, Bu.”

“Terima kasih, sudah mau mengantar Rain pulang. Kalau nggak ada kalian, Ibu nggak bisa bayangin bakal kayak apa jadinya,” ucap Rindu tulus, sembari mengelus-elus tangan lembut Maria. “Oh iya, kalian tidur di mana selama di sini?”

Pertanyaan Rindu sangat wajar, mengingat baik Raina maupun kedua kawan dan kekasihnya sama-sama sepakat untuk tidak mengatakan hal sebenarnya pada wanita itu. Lagi pula, menyatakan bahwa mereka ke sana untuk mengantar arwah selebriti untuk bertemu orang tuanya, tentu bukan hal yang mudah diterima orang awam seperti Rindu. Bisa-bisa, mereka dianggap gila.

Meskipun, sepanjang acara makan malam hingga sekarang, Leon tidak berhenti melirik ke arah Raina. Dia merasa ditipu.

“Kenapa kamu nggak jujur dari awal?” Adalah todongan pertanyaan yang diberikan Leon beberapa jam sebelumnya, tepat begitu pemuda berambut tebal itu mengetahui rencana besar Raina dan kedua orang –selebriti, meski lebih cocok disebut asisten selebriti, tapi siapa yang peduli? Yang jelas, menurut Leon, mereka sering wara-wiri –yang bisa dilihatnya di media sosial itu.

“Memang kalau aku cerita kamu bakalan percaya?”

“Kapan aku pernah nggak percaya ke kamu?”

Raina seketika terdiam, menatap wajah serius Leon. Dengan bibir tertutup rapat, kedua alisnya turun. “Maafin aku ya, Sayang.”

“Jangan diulangi lagi ya?” Tangan Leon menyentuh pipi Raina, lalu dia tersenyum. “Aku nggak marah, tapi tolong terbukalah. Aku hanya nggak ingin kalau sampai terjadi apa-apa ke kamu. Toh, kamu juga baru kenal mereka.

“Untung mereka orang baik, kalau seandainya orang jahat? Terus kamu diculik, dibawa lari dan dijual ke luar negeri, gimana? Sementara aku di rumah nggak tahu apa-apa, tahunya kamu lagi kerja.”

*_*

“Menurut lo, nyokapnya Raina bagaimana?”

Dion yang sedang menyetir melirik perempuan di sebelahnya sebentar. “Nggak gimana-gimana sih. Wajar saja, namanya ibu-ibu, memang mau kayak gimana?” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan tak beraspal, yang tak punya cukup penerangan, yang sekarang mereka lalui.

“Bukan begitu maksud gue, Kak.”

“Terus, apa?”

“Lo merasa nggak sih kalau dia sebenarnya masih muda?”

“Namanya juga orang desa, masih banyak yang menikah dini di sini. Itulah kenapa kita sebagai orang-orang yang lebih beruntung pada akses pendidikan, ekonomi dan sosial harus lebih bersyukur.”

“Mungkin Kak Randy kalau nggak ikut bokapnya sudah jadi bapak-bapak anak 5 kali ya?” canda Maria.

Dion terkekeh. “Kayaknya nggak separah itu juga. Keluarga mereka kan berada. Nyokapnya Randy saja lulusan Ausie.”

“Oh ya? Kok lo tahu?”

“Gue sempat ngobrol sama beliau kemarin.”

“Mengejutkan tapi tidak mengherankan.”

“Maksud lo?”

“Karena sejak pertama kali gue lihat, Bu Mardian memang nggak kayak perempuan desa kebayangan. Bukan maksud gue merendahkan perempuan pedesaan, hanya saja …, sorry to say, lo pasti tahu lah bedanya.”

“Gimanapun juga, dia mantan istrinya Pak Sandy Bagaskara.”

“Yup. Mana mungkin orang kayak begitu cari istri sembarangan.”

Mobil mereka akhirnya tiba di tikungan jalan terakhir, itulah kenapa begitu berbelok mereka bisa melihat lampu rumah besar keluarga Randy terlihat dari kejauhan.

Namun, sebelum mobil memasuki gerbang, perhatian keduanya tertuju pada siluet perempuan yang berdiri di sana.

Dion segera mematikan mesin mobil, turun menghampiri Mardian yang mondar-mandir menunggunya. “Bu, kenapa di sini?”

“Saya munggu kalian.”

Kaget, Dion lanjut bertanya, “Kenapa? Memang ada apa, Bu?”

“Apa benar Randy kecelakaan?”

Bukan hanya Dion, Maria yang baru saja turun dari mobil seketika terdiam. Keduanya melempar pandang, tetapi sebelum menjelaskan semuanya, mereka sadar kalau perlu mencari tempat lain untuk memberi penjelasan.

Di sanalah mereka kemudian, di dalam ruang tamu. Dion duduk di sofa, berseberangan dengan Maria yang tengah memeluk Mardian, mencoba menenangkan wanita itu dari tangis.

Ibu mana yang tidak hancur saat mengetahui anak kesayangannya, yang sudah sangat lama tidak berjumpa dengannya, mengalami kecelakaan tragis? Ditambah fakta bahwa Randy dibenci semua orang di internet atas kelakuannya selama sehat. Mengingat, Mardian tidak pernah menduga kalau Randy setega itu.

“Dia mewarisi itu semua dari ayahnya,” gumam Mardian sembari mengelap muka dengan sapu tangan. “Harusnya dulu saya tidak memberikannya pada Mas Bagas. Ini semua kesalahan saya.”

Maria mengelus bahu wanita itu. “Jangan menyalahkan diri sendiri, Bu. Toh, itu kan hanya berita di internet. Orang-orang nggak benar-benar kenal sama Kak Randy. Dia baik kok. Kalau Kak Randy bukan orang baik, mana mau kami pergi sejauh ini untuk nyari Ibu?”

“Lalu, kenapa kalian tidak langsung memberi tahu saya?”

“Karena Randy nggak mau Ibu kenapa-kenapa.”

Muka Mardian berubah, heran. “Bukankah tadi kalian bilang dia masih koma?”

*_*

“Gue benar-benar minta maaf ya, Rain.”

“Nggak apa-apa kok. Santai saja.”

Raina sudah hampir tidur saat panggilan dari Maria masuk ke ponsel pintarnya, dan memintanya datang ke kediaman Mardian secepatnya.

Setelah mematikan telepon, Raina meraih jaket merah miliknya yang tadinya digunakan sebagai bantal, lalu dengan hati-hati berjalan melewati tubuh adik-adiknya yang tidur berjajar di atas tikar di bawah ranjang ibu mereka.

“Sayang?”

Langkah Raina terhenti begitu mendengar suara kekasihnya. Dia menoleh, menatap mata Leon yang ternyata masih segar. “Kamu belum tidur?”

“Harusnya aku yang tanya, kamu mau ke mana?” Tak ada pilihan lain, Raina pun menjelaskan apa yang terjadi pada Leon. Yang langsung direspon dengan, “Baiklah. Aku antar.”

Namun, masalah utamanya bukan itu. Karena sampai lewat tengah malam, Raina masih harus disibukkan dengan mencari Randy. Pria itu seolah sengaja menghilang. Dan semua diperparah oleh kenyataan bahwa hanya Rainalah yang bisa melihat pria itu.

“Apa mungkin dia sudah pulang duluan?”

“Nggak mungkin, Sayang.”

“Siapa tahu? Kan dia hantu.”

“Arwah, bukan hantu.”

“Sama saja.”

“Beda. Dia belum mati.”

“Iya, iya, arwah. Namanya makhluk halus, kan bisa pergi ke mana saja.”

“Masalahnya, dia mau naik apa? Dia saja nggak bisa teleportasi.”

“Ikut mobil Kak Dion?”

“Nggak mungkin. Aku lihat sendiri dia nggak ada di sana.”

“Terus ke mana dong?”

Raina menaikkan kedua bahunya bersamaan. “Tahu deh.”

“Atau begini saja, selama kalian di Jakarta, si Randy suka pergi ke mana?”

“Ya nggak tahu, Yang, kan aku bukan teman artisnya.”

“Sayang, maksud aku, setelah dia jadi arwah.” Leon mencubit pipi Raina. “Kamu ini.”

Raina mengusap-usap bekas cubitan yang tak sakit itu dengan tangan kiri, lalu berniat baik ke kamar sang ibu. Akan tetapi, baru beberapa meter, langkahnya terhenti. Raina menengadahkan kepalanya ke atas, memastikan bahwa sosok yang dilihatnya di atas atap gedung rumah sakit ialah sosok yang dicarinya.

*_*

Randy memejamkan mata kuat-kuat, sembari sesekali mengirup dan embuskan napas lewat mulut untuk menenangkan debaran jantungnya.

“Nggak! Nggak mungkin! Nggak mungkin Raina anak gue!” ucapnya pada diri sendiri. “Siapa tahu kalau Randy yang dimaksud adalah teman SMA-nya Rindu? Kan nggak ada yang tahu? Iya! Randy itu pasti Randy teman SMA Rindu.”

Semakin disangkal, semakin juga Randy ragu.

Dia mengacak rambut, kemudian memukul-mukul kepalanya sendiri dengan kedua tangan. “Kenapa? Kenapa Rindu nggak bilang kalau gue punya anak?”

Untuk pertama kalinya, Randy merasa sangat berdosa. Terlebih setelah sejauh ini dia menyaksikan kehidupan yang sudah dilalui oleh Raina. Dia menyadari bahwa mungkin, dirinya jauh lebih buruk ketimbang Siswoyo.

“Kenapa, Rin? Kenapa lo menyembunyikan hal ini dari gue?” rintihnya. “Seburuk itu kah gue sampai lo lebih percaya pria seperti Siswoyo buat jadi bapaknya Raina?”

“DICARIIN KE MANA-MANA MALAH DI SINI!”

Suara Raina spontan memaksa Randy menoleh. Gadis itu berdiri di ambang pintu, sementara di sebelahnya tampak Leon berjalan mengekorinya.

“Dia benar ada di sini, Yang?” tanya Leon ragu-ragu.

Raina menjawab tanpa menoleh, “Kamu tunggu situ dulu ya, Yang.” Langkahnya mantap menghampiri Randy. “Lo kenapa? Kok nangis?”

Randy buru-buru menyeka air matanya. “Nggak apa-apa. Kelilipan saja.”

“Beneran?”

“Dibilang iya, ya, iya.”

“Iya. Kenapa sih sensi banget?” gerutu Raina. “Gue hanya mau bilang kalau kita harus balik sekarang.”

“Baik? Ke mana?”

“Ke rumah nyokap lo. Dia sudah tahu semuanya.”

“Tahu apa? Tahu soal anak –”

“Anak siapa?” Raina menaikkan sebelah alisnya. “Lo punya anak? Dari mantan lo yang mana?”

“Bu –bukan begitu! Maksud gue, anak-anak di rumah sakit. Kasihan. Mereka kayaknya kesakitan banget diinfus dan –”

“Oh. Oke.” Meski tidak percaya, tapi Raina memilih tak membesar-besarkan. Karena mereka tak punya banyak waktu.

Sementara di sisi lain, Randy tak lagi bisa memandang Raina dengan cara yang sama. Dia bahkan tak berani menatap langsung ke mata indah gadis itu. Mata yang baru dia sadari, mengingatkannya pada dirinya sendiri.

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta Tau Kemana Ia Harus Pulang
8743      1609     7     
Fan Fiction
sejauh manapun cinta itu berlari, selalu percayalah bahwa cinta selalu tahu kemana ia harus pulang. cinta adalah rumah, kamu adalah cinta bagiku. maka kamu adalah rumah tempatku berpulang.
Paragraf Patah Hati
5821      1893     2     
Romance
Paragraf Patah Hati adalah kisah klasik tentang cinta remaja di masa Sekolah Menengah Atas. Kamu tahu, fase terbaik dari masa SMA? Ya, mencintai seseorang tanpa banyak pertanyaan apa dan mengapa.
Nuraga Kika
32      29     0     
Inspirational
Seorang idola sekolah menembak fangirlnya. Tazkia awalnya tidak ingin melibatkan diri dengan kasus semacam itu. Namun, karena fangirl kali ini adalah Trika—sahabatnya, dan si idola adalah Harsa—orang dari masa lalunya, Tazkia merasa harus menyelamatkan Trika. Dalam usaha penyelamatan itu, Tazkia menemukan fakta tentang luka-luka yang ditelan Harsa, yang salah satunya adalah karena dia. Taz...
DREAM
812      514     1     
Romance
Bagaimana jadinya jika seorang pembenci matematika bertemu dengan seorang penggila matematika? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah ia akan menerima tantangan dari orang itu? Inilah kisahnya. Tentang mereka yang bermimpi dan tentang semuanya.
Dialog Tanpa Kata
16345      4328     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
PurpLove
368      302     2     
Romance
VIOLA Angelica tidak menyadari bahwa selama bertahun-tahun KEVIN Sebastian --sahabat masa kecilnya-- memendam perasaan cinta padanya. Baginya, Kevin hanya anak kecil manja yang cerewet dan protektif. Dia justru jatuh cinta pada EVAN, salah satu teman Kevin yang terkenal suka mempermainkan perempuan. Meski Kevin tidak setuju, Viola tetap rela mempertaruhkan persahabatannya demi menjalani hubung...
Teater
22737      3182     3     
Romance
"Disembunyikan atau tidak cinta itu akan tetap ada." Aku mengenalnya sebagai seseorang yang PERNAH aku cintai dan ada juga yang perlahan aku kenal sebagai seseorang yang mencintaiku. Mencintai dan dicintai. ~ L U T H F I T A ? Plagiat adalah sebuah kejahatan.
Lovebolisme
148      130     2     
Romance
Ketika cinta terdegradasi, kemudian disintesis, lalu bertransformasi. Seperti proses metabolik kompleks yang lahir dari luka, penyembuhan, dan perubahan. Alanin Juwita, salah seorang yang merasakan proses degradasi cintanya menjadi luka dan trauma. Persepsinya mengenai cinta berubah. Layaknya reaksi eksoterm yang bernilai negatif, membuang energi. Namun ketika ia bertemu dengan Argon, membuat Al...
Catatan Takdirku
1021      658     6     
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa. Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya. Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
Segaris Cerita
527      290     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...