Read More >>"> Cerita Ameera
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cerita Ameera
MENU
About Us  

CERITA AMEERA

p.s : mau kasih tau aja dari awal ya. ceritanya tentang romansa semaja berbau SMA dan berbahasa santai ala anak sekolahan. Dan yang paling penting sih ceritanya belum selesai. I am so Sorry but i've to try too much. Thank You. I hope you like as well.

 

“Ra! Lo nanti ikutan lomba cipta puisi, ya?!”

Ameera yang merasa dirinya dipanggil langsung melepas headset-nya dan menegok ke arah kanannya, “Ha? Lo manggil gue?”

Cowo itu berdecak sebal, “makanya, jangan disumpel terus tuh kuping”,nadanya sedikit tinggi.

“Santai aja dong, kok nyolot sih?” Ameera yang tak terima dirinya di sentak langsung memasang tampang judesnya. Walaupun Ameera tau kalau bicara sama Rangga itu unfaedah banget, tapi sekarang dia benar – benar dalam mood yang ancur parah. Biasalah, tamu yang datang tiap bulan.

“Yaudah, apaan?” demi Dewa Neptunus Ameera sebenarnya males banget buat ngomong sama Rangga.tapi karena ini menyangkut harga diri dan juga kelasnya mau tidak mau harus kan(?)

Rangga mendengus, “Lo ikutan lomba cipta puisi.”

Ameera bingung sendiri. Sebenarnya yang bodoh siapa ya? Dia atau si Rangga. Karena walaupun tadi dia memakai headset, telinganya masih bisa dengar ya. Walaupun rada nge-blur.

“Tunggu! Perasaan tadi lo nawarin, deh. Bukannya langsung menklaim gue buat ikutan tuh lomba”.

Rangga yang tadinya duduk pas disamping kanannya –disebrang lebih tepatnya- langsung beralih duduk ke depannya Ameera ,”dari pada lo banyak bacot, mending gue langsung ngomong kayak gitu kan?”

Ameera berdecak malas, “Aduh, jangan gue deh. Gue gak bisa,” ia langsung memasang headset nya kembali dan tak memeperdulikan cowo yang ada di hadapannya itu.

Rangga merasa ia sebagai ketua kelas yang dilecehkan. Dia tidak terima. Cowo itu langsung melepas kedua benda yang tersumpal di telinga Ameera dan menjenggut rambut Ameera pelan.

Aww…

“Jangan gitu kek jadi cewe, gak baik cuekin orang yang lagi ngomong”

Ameera menatap cowo itu datar, “Jangan gitu kek jadi cowo, gak baik maksa cewe kayak gitu,” ia mengikiti gaya Rangga barusan.

“Ra, please, deh jangan buat semuanya jadi rumit”

“Rangga Demorashell, kenapa sih harus gue?” Ameera sedikit memajukan badannya biar Rangga tahu kalau ia tidak suka di paksa.

Rangga balas menatap mata coklat Ameera, “ya karena lo doang yang belum kebagian apa – apa.”

Ameera menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi, “bokis abis lo, masa anak bejibun kelas pada gak bisa?” sambil menyilangkan tangannya ke depan dada.

Rangga menyeringai sambil menatap Ameera intens, “udahlah, Ra, gak usah lo tutupin lagi rahasia lo, gue udah tau!”

Degup jantung cewe rambut sebahu itu tiba – tiba makin kencang. Menatap Rangga tak kalah intens nya. Wajahnya pun mendadak pucat. Sebenanrnya tidak se lebay itu juga sih. Tapi emang Ameera nya aja yang sok drama.

“Apaan sih lo, Ngga. Sok tau banget jadi cowo. Udah gih sana, hus hus hus,” ucap Ameera sambil mendorong – dorong tubuh Rangga yang sebenarnya juga Ameera gak kuat. Biar keliatan cool aja.

“Yaudah kalo lo gak mau ikutan gue bakalan sebar puisi… Untuk kamu seorang bintang, tak perlu khawatir jika kam-,” Rangga membacakan penggalan pusisi buat Reynald, kakak kelas yang ia suka itu. Ameera langsung membekap mulut Rangga dan menaruh telunjuknya didepan mulutnya, menyusruhnya untuk diam.

Kok Rangga bisa tau sih, ish

“So?” ledek Rangga sambil membuka tangannya lebar – lebar ,”gue sih terserah lo aja ya, Ra. Nasib lo ada di tangan lo sendiri ya, gue gak tanggung apalagi jawab, hahahaha” lanjutnya sambil berjalan menjauhi Ameera yang ditempat duduknya sudah melas 1000%.

“OKE FINE! GUE TERIMA”

Ameera langsung menyambunyikan wajahnya di lipatan tangannya sambil mengucapkan supah serapah atas perilaku Rangga yang sudah membuat malu dirinya itu.

Dasar Rangga, jelek.

 

[][][]

“Ra, lo beneran ikutan cipta puisi?”

Itu adalah pertanyaan yang sudah ke 10x untuk hari ini. Haduh, Ameera pusing dengernya, apalagi buat jawab, ribet. Kalau bisa di copypaste pasti sudah ia lakukan dari tadi.

Huffttt

“He’em” jawab Ameera seadanya karena dia juga sedang makan. Jadi untuk menghindari tersedak yang bisa berujung kematian, ia tidak akan menjawab dengan panjang x lebar.

Gue belom mau mati sekarang.

“Tapi gila juga sih,” ucap Tamara sambil memakan baksonya dengan sangat lahap.

Ameera mengernyitkan dahi bingung, kenapa temannya yang satu ini mendakak ngomongin gila? Dia udah gila emangnya?

“Lho, siapa yang gila, Tam?”

Tamara menoleh kearah Ameera yang tampang polosnya itu pengen ia jitak lalu di cemplungin ke kolam, “ya elo lah, Ra, masa gue sih.”

“Kok gue sih? Elo kalo mau gila jangan ajak – ajak gue dong.”

“Weh, selow mbaknya, jangan nge­-gas”

“Lagian sih cerita setengah – setengah, kan gue bukan Manusia Setengah Salmon.

Jayus, please!

Tamara mentap Ameera datar namun tajam ,“Ra, please, itu jayus parah”

Ameera hanya nyengir memamerkan giginya yang putih tersebut. Ia mungkin sudah lupa dengan prinsipnya yang Jangan makan sambil ngomong.

Eh?

Jangan ngomong sambil Makan. ???

Tau ah!!

“Eh, tapi ya, Ra. Kok lo tumbenan bener sih mau ikutan lomba kayak gitu?”

Ameera menegak minumannya sebelum ia menjawab pertanyaan itu, “Suka – suka gue lah”

Dia benar – benar tidak mau menceritakan masalahya dengan Rangga karena Ameera mager buat ngomong panjang x lebar kayak gitu, Ribet.

“Hebat juga ya berarti temen gue ini, emang patut di contoh, udah cakep, pinter, baik, rajin banget lagi ikut banyak lomba, gue yakin pasti abis ini lo gak bakalan jomblo lagi, Ra. Percaya sama gue.”

Tunggu – tunggu! Ameera merasa ada yang ambigu dikalimat Tamara barusan. Sebentar! Rajin banget ikut banyak lomba(?)

“Tam, maksud lo apaan gue ‘rajin banyak ikut lomba?”

“Lo pasti tau lah, maksud gue apaan?”

Ameera mengernyitkan dahinya semakin bingung tanda ia benar – benar tak paham maksud Tamara barusan, “duh Tam, jangan berbelit – belit deh. Ge bener – bener gak ngerti, please.”

“Lo seriusan gak tau, Ra?” Ameera menggeleng.

Tamara berdecak, “Itu, lho. Gue baca tadi di mading siapa aja yang bakalan ikut lomba menuju ulang tahun sekolah. Eh, nama lo yang ada di beberapa lomba.”

Ameera membelalakan mataya sambil menggeleng tak percaya. Dia langsung bangun dari duduknya dan menarik tangan Tamara, “temenin gue ke mading.Sekarang.”

[][][]

Saat mereka sampai didepan mading, dengan amat jelas terpampang data  yang menyajikan daftar nama yang ikut lomba. Ameera membaca satu persatu list tersebut dengan degup jantungnya yang berdetak cepat.

Ini melebihi gue ketemu doi, please.

“Apa – apaa, nih. Gak bisa. Gue gak terima, “ pekik Ameera ketika melihat namanya tercatat di lomb – lomba yang tak ia minati sama sekali.

Kelas XII – IPS – 1 :

·         Lomba cipta puisi : Ameera Arshavidz

·         Lomba cerita pendek : Ameera Arshavidz

·         Lomba membuat batik : Ameera Arshavidz

Duh, Ameera benar – benar tak sanggup lagi membacanya. Dan yang paling Ameera tak bisa ia terima bahwa di bagian bawah kertas tersebut itu tertulis ‘sudah keputusan Mutlak’. Tak bisa di ganggu gugat. Yang berarti itu sudah tidak bisa di ubah.

“Duh,Ra, udah deh cuman 3 lomba doang kok,” ucap Tamara sembari merangkul pundak Ameera dan membawa ke kelasnya.

Ameera geram dengan diapa saja yang telah mendaftarkan dirinya ke dalam lomba – lomba itu a.k.a hal yang paling ia hindari sampai kapanpun. Tapi mengapa takdir begitu jahat kepadanya, sampai – sampai ia harus dihadapkan dengan kenyataan ini.

“Ra, udah deh jangan dipikirin. Let it flow aja, oke?” ucap Tamara cemas kaena sedari tadi Ameera diam tak berekspresi. Berbicara pun tidak. Tamara benar – benar takut kepada Ameera sekarang.

“Ra, jangan diem aja dong, gue takut nih,” cemas Tamara sambi mengguncang tubuh Ameera pelan.

Ameera berdecak tidak suka. Menghempaskan tangan Tamara dan menghentakkan kakinya cepat meninggalkan Tamara dibelakang yang merasa bersalah.

“Ra, tungguin gue dong, “ gerutu Tamara sambil menyusul Ameera yang sudah jauh didepan sana.

Ameera memasuki kelasnya dengan perasaann dongkol. Dia langsung menuju bangkunya dan menelungkupkan kepalanya diatas meja.

Teman – temannya dibuat bingung dengan tingkah Ameera yang menurut mereka aneh. Tumben. Apalagi di perkuat dengan Tamara yang memasuki kelasnya dengan tergesa – gesa.

“Ameera…Please jangan gini dong, gue bingung nih,” ujar Tamara sambil mengguncang tubuh Ameera yang masih saja diam.

Rangga yang tadinya sedang berbincang dengan cowo – cowo dibagian belakang kelas langsung menatp bingung mengapa Tamara memelas seperti itu. Dan juga Ameera yang tiba – tiba menelungkupkan kepalanya itu.

Tanpa berpikir panjang, Rangga melangkahkan kakinya ke tempat duduk Ameera.

“Kenapa?” Tanya Rangga ke Tamara tanpa suara seraya menunjuk Ameera.

Tamara mendelikkan bahunya dan menggelangkan kepala.

“Ra, kenape lu?” Tanya  Rangga sambil menyolek bahu Ameera yang sedari tadi diam itu.

Ameera yang merasa bahunya di sentuh dan dia sudah mengenal sang empu suara itu mau tidak mau menegakkan tubuhnya. Menatap datar kedepan, tepat ke arah Tamara. Tanpa berniat menoleh ke kanan, tempat Rangga berdiri.

“Ra, jangan serem – serem kek muka lo” delik Tamara

Rangga langsung menematkan dirinya duduk di samping Tamara biar bisa liat sedatar apa muka Ameera sampai – sampai Tamara ketakutan.

“Ra, lo kenapa sih?” Tanya Rangga penasaran .

Ameera mendengus sambil melirik Rangga malas.”Gak usah deh lo sok peduli gitu ke gue. Gak guna.”

“Maksud lo apa sih, Ra?”

Tanpa berniat menjawab, Ameera malah memasang headset-nya dan membaca novelnya yang belum selesai dari hari kemaren.

Tamara pun juga harus segera kembali kekelasnya karena bel masuk sudah berbunyi. Namun Rangga masih diam membeku tak mengerti apa yang terjadi. Sebenarnya sih kalo Rangga piker – pikir kenapa juga dia harus sepeduli itu ke Ameera, kan?

Tapi gak tahu kenapaa, kalau masalah Ameera itu akan menjadi masalahnya juga. Seperti ada naluri gitu.

“Rangga, misi dong! Bu Tuti udah otw!” suara Nana mengintrupsi bahwa ia harus segera kembai ke tempat duduknya semua. Yaitu belakang.

Dengan perasaan masih penasaran selama pelajaran sejarah berlngsung, pikiran Rangga hanya terfokus pada Ameera yang sedang serius mendengarkan Bu Tuti menerangkan.

“Rangga! Lo kenapa dah, gue perhatiin dari tadi liatin si Ameera? Suka lo sam dia?” Tanya Ditto berbisik yang diselingi candaan sambil menyenggol bahu Rangga.

Rannga langsung menggelangkan kepalanya, “Bukan! Dari tadi Ameera diem aja, terus ngomongnya ketus sama gue. Dan gue berasa kalo ada yang gak beres. Apaan ye , To?”

Ditto dengan seksama mendengarkan dan menganggukkan kepalanya mengerti. “Apaan ye?”

Dika yang menguping pembicaraan kedua sohibnya itu tiba – tiba ikutan nimbrung dan memberi suatu alasan yang logis a.k.a sangat logis.

“Oh, gue tau. Lo udah liat mading belom, Ngga?”

Rangga menautkan alisnya bingung.

Ditto langsung menyadari suatu hal, “Rangga, lo kan kemaren debat tuh sama Ameera tentang lompa puisi dan Ameera-nya gak mau, kan? Tapi tetep lo paksa. Nah, tadi sih gue liat mading dan disitu ada daftar nama – nama yang ikut lomba. Terus gue liat kelasan kita, kan. Dan nama Ameera ada di beberapa lomba. Lumayan lah. Lo yang daftarin dia, kan?”

Dika menambahkan, “Bisa disimpulin sih. Ameera yang ikutan satu lomba aja mencak – mencak gak ikhlas gitu apalagi yang banyak lomba. Bisa – bisa dia berubah jadi alien nanti.”

“Lo yang daftar-in dia, kan buat ikut tuh lomba? Pantesan doi ngambbek sama lu!” tambah Dika.

Rangga menghempaskan tubuhnya kesandaran kursi. “Sumpah bukan gue yang daftar-in dia.”

Ditto berdecak sebal, “Aduh, kalo bukan lo siapa lagi, Rangga?!”

Dika terkekeh,”kasian sih gue sama Ameera. Temanya harus tentang ala – ala budaya gitu lagi?! Kan susah. Mending kalo bebas,” tambah Dika sambil menulis apa yang ada di papan tulis untuk di salin dibukunya.

Rangga hanya bisa diam dan memikirkan cara gimana dia bisa menjelaskan ke Ameera nanti. Sanagat membingungkan dan sulit  sekai.

 

[][][]

 

Setelah bel pulang sekolah bordering, Ameera segera membereskan buku – bukunya dan langsung pulang, niatnya. Karena dia benar – bear lelah dan tidak mood untuk bergosip ria dengan Tamara seperti biasanya.

Saat baru sampai luar pintu tiba – tiba ada yang mencegah jalan yang Ameera lalui.Ameera melihat sia otrang itu dan menyilangkan tangannya bersedekap.

“Duh, jangan ganggu gue deh. Gue bener – bener lagi gak mood buat ngomong sama lo,” ketus Ameera sambil melanjutkan langkahnya yang terhenti barusan.

Buang waktu berharga gue aja.

Belum juga Rangga mengucap sepatah kata sudah ditinggal saja dan bahkan punggung Ameera sudah semakin jauh. Mau tidak – mau Rangga harus merencanakan plain B untuk bisa berbicara dengan Ameera. Harus!

Saat Ameera sudah sampai rumahnya, ia segera menuju kamar tanpa perlu repot – repot menyalimi mamanya. Ya kerena tidak ada mama. Kedua orang tuanya sibuk bekerja demi menghidupi keluarganya yang sedang masa pemuihan, karena sebelumnya memang ada problem dengan keuangan keluarga. Dan juga untuk kehidupan kakaknya yang sedang mengejar cita – citanya di negeri orang. Jadi membutuhkan dana yang amat saangat banyak.

Dirumah Ameera tidak ada pembantu ataupun pekerja yang lain. Karena memang ia berasal dari keluarga sederhana. Kakaknya bisa bersekolah di Singapura karena beasiswa yang ia dapat.

Sebenarnya, mama Ameera sudah ingin menyewa asisten rumah tangga. Namun, Ameera menolaknya karena katanya selagi kita masih bisa kenapa harus membutuhkan orang lain?

Ameera langsung merebahkan tubuhnya di kasur dan beberapa menit kemudian terlelap tanpa berganti pakaian terlebih dahulu.

Tidur itu segalanya.

Kalau sudah menyangkut soal tidur, Ameera tidak boleh ada yang ganggu. Sungguh berlebihan, bukan? Lebay!

Pukul 7 lewat Ameera baru membuka matanya dan ternyata ia baru sadar kalau dia sangat lelah sekali sampai – sampai ia lupa makan.

Ia bangkit dari kasur dan langsung menuju dapur. Siapa tau ada makanan yang bisa di makan. Karena perutnya sudah sangat lapar  mengingat tadi siang saat istirahat makanannya hanya dimakan sedikit gara – gara mading sialan itu.

Ameera mencoba acuh saja tentang lomba itu. Persetan dengan semua hal itu. Bodo amat. Ia todak peduli. Mu nanti di dis uga tidak ada pengaruh apa – apa ke dirinya, kan?

“Hah? Gak ada makanan sama sekali? Jahat ih!” decak Ameera saat membuka kulkas yang hanya ada beberapa bahan dapur yang ia tidak mengerti. Yang pasti itu sudah lama sekali.

Ameera

Ma

Mama gak masak ya?

Mama

Apa sayang?

Iya, maaf ya mama tadi gak sempet

Maaf mama gak bisa puulang cepet, mama harus lembur

Ameera

Yah

Yaudah, Ma

Aku beli diluar aja

Mama jangan malem – malem pulangnya, ya…

Love you…

Mama

Iya sayang

Love you too..

Ameera menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang keluarga dan menyalakan televise hanya untuk menghilangkan kesunyian rumahnya. Sepi? Iya! Tapi Ameera sudah biasa. Walaupun jujur sih ia juga merasa jenuh. Ia butuh teman main. Rumah Tamara bertolak jauh kalau dari rumahnya.

“Mager banget buat jalan beli makan,” gumam Ameera masih sambil menonton sinetron yang sedang tayang di salah satu stasiun televise swasta.

“Ah, drama banget dah hidup lo, najong,” omelnya sambil mengomentari hal apa saja yang terjadi pasa sinetron itu. Bossy abis.

“AHHH BETE BANGET”

“Tau gini gue cari pacar aja dari kemaren biar bisa ada yang gue suruh, “ pekik Ameera sambil merebahkan tubuhnya dan menerawang jauh kalau ternyata punya pacar itu not bad. Punya sisi positifnya juga. Ada manfaatnya juga, maksudnya gitu.

Sejenak ia membuka akun social medianya, tiba – tiba ada yang memencet tombol rumahnya. Ganggu saja. Huh.

“Siapa coba malem – melem bertamu. Gak punya jam apa dirumahnya?” gerutunya sambil berjalan menuju pintu rumahnya.

Saat dibuka dan mengejutkan sekali siapa yang dating. Sumpah drama abis. Kualat abis ngatain sinetron tadi nih.

“Hai”

Iya. Si Rangga yang datang dengan kaos hitam yang ditutupi jaketnya. Tak lupa juga dengan jeans dan juga kets nya. Cool parah.

“Ngapain sih lo kesini? Ganggu waktu berharga gue, tau!” omel Ameera

Rangga bukannya terusik malah terkekeh memamerkan gigi putihnya. Dia sudah tahu kalau perempuan yang didepannya ini baru bangun tidur dan belum makan. Makanya galak, bukan? Ditambah lagi masalah disekolah tadi belum tuntas. Makin parah aja mood dia.

“Gue mau bantuin lo doang, kok?”

Ameera menutkan alisnya bingung, “Aduh, lo kalo ngomong sama gue jangan pake kode – kode an gitu deh. Gue bukan brangkas. Gue gak ngerti lo ngomong apaan.”

“Mending lo ganti baju dulu abis itu ikut gue,” suruh Rangga.

Ameera berdecih, “terus faedah yang gue dapet apaan?”

“Happiness,” jawab Rangga disertai cengiran yang mau tidak mau bibir Ameera juga tersungging tidak tahu kenapa ekspresi wajah Rangga mala mini tidak menyebalkan seperti  biasanya.

“Yaudah tunggu, ya.” Kata Ameera sambil mempersilahkan Rangga masuk dan menunggu di ruang tamu saja.

Rangga menurut saja dan saat tubuh Ameera sudah menghilang, ia mulai tertarik dengan pigura – pigura yang tersusun rapih di dinding maupun di atas meja – meja.

Dilihatnya satu persatu. Ada orang tuanya yang menikah sampai pada saat anak bayi perempuan yang lahir hingga ia besar. Sangat lucu dan menggemaskan.

Rangga kembali duduk dan memainkan ponselnya membalas pesan – pesan receh dari teman – teman jayus-nya itu.

Calon UI (4)

Ditto Ambara

Gimana @Rangga Demorashell lancar?

P

P

Gibran S.

Weh ada paan nih?

Rangga pedekate ye?

Ames ape?

Kok gue gak tau

Parah sih

Gue gak di kasih tau apa – apaan

Teman macam apa lo semua

Sakit nih hati adek, bang

Rangga Demorashell

Jijik

Najis @Gibran S.

Dika Ferdinan

Yah, responnye gitu doing

Gak seru

Payah lu @Ragga Demorashell

Ayolah cerita – cerita

Rangga Demorashell

Ke to the po

Bye.

Rangga mematikan ponselnya saat mendapati Ameera yang sudah siap dengan pakaian casual-nya. Hodie marun dan celana jeans. Dan dia cuman pakai sandal. Oke! Sangat simple.

“Gue gini aja ya gak apa – apa, kan?”

“Gak bawa tas?”

Ameera menggeleng dan langsung melengos menuju pindtu dan diikuti oleh Rangga. Saat Ameera mengunci pintu mau Rangga masih memperhatikan.

“Gue gak perlu izin orang tua lo?”

“Pada lembur mereka,” jawab Ameera singkat.

Rangga langsung menaiki motos vespa­-nya dan diikuti Ameera. Lalu mereka pergi meninggalkan pelataran rumah Ameera yang sepi itu.

“Kita mau kemana sih sebenarnya?” Tanya Ameera sambil memajukan kepalanya supaya Rangga dengar apa yang ia bicarakan.

Rangga menjawab seadanya, “pokoknya gue mau bantuin lo aja, jangan mikir yang aneh – aneh.”

Ameera memukul lengan Rangga pelan, “Dih siapa yang mikir aneh – aneh tentang lo? Iuh, kayak gak ada yang lebih penting aja.”

Rangga terkekeh, “ya kali aja gitu, lo menganggap ini nge-date.

Ameera langsung memukul bahunya lebih keras dari sebelumnya, “NAJONG TRALALA.”

Rangga tertawa terbahak – bahak dan Ameera menggerutu sterus di sepanjang jlan yang ia juga tak tahu akan kemana.

Dan akhirya mereka sampai pada sebuah tempat yang sangat mainstream. Mau tau gak?

Mereka lagi di KOTA TUA.

“Ngapain kita kesini, deh?”

“Kan gue bilang gue mau bantuin elo tadi.”

Ameera hanya menunjukan ekspresi muka yang lelah dengan jawaban Rangga yang tidak ada perubahan sama sekali dari tadi.

“Siapa tau dengan banyaknya kebudayaan di Kota Tua ini lo bisa menemukan inspirasi apa yang di dapat untuk tema cerpen nanti.” Jelas Rangga tersenyum sambil mengajaknya makan kerak telor yang berada pada salah satu sudut di sana.

“Tapi kan gue gak mau ikutan itu,Ngga,” sendu Ameera sambil melihat orang – orang yang berhalu lalang didepannya. Ada yang berfoto ria, ada yang sedang makan, ada yang sedang pacaran, anak kecil nagis karena ondel – ondel, dan masih banyak lainnya.

“Gak usah khawatir, Ra. Gue bakalan bantuin lo. Gue janji.”

[bersambung]

Tags: bulbas35

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sari Si Penari Ronggeng
308      256     0     
Short Story
Karena menari ada didalam nadi saya
Tarian Sang Binar
494      314     0     
Short Story
Binar adalah salah satu penari dari sanggar pelita. Ia gadis yang sangat gigih pada apa yang ia mimpikan. Untuk mengapai mimpinya tidaklah mudah, ia harus melalui jalan yang penuh lika-liku untuk menggapainya. Ia gadis yang ingin menjelaskan pada dunia tentang indah dan beragamnya budaya Indonesia.
Kiwari Nan Sangkil
271      242     0     
Short Story
Perasaan mempertemukan kita. Perbedaan menyatukan kita. Tak akan ada rasa mencintai tanpa memahami terlebih dahulu. Tak akan ada rasa menghormati tanpa menghargai terlebih dahulu. Budaya memang bukan makhluk yang hidup, akan tetapi, bisa menghidupkan berjuta-juta orang dalam satu bangsa. Budaya dan ke modern-an seringkali dianggap bertolak belakang. Tak banyak yang tahu, sesuatu yang b...
Aku, Bahasa, dan Budaya Indonesia
698      455     0     
Short Story
Seorang anak lelaki yang menyadari bahwa keren tidak selalu menggunakan bahasa dan budaya asing
Fall in Love with Yogyakarta
368      250     0     
Short Story
Luna adalah seorang anak kota yang harus tinggal di Yogyakarta. Ia harus bisa beradaptasi di sana. Parahnya, ia hanya tinggal bersama Bude dan sepupunya!
CINTA INDONESIA
199      158     0     
Short Story
Tidak peduli seberapa kerennya budaya negara asing, aku tetap mencintai Indonesiaku.
12 Jam di Kota Kenangan
416      282     0     
Short Story
Pernahkah kau mengira kalau suatu pengalaman bisa mengubah pandanganmu akan suatu hal?
Delia dan Buku Obat
735      407     2     
Short Story
Delia sang cucu sesepuh suku Baduy yang orang tuanya meninggal karena diserang sekawanan singa. Akhirnya ia tinggal bersama sang nenek. Delia diminta oleh sang nenek untuk mencari buku tentang obat tradisional. Tapi disana ia mendapatkan pengalaman yang tidak disangka sangka.
Daerah Wisata di Jakarta
540      342     0     
Short Story
Beberapa kawasan wisata di Jakarta dan Sejarahnya.
Kamu Lihat Aku, Aku Lihat Kamu
570      375     1     
Short Story
Mata digunakan untuk menatap. Menatap keindahan dunia. Menatap untuk memperkenalkan. Terutama menatap menjadi kekaguman lalu terikat sebuah persaudaraan antara mata dengan mata lainnya. Seperti yang dialami Ni Made Shaliha bersama teman-teman yang mengalami pengalaman berkesan karena negara mereka dikagumi oleh negara lain. Ya, semua berawal dari tatap lalu muncul kekaguman dari negara mereka lal...