Awal pengenalan yang buruk dapat memicu sebuah sesuatu yang tak terduga.
πππππ
Namanya Leandra Kavinta. Gadis yang suka sekali dengan hal-hal berbau receh. Humornya rendah, apa pun gampang sekali membuat dirinya tertawa. Apalagi yang membuat gadis itu tertawa adalah sahabatnya sendiri.
Andra bersekolah di SMA Mandala. Berada di Jalan Laksamana No 2. Sekolahnya bukanlah sekolah mahal, bahkan bisa terbilang biasa saja. Andra juga bukan gadis yang pintar tapi untuk ukuran mampu, Andra lumayan bisa mendapatkan nilai yang baik.
Andra punya seorang sahabat. Namanya Darpa Gravila. Dia baik, periang, selalu mengerti kondisinya. Apapun hal receh yang selalu Andra lakukan pasti akan direspon baik olehnya. Bahkan mereka suka tertawa dengan hal-hal yang tak mampu membuat orang lain tertawa.
Andra dan Darpa juga anggota OSIS di SMA Mandala. Hari ini, Senin 18 juni 2018. Andra selaku anggota OSIS menjalani rutinitas biasanya. Ya, Menjalani kegiatan sebagai mentor Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau yang biasa disingkat MPLS.
Banyak sekali murid SMP yang masuk ke SMA Mandala. Meski sekolah yang jauh dari kata favorit tapi tetap banyak sekali peminatnya. Mungkin dikarenakan jarak yang dekat dengan pemukiman mereka dan jalan besar, sehingga memudahkan setiap murid yang menggunakan kendaraan umum.
Ini masih jam enam pagi. Tapi Andra dan Darpa sudah berada di sekolah. Menyiapkan pembukaan acara MPLS yang akan segera berlangsung. Anggota OSIS yang lain sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Begitu juga dengan gadis itu dan Darpa.
"Masih pagi banget. Aku laper, Ndra." Darpa mengeluh pada Andra.
Tadi mereka terlalu buru-buru untuk datang pagi sehingga melupakan sarapan yang biasa mereka lakukan. Darpa termasuk orang yang tidak bisa melakukan apa pun sebelum perutnya terisi. Padahal mereka sedang merapikan bangku-bangku di aula yang akan digunakan nanti.
"Yaudah. Kamu makan dulu, aku nanti aja." Saran Andra.
"Kamu yakin?" Tanya Darpa menyakinkan. Pasalnya dia tidak biasa makan sendirian jika sedang bersama Andra.
Andra mengangguk. Membiarkan Darpa memakan sarapannya. Andra memang belum lapar, bukan tidak. Tapi Andra membawa bekal untuk makan nanti. Setidaknya ia masih bisa menahan lapar jika nanti tiba-tiba lapar melanda.
Dua bangku lagi dan pekerjaan Andra selesai. Andra menarik dua bangku tersisa dan meletakkan sesuai barisan yang sudah tersusun rapi.
"Selesai!" Seru Andra terkekeh kecil.
Andra mengusap kedua tangannya yang sedikit kotor sebab bangku aula sudah cukup lama terbengkalai karena liburan sekolah. Debu banyak bertebaran di sisinya.
"Aku juga udah selesai." Ucap Darpa membuang bungkus nasi uduk yang tadi menjadi sarapannya.
Darpa mengambil air mineral yang mereka beli tadi di kantin. Lalu meneguknya hingga setengah. Pergerakannya menjadi perhatian Andra saat itu juga. Bagaimana cara Darpa makan, caranya meneguk air mineral dan bagaimana cowok itu tersenyum.
"Kamu liatin apa, sih?"
"Kamu."
"Kamu bisa aja," Darpa terkekeh kecil.
Andra tersenyum melihatnya. Darpa sudah menjadi pusat perhatiannya sejak lama. Sejak mereka bersahabat dulu, lama sekali. Mungkin sudah lima tahun berlalu dan mereka masih menjadi sabahat baik.
*****
"Nanti, kamu jangan jauh-jauh dari aku. Soalnya bakalan ada tugas dari Adit untuk ngasih game ke semua peserta MPLS." Ucap Darpa duduk di sebelah Andra.
Saat ini Andra dan Darpa sudah berada di aula. Sudah ramai dengan peserta didik baru. Seragam khas putih-biru mewarnai seisi aula dengan aksesoris topi dan dasi yang melekat pada tubuh mereka.
Di depan sana, ada Aditya Rahaja atau yang biasa dipanggil Adit ---ketua OSIS yang sedang membuka acara MPLS. Berpidato ringan dengan sedikit bumbu lelucon di dalamnya agar acara berlangsung meriah.
Tapi fokus Andra hanya pada Darpa. Laki-laki yang duduk di sebelahnya. Sedari tadi Andra hanya memperhatikan setiap pergerakan Darpa. Pergerakan kecil maupun besar.
"Kamu dengar aku?"
Andra tersentak, bingung. Lalu tersenyum malu. Ketahuan deh, kalau tidak mendengar ucapan Darpa.
"Kamu pasti melamun." Ucap Darpa pada Andra.
"Nggak, kamu salah." Balas Andra.
Pasalnya ia memang tidak melamun. Lebih tepatnya sih, memperhatikan seseorang yang berada di sebelahnya.
"Nanti kamu jangan jauh dariku. Saat game berlangsung, tetap berada di dekatku." Ucap Darpa tersenyum.
Ah, senyuman itu. Senyuman favorit Andra.
Andra pun membalas senyumannya. Ia bersandar, memperhatikan Adit yang sedang tertawa jauh di depan sana karena Andra dan Darpa duduk jauh di paling belakang aula.
Andra ikut tertawa saat Adit dengan percaya diri berkata bahwa dia adalah ketua OSIS yang paling baik sejagat raya. Bahkan di sekolah mana pun tak ada orang sebaik dirinya. Derai tawa terdengar begitu meriah di dalam ruangan persegi itu.
Perkataan seperti itu bukanlah sebuah pernyataan. Bagi Andra, itu hanya sebuah lelucon receh yang sering ia dengar. Bagaimana mereka memuji dirinya sendiri dengan menyombongkan fisik yang mereka miliki. Ya, walau bagian 'menyombongkan' itu terdengar sedikit menyebalkan.
Derai tawa Andra terhenti saat Darpa mencolek pipinya. Andra menoleh, menatapnya penuh tanya. Darpa hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaannya. Andra malah terkekeh pelan, humornya benar-benar receh.
Andra dan Darpa kembali fokus pada Adit yang mulai berbicara serius. Menjelaskan peraturan yang harus ditaati selama MPLS berlangsung. Tak ada yang protes, semua menyetujui. Sampai titik puncak acara tiba, game yang paling dinantikan peserta.
Setelah membagikan kelompok peserta, mereka dibawa untuk keluar menuju lapangan sekolah. Kembali berbaris rapi sesuai dengan barisan yang semula. Semua berjalan lancar, tak ada yang membuat keributan.
Matahari sudah menampakkan diri karena hari sudah semakin siang. Teriknya langsung menerpa kulit semua anak-anak yang berdiri di tengah lapangan. Untung saja, mereka memakai topi dari asal sekolah lamanya.
"Inget pesan aku. Jangan lupa!" Bisik Darpa di telinga Andra. Lalu pergi merapikan barisan yang belum rapi.
Andra tersenyum melihat kepergiannya. Lalu ikut merapikan anak-anak yang masih saja nakal tak ingin berbaris karena matahari sedang cerah-cerahnya.
*****
"Diingat baik-baik, ya. Ini hanya sebuah game. Kalah menang itu hal biasa. Tak ada permusuhan setelah ini. Kita semua sama, kita semua saudara. Jadi, saya harap kalian semua mampu menangkap apa yang saya sampaikan dengan baik dan menjalankannya dengan bijak." Ucap Adit berdiri tegak di depan semua peserta MPLS.
"Apa kalian paham?"
"PAHAM!!" Teriak mereka serempak.
"Baiklah, saya rasa cukup. Jika kalian sudah paham, permainan ini bisa kita mulai." Sambung Adit.
"SAYA ADITYA RAHAJA MENGATAKAN JIKA PERMAINAN INI... DIMULAI!" Teriak Adit tak kalah semangat dengan semua peserta didik baru.
Anggota OSIS mulai berlari menghindari semua peserta. Game yang pertama adalah meminta tanda tangan semua anggota OSIS. Harus semua, tak boleh kosong. Satu saja, tak boleh.
OSIS menyebar ke penjuru sekolah. Begitu juga Andra yang berlari menjauh dari kerumunan peserta yang sangat bersemangat mengejarnya hanya untuk mendapatkan tanda tangan dari sebuah game. Sambil berlari menjauh, Andra tersenyum kecil. Tentu karena game ini adalah game kesukaannya. Andra akan bertemu dengan banyak peserta didik baru secara 'sedikit' privasi.
Sampai langkahnya mengarah ke lantai tiga. Menaiki anak tangga dengan meloncat dua anak tangga sekaligus. Itu hal biasa bagi Andra, jadi tak perlu ragu lagi. Apalagi sedang terburu-buru seperti ini.
Sampai di lantai tiga, keadaannya kosong. Koridor sepi tapi tidak gelap. Andra bersandar pada tembok dan mengatur napas yang masih tersengal-sengal. Mengibas-ngibaskan tangan agar mendapat udara meski hanya semilir saja.
Lama Andra berdiri dan tak ada peserta yang dapat menemuinya. Andra memutuskan untuk duduk lesehan di bawah lantai. Masih terdiam di lantai tiga dan bersandar.
Dan seperti ada yang terlupa. Ya, Andra melupakan Darpa. Dimana cowok itu sekarang?
Andra baru teringat. Ucapan Darpa baru saja melintas dalam pikirannya. Ah, kenapa Andra baru sadar? Kemana saja ia dari tadi.
Andra melirik kanan dan kiri bergantian, berharap tak ada yang dapat menemuinya. Sebenarnya ini game meminta tanda tangan anggota OSIS tapi Andra melakukannya seperti sedang bermain petak umpet saja. Andra malah bersembunyi di lantai tiga, seorang diri dan melupakan Darpa.
Pasti anak itu akan mengomel saat bertemu dengannya lagi. Sebab ia yang melupakan ucapannya. Padahal belum lama Darpa berkata untuk tidak berada jauh darinya. Tapi apa daya, Andra melupakannya.
Baiklah, dari pada Andra berdiam di sini dalam kurun waktu yang lama, lebih baik ia mencari di mana keberadaan Darpa agar cowok itu tidak marah padanya.
Andra berdiri, membenarkan rok yang sedikit tersingkap lalu menuruni anak tangga dengan perlahan. Capek itu baru terasa. Kakinya pegal, betisnya terasa kencang. Padahal ia hanya berlari dan menaiki tangga hingga lantai tiga. Sampai dipijakan anak tangga berikutnya, ada seseorang yang menariknya dari belakang, membuatnya berbalik dan melotot kaget menatap seseorang yang berdiri di depannya.
Hampir saja Andra teriak kencang sebelum akhirnya sebuah tangan berhasil membungkam mulutnya dengan kencang. Ya, itu sangat terasa.
"Jangan berisik! Tolong, jangan teriak. Gue gak macem-macem, kok."
Mata Andra kembali melotot saat melihat seragam yang dipakainya. Seragam putih-biru? Itu berarti dia adalah juniornya. Tapi sedang apa dia di sini?
Andra melepaskan tangan yang membengkap mulutnya begitu kencang. Menghempasnya kasar karena hampir saja ia kehabisan oksigen.
"Kamu jangan sembarangan! Kalau nanti aku gak bisa napas gimana? Kamu bekap aku kekencengan!" Pekik Andra saat berhasil melepas tangannya.
Cowok yang membengkap mulutnya hanya nyengir dengan wajah tanpa dosanya. Emosi Andra hampir saja membeludak sebelum akhirnya dia menjelaskan alasan membungkam mulutnya.
"Maaf sebelumnya. Gue gak bermaksud bekap mulut lo, apalagi sampai kekencengan. Gue di sini cuma menghindar dari MPLS, males banget ikutan game yang gak bermutu. Buang-buang waktu gue aja." Ucapnya santai.
Andra memukul lengan cowok itu sedikit kencang, "Sembarangan!"
"Duh, maaf deh. Kok malah mukul, sih?"
"Kamu ngapain di sini? Harusnya kamu ikut MPLS bersama teman kamu yang lain. Bukannya nangkring di lantai tiga sendirian."
"Males banget! Mending gue tidur."
Andra melotot, tak percaya dengan ucapannya.
"Siapa nama kamu?! Biar aku laporin kamu ke guru konseling. Baru jadi anak baru aja udah berani melanggar peraturan sekolah!" Ucap Andra garang, melotot.
"Lo jangan melotot deh, serem."
Andra semakin dibuat kesal olehnya. Cowok satu ini benar-benar menguji kesabaran.
"Kalau gitu, ikut aku turun!"
"Gak mau!"
"Ikut!" Tukas Andra menarik tangannya.
"Enggak!" Balasnya menarik kembali tangannya.
"Kamu ngeselin banget, sih!?" Andra berdecak sebal.
"Biarin," Balasnya. "Udah ya, gue mau lanjut lagi. Oh iya, anggap aja ini first impression dari gue. Kalo mau kenalan lagi, lain kali aja. Dadahhh kakak OSIS!" Teriaknya langsung berlari meninggalkan Andra. Lambaian tangannya tentu ia abaikan.
Andra masih kesal dengannya. Sampai ia benar-benar lupa harus mencari keberadaan Darpa. Andra menepuk keningnya pelan, lagi, ia melupakan Darpa hanya dengan hal sepele saja.
Darpa, maafkan aku telah melupakanmu sejenak.
πππππ
Lucu banget Darpa sama Andra ini
Comment on chapter Sahabat