Loading...
Logo TinLit
Read Story - Manusia Air Mata
MENU
About Us  

“Menghadapi orang yang sedang mengalami trauma berat harus diiringi dengan kesabaran radikal. Tidak semua dukungan memang langsung diterima. Kamu bisa ditolak dan didorong menjauh. Dia seperti itu karena tahu bahwa kondisinya akan merepotkan.”

Arjun mengisap rokoknya yang hampir habis. Ini adalah batang kedua yang sudah ludes. Hanya asap-asap yang bergumul dari mulut dan napasnya yang menjadi teman setia sejak ia berdiri di depan pagar hijau bertulis “Terima Kos Perempuan”.

Sudah tiga hari ia berkamuflase sebagai penjaga kos. Ia sudah berdiri di sana pukul enam pagi, lalu baru kembali saat tengah malam. Namanya tiba-tiba saja sudah menjadi buah bibir delapan perempuan yang bertempat tinggal di Kos Bu Haji Iyah.

Selama tiga hari itu pula, ia sering berkonsultasi dengan psikolog secara daring. Ia ingin tahu sikap bagaimana yang dibutuhkan bagi seseorang yang sedang mengalami kegoyahan mental.

“Saat kamu mencoba menenangkan dan menghibur, dia cenderung menangis dan marah karena rasa sakit yang dialami terlalu dalam. Terkadang, kasih sayang bisa terasa seperti ancaman bagi orang yang selama ini percaya dia tak pernah layak dicintai.” Bu Diana menjelaskan dengan tenang dari Zoom. 

“Lalu apa yang harus saya lakukan? Dia terus mendorong saya, tapi saya takut dia kenapa-napa,” balas Arjun waktu itu. 

“Orang depresi bisa bersikap nekat kapan saja, usahakan tetap di sisinya meski mendapat penolakan. Seperti yang saya bilang, wadah kesabaranmu nggak boleh berkurang. Tunjukkan melalui aksi, jika kata-kata malah membuatnya makin marah.”

Berdasarkan petuah-petuah dari Bu Diana, Arjun sudah menyediakan lapangan sabar di dadanya. Ia sudah mengerti dengan konsekuensi yang akan dihadapi. Dan ia bersedia untuk menerimanya meski harus menjadi samsak bagi Mawar jika tak bisa mengontrol emosinya.

Ia ingin menunjukkan kegigihannya kepada Mawar, meski Mawar juga menunjukkan kekukuhannya dengan terus mendorong menjauh. Sejak keluar dari hotel, Mawar menutup mulutnya dan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Kini, ia bersembunyi di dalam kos untuk menghindar darinya.

Perempuan-perempuan yang keluar-masuk kos akan menyapanya sebagai Arjuna Si Penanti Cinta. Sebuah julukan yang konyol, tapi Arjun pun tak bisa mengelak. Karena ia memang menanti cintanya, bunganya—Mawar. Jika harus protes dengan julukan baru itu, ia lebih menentang pengimbuhan kata ‘a’ di akhir namanya. Entah kenapa orang-orang malah memanggilnya Arjuna daripada Arjun, namanya sendiri. 

“Oi, Arjuna!”

Pintu gerbang akhirnya dibuka, tapi bukan oleh bunga yang ia nantikan. 

Fay berdiri lesu di depan Arjun. Wajahnya menggambarkan keprihatinan. Dan Arjun mampu membacanya dengan cepat. Jadi, ia hanya terkekeh dan pura-pura menggerutu, “Kenapa jadi ikut-ikut manggil Arjuna?” 

Ia membuang puntung rokok yang tinggal dua senti, lalu menginjak-injak dengan sepatunya yang lusuh karena tiga hari ini tak ganti.

“Dia bilang nggak mau diganggu,” ujar Fay, mengirim kabar dari Mawar setelah tiga kali mengetuk pintu dan menunggu lima belas menit untuk menanti jawaban.

“Dia makan bento yang gue kasih, kan?” tanya Arjun. 

Arjun sudah terbiasa dengan penolakan yang Mawar dikabarkan melalui Fay—teman Bima yang dari Bekasi. Fay yang membalas lebih cepat pesannya saat menanyai tentang informasi mengenai kos kosong.

Fay menghendikkan bahu. “Gue nggak tahu ya, Jun. Pokoknya gue udah ngasih langsung ke tangannya.”

Air muka Arjun yang lesu membuat Fay makin gelisah. Seolah kabar yang baru didengar seperti kabar bahwa ia tak lulus ujian. Tertekuk, lesu, dan putus asa.

“Tapi semalam dia makan bareng kami kok. Semalam kita sekosan lagi masak bareng, jadi makan bareng deh.” Fay mencoba menghibur. Akhirnya berhasil karena kini Arjun tersenyum penuh ketulusan.

Thanks ya, Fay.”

No prob.

Fay sudah mendengar cerita tentang rumitnya hubungan Arjun dan Mawar dari Bima. Terutama tentang Arjun yang tak mau mengakui perasaannya kepada Mawar. Namun jika dilihat dari situasi saat ini, justru malah kebalikan. Tak mau mengakui perasaan kepada Mawar? Omong kosong! Perjuangan Arjun untuk meluluhkan Mawar bahkan patut diacungi seribu jempol!

Sebenarnya, Fay memang tak terlalu akrab dengan Arjun. Mereka hanya pernah bertemu sesekali karena berbeda fakultas. Kesan pertamanya kepada Arjun adalah dia lelaki yang cukup konyol dan ekstrovert total. Tipe lelaki seperti Arjun biasanya memiliki banyak teman perempuan dan tak serius dengan sebuah hubungan. Tapi ternyata menilai orang dari kesan pertama memang sebuah kesalahan. 

Selama tiga hari memperhatikan Arjun yang setia menunggu di depan gerbang membuat hatinya terenyuh. Arjun bahkan tetap berdiri tegak meski kemarin basah kuyup karena hujan deras. Dia baru pergi setelah menerima tiga kotak makan yang sudah kosong. Bagi Arjun, dia sudah cukup puas melihat Mawar menghabiskan makannya meski enggan menemui. 

“Lo sendiri udah makan?” Fay balik bertanya. 

Arjun menggaruk dagunya, lalu terkekeh. Tingkahnya membuat Fay merotasikan bola mata malas. 

“Lo tuh selalu perhatiin makan orang, tapi cuek sama diri sendiri. Lo juga harus jaga kesehatan dong!” serunya. 

“Iya! Iya! Mending masuk deh daripada ngomel. Minta tolong buat selalu cek keadaannya, ya.”

Fay mengangguk. Kembali menutup gerbang kos dan meninggalkan Arjun sendirian seperti satpam penjaga kompleks. Ia tak mengerti kenapa Arjun bersikap seprotektif ini kepada Mawar. Awalnya, ia kira mereka sedang saling marah layaknya pasangan yang memiliki kesalahpahaman, tapi ia yakin kalau yang terjadi lebih dari itu.

“Dia belum pergi?”

Fay menghentikan langkahnya saat baru melewati pintu kamar Mawar. Kamar Fay memang terletak di ujung lorong, jadi melewati semua kamar penghuni kos. 

“Belum. Belum makan juga,” balas Fay kepada Mawar yang berdiri dengan gamang di ambang pintu. “Mending samperin aja, Kak. Kasian banget dia mukanya pucat,” lanjutnya kemudian. 

“Dia bakal pergi kalau udah capek.”

Mawar kembali menutup pintu. Tak memberi celah kepada Fay untuk membujuknya keluar kos. 

Fay menggeleng heran. Baik Arjun dan Mawar memang sama-sama aneh. Mereka sama-sama menyimpan khawatir yang besar kepada satu sama lain, tapi malah bermain petak umpet. Yah, dalam kondisi ini memang Mawar yang terus menyembunyikan diri dari Arjun.

Dari balik pintu, Mawar menyandarkan punggungnya di dinding dengan lesu. Di meja belajarnya terdapat sekotak bento yang belum tersentuh. 

Sudah tiga hari semenjak ia dan Arjun tak saling bicara—lebih tepatnya, ia yang tak mau bicara. Di kondisinya yang sedang tidak stabil, ia takut segala kata yang keluar di antara mereka hanya memperkeruh suasana. 

“Aku nggak akan pergi, Kak. Mau kamu usir aku sampai seribu kali, aku bakal tetep di sisi kamu.”

Arjun benar-benar keras kepala. Mungkin karena Arjun belum kapok menghadapinya di saat ia sedang dalam kondisi terendah. Dia terus bersikukuh menghibur dan menemani. Pada akhirnya, ia kalah pada perdebatan tiga hari lalu dan menurut kepada Arjun untuk tinggal sementara di indekos karena ia ketahuan hampir kabur dari hotel. 

Setidaknya, ia bersyukur kos-kosan khusus putri ini memiliki peraturan yang ketat mengenai larangan lawan jenis masuk ke dalam wilayah kos. Jika ketahuan ada lelaki menginjakkan kaki ke teras saja, langsung mendapat peringatan dari Bu Haji Iyah yang rumahnya di gang sebelah. Oleh karena itu, ia menggunakan kesempatan ini untuk berhibernasi dan sengaja menghindar dari Arjun. Tapi siapa sangka kalau tekad Arjun lebih gila daripada dugaannya.

Arjun yang gigih terus menunggunya di depan gerbang selalu menjadi buah bibir para penghuni kos lain. Mereka memuja keteguhan dan kesabaran Arjun, lalu menatap iri kepada Mawar karena menerima cinta sebesar itu.

“Cinta itu sedang salah arah.”

Begitulah pikir Mawar saat menanggapi omongan tetangga kosnya. Selama ini ia tak pernah merasakan cinta. Ia pun sadar kalau dirinya memang tak layak mendapatkan cinta. Buktinya, ayahnya meninggalkannya hanya untuk wanita lain, ibunya juga membencinya, terlebih kakaknya yang hanya menganggapnya sebagai boneka tanpa perasaan.

Nanti, Arjun akan sadar bahwa perasaannya hanya ilusi dari simpatinya. 

Nanti.

Sekarang, Mawar hanya ingin diam sambil berdoa lirih: semoga tidak hujan lagi malam ini. 

***

Langit tak mengabulkan bisikan doa Mawar. Awan mendung sudah menjajah langit sejak pukul tujuh malam dan tak perlu menunggu lama, jutaan hujan turun ke bumi dengan diiringi amarah guntur.

Mawar sudah berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Sesekali ia tersentak karena suara guntur yang bergemuruh keras, lalu menatap jendela dengan was-was.

“Arjun pulang, kan? Dia nggak mungkin masih berdiri di depan, kan?” gumamnya dengan menggigit ujung jari telunjuk.

Hujan malam ini bahkan lebih deras daripada kemarin. Sudah satu jam berlalu, tapi intensitasnya makin lebat. Jika Arjun masih memiliki akal sehat, tentu dia akan pergi atau setidaknya mencari tempat untuk berteduh. 

Mawar naik ke atas tempat tidur. Berusaha menepis kekhawatirannya dengan pikiran, “Pasti dia sudah pulang.”

Akan tetapi, sebungkus nasi goreng yang masih masih utuh di dalam kresek putih membuat napasnya tertahan. Ia kembali teringat pada ucapan Fay saat mengantar nasi goreng itu kepadanya.

“Mendung banget di luar, kayaknya mau hujan lagi. Kalau bisa sempetin keluar ya, Kak. Seenggaknya suruh dia pulang. Dia beneran nggak mau pergi kalau belum kamu temui.”

Orang-orang mungkin berpikir ia adalah manusia paling tega dan tak memiliki hati nurani karena mengabaikan Arjun. Padahal yang ia lakukan justru untuk menyelamatkan Arjun. 

Mawar paling tahu dengan kondisinya. Amarahnya yang tak stabil bisa meledak kapan saja. Ia bisa menyakiti Arjun dengan kata-kata. Ia bukan bermaksud mengkerdilkan usaha Arjun, tapi ia hanya tak mau terbiasa dengan segala kebaikannya. Ia takut kecanduan dan akhirnya bersikap semena-mena, lalu akhirnya Arjun akan lelah dan meninggalkannya. Jika sudah di fase itu, mungkin ia akan makin gila. 

Mawar lebih suka larut ke dalam lukanya sendiri. Setidaknya, ia tak akan membawa orang lain untuk tenggelam bersamanya. Setidaknya, ia bisa pergi kapan saja tanpa perlu berpamitan. Ibunya yang selalu membencinya pasti tak akan menangis saat ia tiada. Ayahnya pun mungkin bersedih barang beberapa hari, toh hubungannya dengan sang ayah sudah renggang sejak dini. 

Suara guntur kembali memekakkan telinga. Mawar menyerah untuk menyelimuti diri. Ia kembali berdiri, berjalan menuju pintu. Tangannya sudah naik ke knop, tapi kembali melepaskan setelah lima detik, lalu menyentuh knop lagi. 

Saat mendengar guntur lain, knop pintu itu akhir diputar. Mawar segera berlari keluar dari kamar, membuka gerbang dan mendapati Arjun yang berdiri dengan tubuh menggigil.

“Arjun.”

Suaranya teredam derasnya hujan, tapi Arjun bisa menangkapnya dengan cepat. Dia menoleh, lalu membelalak kaget.

“Kak? Kamu basah!” seru Arjun.

Arjun berusaha memayungi kepala Mawar dengan kedua tangan, yang tentunya sebuah kesia-siaan. Namun, upaya Arjun menarik hujan di dalam mata Mawar.

Mawar mendorong tubuh Arjun. Memukul-mukul dadanya dengan air mata yang tersamarkan air hujan. 

“Kamu yang sudah basah! Badanmu bahkan menggigil!” teriak Mawar.

Arjun menangkap tangannya. Menggenggam erat sambil bertanya, “Kamu baik-baik aja kan, Kak? Kamu udah makan? Aku tadi ngirim nasi lagi ke Fay. Kamu udah terima buat makan malam, kan?”

Kulit tangan Arjun sudah pucat. Ujung-ujung jarinya bahkan mengerut. Mawar bisa membayangkan seberapa besar pertahanan Arjun untuk melawan beku. Ketika Mawar melihat bibir Arjun yang membiru, tangisannya makin tersedu-sedu. 

Dia menang. Arjun telah menang. Dia berhasil menaklukkan dirinya untuk kesekian kali.

“Ayo pulang,” lirih Mawar. “Aku mau pulang.”

Saat itu juga Arjun menggeleng cepat. “Nggak! Kamu nggak boleh pulang!”

“Aku nggak mau bikin kamu terus nunggu di depan pagar kayak orang bodoh, Jun!”

“Aku nggak apa-apa, Kak. Aku baik-baik aja. Aku—”

“Aku yang nggak baik, Jun!” Mawar menepuk-nepuk dadanya dengan keras. “Aku yang makin gila karena rasa bersalah!”

Suara hujan mengisi keheningan di antara mereka. Indekos yang terletak di ujung gang kecil itu terasa makin sunyi karena tak ada seorang pun yang berlalu lalang. Hujan membuat setiap orang lebih memilih bergumul di balik selimut mencari kehangatan daripada berbasah-basahan seperti Arjun dan Mawar.

“Ayo pulang. Sekarang.”

Keinginan Mawar sudah tak dapat diganggu gugat. Dan, Arjun tak memiliki kuasa untuk menahannya lagi.

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Secret Melody
2294      809     3     
Romance
Adrian, sangat penasaran dengan Melody. Ia rela menjadi penguntit demi gadis itu. Dan Adrian rela melakukan apapun hanya untuk dekat dengan Melody. Create: 25 January 2019
Kepada Gistra
521      390     0     
Short Story
Ratusan hari aku hanya terfokus mengejar matahari. Namun yang menunggu ku bukan matahari. Yang menyambutku adalah Bintang. Kufikir semesta mendukungku. Tapi ternyata, semesta menghakimi ku.
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
1377      790     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Can You Hear My Heart?
549      332     11     
Romance
Pertemuan Kara dengan gadis remaja bernama Cinta di rumah sakit, berhasil mengulik masa lalu Kara sewaktu SMA. Jordan mungkin yang datang pertama membawa selaksa rasa yang entah pantas disebut cinta atau tidak? Tapi Trein membuatnya mengenal lebih dalam makna cinta dan persahabatan. Lebih baik mencintai atau dicintai? Kehidupan Kara yang masih belia menjadi bergejolak saat mengenal ras...
Oscar
2271      1098     1     
Short Story
Oscar. Si kucing orange, yang diduga sebagai kucing jadi-jadian, akan membuat seorang pasien meninggal dunia saat didekatinya. Apakah benar Oscar sedang mencari tumbal selanjutnya?
Sweet Punishment
216      143     10     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...
Time Travel : Majapahit Empire
53446      5571     10     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
THE DARK EYES
730      412     9     
Short Story
Mata gelapnya mampu melihat mereka yang tak kasat mata. sampai suatu hari berkat kemampuan mata gelap itu sosok hantu mendatanginya membawa misteri kematian yang menimpa sosok tersebut.
Our Son
549      300     2     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
Her Glamour Heels
547      383     3     
Short Story
Apa yang akan kalian fikirkan bila mendengar kata heels dan berlian?. Pasti di khayalan kalian akan tergambar sebuah sepatu hak tinggi mewah dengan harga selangit. Itu pasti,tetapi bagiku,yang terfikirkan adalah DIA. READ THIS NOWWW!!!!